BerandaSosial BudayaNarasi BudayaCagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah?

Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah?

Oleh: M. Farid W Makkulau

Tulisan sebelumnya: Bercermin dari Sejarah

PALONTARAQ.ID – Cagar Budaya adalah ingatan sejarah. Apa jadinya suatu generasi tanpa ingatan sejarah? Apa jadinya suatu bangsa dan negara tanpa ingatan sejarah?

Karena itu, Penetapan, Perlindungan dan Perawatan Cagar Budaya haruslah dipandang sebagai salah satu cara merawat ingatan sejarah.

Pemahaman Cagar Budaya

Cagar Budaya sebagaimana disebutkan dalam UU RI No. 11 Tahun 2010 adalah warisan budaya bersifat kebendaan (tangible).

Keberadaannya perlu dilestarikan karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan.

Ada banyak Cagar Budaya di sekitar kita, namun tak mendapatkan perlindungan dan perawatan karena belum ditetapkan dan terdaftar Pemerintah sebagai Cagar Budaya, malahan terlupakan dan dilupakan, hingga pada akhirnya tak terpelihara dan musnah.

Wisata sejarah ke Candi Borobudur. (foto: dok.pribadi/palontaraq)
Wisata sejarah ke Kawasan Cagar Budaya Candi Borobudur. (foto: dok.pribadi/palontaraq)
Wisata Sejarah ke Kawasan Cagar Budaya Candi Prambanan. (foto: dok.pribadi/palontaraq)
Wisata Sejarah ke Kawasan Cagar Budaya Candi Prambanan. (foto: dok.pribadi/palontaraq)

Sebagai suatu warisan budaya, cagar budaya harusnya dapat dikenali dan diakrabi sebagai media dan lokasi pembelajaran sejarah.

Karena itu, selayaknya setiap kita memiliki perhatian dan kepedulian terhadap warisan budaya kebendaan (Cagar Budaya) yang ada.

Supaya ada pelestarian, perlindungan dan perawatan terhadap Cagar Budaya Indonesia, maka pemerintah dan masyarakat harus pro-aktif melaporkan keberadaan Cagar Budaya.

Tanpa proses penetapan suatu warisan budaya yang memiliki nilai penting tidak dapat dikatakan sebagai Cagar Budaya.

Bentuk-bentuk Cagar Budaya dapat berupa Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan Cagar Budaya, baik yang ada di darat maupun yang ada di air.

Cagar Budaya dimaksud mudah dikenali dari wujudnya yang konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indera, serta mempunyai massa dan dimensi yang nyata.

Contohnya seperti bangunan bersejarah, benteng, batu prasasti, candi, makam, meriam, dan lain sebagainya.

Penulis di sisi Benteng Sombaopu. (foto: ist/palontaraq)
Penulis di sisi Benteng Sombaopu, salah satu kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Gowa, Sulsel. (foto: ist/palontaraq)
Penulis dengan latar belakang reruntuhan candi, dalam kawasan Cagar Budaya Candi Prambanan. (foto: dok.pribadi/palontaraq)
Penulis dengan latar belakang reruntuhan candi, dalam kawasan Cagar Budaya Candi Prambanan. (foto: dok.pribadi/palontaraq)

Sesuatu dapat dikatakan Cagar Budaya jika memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.

Penentuan nilai pentingnya dilakukan berdasarkan kajian dan penelitian mendalam oleh Tim Ahli Cagar Budaya dibantu oleh lembaga yang berhubungan dengan kebudayaan.

Saat ini ancaman keberadaan Cagar Budaya Indonesia tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Harus ada upaya terpadu dari semua stake-holder, pemangku kebijakan dan masyarakat untuk merawat dan melestarikannya.

Penyelamatan Cagar Budaya Indonesia mengharuskan ada sinergi yang kokoh antara pemerintah pusat dan daerah, pada semua level kebijakan untuk menyelamatkan Cagar Budaya dari pengrusakan dan/atau kemusnahan.

Tak hanya menegaskan keberadaannya, tetapi menyiapkan perangkat pembelajaran sejarah dan budaya didalamnya.

Cagar Budaya harus menjadi kesatuan penegasan karakter dan keperibadian bangsa, tempat mengaca diri sebagai cermin peradaban.

Jalan-jalan ke Bangunan Bersejarah Kota Makassar, lokasi Cagar Budaya. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Jalan-jalan ke Bangunan Bersejarah Kota Makassar, lokasi Cagar Budaya. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Mengenalkan Sejarah di Lokasi Cagar Budaya, Fort Rotterdam. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Mengenalkan Sejarah di Lokasi Cagar Budaya, Fort Rotterdam. (foto: mfaridwm/palontaraq)

Tak hanya itu, Pelestarian Cagar Budaya harus mencapai maksud sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3 UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, diantaranya untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya.

Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat juga dapat dilakukan melalui Pelestarian Cagar Budaya. Begitu pula upaya mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Jadi, peran serta masyarakat, khususnya dunia pendidikan sangat dibutuhkan dan terutama bersinergi dengan pemerintah dalam merawat Cagar Budaya dan tidak sekadar melihatnya sebagai romantisme masa lalu.

Traveling ke Kawasan Cagar Budaya

Sebagai Guru yang juga Blogger Traveler, menurut saya, salah satu cara seru menikmati khazanah kesejarahan adalah dengan mengajak Anak-anak, pelajar dan mahasiswa untuk studi wisata ke Situs/Kawasan Cagar Budaya.

Pembelajaran sejarah itu harusnya tak melulu dilakukan di kelas, anak-anak harus merasakan nuansa kesejarahan di masa lampau.

Traveling ke berbagai bangunan bersejarah, mengenali Tokoh-tokoh sejarah dengan jejak perjuangannya, memberikan pemahaman dan narasi terkait cagar budaya.

Kesemua kegiatan tersebut akan mendekatkan para pelajar dan mahasiswa terhadap kontekstualisasi sejarah yang dipelajari.

Studi Wisata Sejarah ke Fort Rotterdam, Makassar. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Studi Wisata Sejarah ke Fort Rotterdam, Makassar. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Penulis memandu Pelajar/Santri berwisata sejarah ke Kawasan Cagar Budaya, Fort Rotterdam, Makassar. (foto: ist/palontaraq)
Penulis memandu Pelajar/Santri berwisata sejarah ke Kawasan Cagar Budaya, Fort Rotterdam, Makassar. (foto: ist/palontaraq)
Penulis memandu para pelajar berwisata sejarah ke Kompleks Makam dan Masjid Kuno Katangka, Gowa. (foto: ist/palontaraq)
Penulis memandu para pelajar berwisata sejarah ke Kompleks Makam dan Masjid Kuno Katangka, Gowa. (foto: ist/palontaraq)

Traveling ke lokasi cagar budaya akan menjadi ajang wisata sejarah yang seru, menyenangkan, dan menambah wawasan.

Pengalaman Mengakrabkan diri dengan banyak kawasan Cagar Budaya bersama Lembaga Lingkar dan Komunitas Palontaraq di Kota Makassar dapat menjadi contoh kegiatan.

Ternyata di Kota Makassar sendiri, memiliki banyak cagar budaya yang memerlukan perhatian, kepedulian, perlindungan dan perawatan.

Diantaranya Fort Rotterdam, Benteng Somba Opu, Museum Kota Makassar, Gereja Immanuel, beberapa kompleks makam tua di Tallo dan Pallantikang, Klenteng Ibu Agung Bahari, Rumah Leluhur Lie, Rumah Leluhur Thoeng, dan yang lainnya.

Pembelajaran terhadap khazanah kesejarahan dan budaya yang mewarnainya adalah menarik untuk disajikan.

Tentang peradaban apa yang tercipta, bagaimana masyarakat pendukungnya, nilai kearifan lokal yang dianutnya, serta bagaimana pewarisan nilai itu masih bisa dirasakan kedahsyatannya di kekinian.

Sebagai penyelenggara Studi Wisata Sejarah, ada begitu banyak pengalaman dan khazanah pembelajaran yang tercipta dari mengunjungi situs Cagar Budaya.

Misalnya, penggambaran Makassar sebagai Kota ‘Multikultural’ sejak Abad XVI-XVII terasa lebih hidup dalam pikiran para pembelajar sejarah.

Nilai Penting dan Tantangan Pelestarian Cagar Budaya

Akademisi dan Dosen Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr. Arismunandar dalam Seminar Nasional Cagar Budaya di Hotel Singgasana Makassar, 21 Oktober 2019 menguraikan beberapa Nilai Penting dari Keberadaan Cagar Budaya dan Tantangan Pelestariannya.

Seminar Nasional Cagar Budaya. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Seminar Nasional Cagar Budaya di Hotel Singgasana, Kota Makassar (21/10/2019) (foto: ist/palontaraq)

Nilai Penting Cagar Budaya

1. Nilai Penting Sejarah

– Kemampuan sumber daya untuk menjadi bukti kehidupan manusia, baik pada masa prasejarah, sejarah, maupun yang berkaitan dengan peristiwa atau kejadian-kejadian tertentu yang mengandung sejarah penting.

– Nilai penting Etnik, penilaiannya berdasarkan pada kemampuan sumber daya untuk memberikan pemahaman latar belakang kehidupan sosial, keagamaan, mitologi dari bangsa tertentu.

– Pemukiman manusia masa lalu seringkali ditempatkan pada suatu bentang lahan tertentu sebagai jawaban terhadap faktor lingkungan faktor lingkungan yang berperan dalam menentukan penempatannya.

Bersama Dr. Arismunandar, Akademisi/Dosen Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM). (foto: ist/palontaraq)
Bersama Dr. Arismunandar, Akademisi/Dosen Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM). (foto: ist/palontaraq)

2. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

– Nilai penting ilmu pengetahuan didasarkan pada ketersediaan data atau informasi untuk melakukan penelitian sehingga menghasilkan pengetahuan baru dan dapat menjawab masalah penting dalam bidang ilmu tertentu.

– Cagar budaya tidak hanya milik para ahli arkeologi atau sejarawan, tetapi berbagai disiplin ilmu dapat memanfaatkan cagar budaya tersebut untuk memanfaatkan Cagar Budaya tersebut untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

– Nilai penting antropologis, yaitu jika dapat dilihat dari kemampuan Cagar Budaya untuk menjadi pengujian prinsip-prinsip antropologi, terutama yang berkaitan dengan perubahan budaya dalam bentang waktu yang lama.

3. Nilai Penting Arsitektural

– Kemampuan sumber daya budaya untuk mencerminkan keindahan seni rancang bangun yang khas, penggunaan bahan, keterampilan merancang, mewakili gaya rancang bangun suatu masa tertentu dan merupakan hasil penerapan teknologi.

Foto bersama dengan Para Pembicara dan peserta lain dalam Seminar Nasional Cagar Budaya di Hotel Singgasana, Kota Makassar. (foto: ist/palontaraq)
Foto bersama dengan Para Pembicara dan peserta lain dalam Seminar Nasional Cagar Budaya di Hotel Singgasana, Kota Makassar. (21/10/2019) (foto: ist/palontaraq)
Penulis di depan Pameran Foto Bangunan Bersejarah/Cagar Budaya Kota Makassar, Hotel Singgasana, Kota Makassar (21/10/2019) (foto: abbyonety/palontaraq)
Penulis di depan Pameran Foto Bangunan Bersejarah/Cagar Budaya Kota Makassar, Hotel Singgasana, Kota Makassar (21/10/2019) (foto: abbyonety/palontaraq)

4. Nilai Penting Pendidikan

– Cagar Budaya memberi manfaat dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang masa lampau.

– Nilai penting pendidikan yang terkandung pada kawasan Cagar Budaya tersebut, adalah tentang nilai pluralisme dan multikulturalisme, yang menjadi ciri dari kehidupan suatu masyarakat kota.

5. Nilai Penting Agama

– Nilai spiritual terkait dengan peran Cagar Budaya yang sangat penting dalam suatu agama ataupun kepercayaan, misalnya masjid, gereja, klenteng.

Gereja Immanuel di Pusat Kota Makassar, samping timur Balaikota. (foto: ist/palontaraq)
Gereja Immanuel sebagai Cagar Budaya di Pusat Kota Makassar, samping timur Balaikota, peninggalan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda (foto: ist/palontaraq)

6. Nilai Penting Kebudayaan

– Apabila sumberdaya budaya dapat mewakili pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan budaya, ataupun jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu.

– Nilai estetik, mempunyai kandungan unsur-unsur keindahan, baik yang terkait dengan gaya arsitek, seni rupa, seni hias, seni bangun, maupun bentuk-bentuk kesenian lain, yang meliputi keindahan bentuk, struktur maupun ornamen bangunan.

– Bangunan dan kawasan bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas dalam wujud arsitektural yang memberikan citra tersendiri bagi suatu kota.

Demikianlah Cagar Budaya dengan banyak nilai penting yang dapat digali dari keberadaannya, di sisi lain ada banyak pula tantangan dalam upaya pelestariannya.

Penulis dengan Para Pelajar di Kompleks Cagar Budaya, Makam Sultan Hasanuddin. (foto: ist/palontaraq)
Penulis dengan Para Pelajar/siswi di Kompleks Cagar Budaya, Makam Sultan Hasanuddin. (foto: ist/palontaraq)

Mengajak Rawat dan Lestarikan Cagar Budaya

Keseluruhan cagar budaya dalam berbagai bentuknya seharusnya menjadi milik bersama, milik bangsa, tidak menjadi milik etnis atau komunitas tertentu, tidak bersifat ekslusif, dan harus diposisikan sebagai warisan budaya bersama.

Inilah tantangan pelestariannya, cagar budaya dalam berbagai bentuknya seharusnya diketahui publik, ada keterbukaan akan keberadaannya, menjadi perlindungan dan perawatan pemerintah, diketahui lokasinya, sejarah bangunannya, termasuk isinya, pun dapat dengan mudah dikenali publik.

Selanjutnya cagar budaya dalam berbagai bentuknya bisa diakses masyarakat, sehingga mendapatkan perhatian dan kepedulian bersama.

Pemerintah bersama masyarakat dapat melakukan sinergi atas perlindungan, perawatan dan pengelolaannya secara profesional.

Pengelolaan kawasan cagar budaya sedapat mungkin tidak diarahkan untuk meraup keuntungan finansial atau dibisniskan dengan pelibatan pihak ketiga (investor), yang pada akhirnya merusak sebahagian atau seluruhnya kawasan Cagar Budaya dan apa saja yang ada didalamnya.

Itulah sebabnya upaya sosialisasi terhadap pentingnya pelestarian Cagar Budaya perlu terus dilakukan, baik kepada masyarakat maupun terhadap pemilik bangunan cagar budaya. Jangan sampai terjadi, kawasan Cagar Budaya menjadi bisnis pemerintah, jauh dari sentuhan penyelamatan sejarah, perlindungan dan perawatan cagar budaya.

Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten yang memiliki inisiatif melakukan penghapusan atau pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) terhadap bangunan cagar budaya patut diapresiasi.

Sebuah pesan agar situs budaya atau cagar budaya tidak menjadi bisnis pemerintah. (foto: ist/palontaraq)
Sebuah pesan agar situs budaya atau cagar budaya tidak menjadi bisnis pemerintah. (foto: ist/palontaraq)

Mari lakukan upaya kepedulian dan pelestarian bersama terhadap Cagar Budaya di sekitar kita, di kota kita, di negara kita. Jangan sekali-kali melupakan sejarah dan menafikan bukti-bukti sejarah yang ada dengan tetap peduli pada pelestarian cagar budaya.

Untuk Cagar Budaya kita, mari menjaga dan merawatnya dengan bijak. Sebab jika tidak, lambat laun akan musnah dan kita kehilangan sejarah, merayap dalam kegelapan dan gagap menghadapi masa depan. Untuk Cagar budaya kita, mari jaga, rawat, dan lestarikan!

***

Yuk,  Teman-teman Blogger ikuti “Lomba Blog Cagar Budaya Indonesia“. Tema kompetisi Blog kali ini bertema, “Rawat atau Musnah!” yang dapat diikuti oleh blogger aktif, blog berumur minimal 1 tahun dan top level domain.

Beberapa ketentuan kompetisi ialah tulisan harus asli, tidak mengandung konten plagiat dan belum pernah dilombakan sebelumnya. Panjang tulisan minimal 600 kata, ditulis dengan Bahasa Indonesia yang baik, santun, tidak mengandung konten SARA ataupun pornografi, dengan tema Cagar Budaya Indonesia. Judul harus mengandung kata: Cagar Budaya Indonesia dan diberikan link ke https: //kebudayaan.kemdikbud.go.id

Selengkapnya persyaratan Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia ini dapat dilihat: DISINI  dan DISINI

Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia
Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia

Tulisan terkait: 

Menengok Koleksi Museum Kota Makassar

Menelusuri Sejarah Makassar di Fort Rotterdam

Wisata Sejarah ke Benteng Sombaopu

Ada Apa di Vihara Ibu Agung Bahari 

Mau Studi Wisata Sejarah Makassar, Baca Dulu Ini!

Palontaraq ajak Studi Wisata Sejarah Sulsel

 

2 KOMENTAR

    • Benar sekali mas, Banyak sekali cagar budaya musnah karena investor melihatnya dari sisi ekonomi, sementara dari sisi pemerintah terlambat untuk menyelamatkannya. Masyarakatpun banyak diantaranya yang acuh dan tak peduli lagi tentang cagar budaya yang seharusnya dirawat dan dijaga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT