BerandaFeatureMenjadi Relawan, Mengapa Tidak?

Menjadi Relawan, Mengapa Tidak?

Relawan Bencana Gempa Lombok, ARPS Sulsel di depan Posko Induk MRI_ACT NTB. (foto: ist/palontaraq)
Relawan Bencana Gempa Lombok, ARPS Sulsel di depan Posko Induk MRI_ACT NTB. (foto: ist/palontaraq)

Oleh:  Muhammad Farid Wajdi

PALONTARAQ.ID – MENJADI  relawan atau volunteer merupakan pilihan bagi setiap orang.  Banyak juga yang mengatakan bahwa menjadi relawan adalah panggilan jiwa.  Mereka yang pernah menjadi relawan, mengungkapkan kesyukurannya dapat menjadi relawan.

Alasannya, karena dari sekian banyak orang, dirinyalah yang terpanggil untuk membantu mereka yang kesusahan atau terkena bencana.  Artinya, menjadi seorang relawan adalah suatu kehormatan, menjadi saksi dan bagian dari perubahan sosial dari daerah yang terkena bencana.

Lihat juga: Aliansi Relawan Pendidikan Sulsel bantu Lombok-NTB

Tidak setiap orang dapat meluangkan waktunya untuk menjadi relawan. Tapi tak sedikit pula, sosok peduli yang rela meninggalkan pekerjaan dan rutinitasnya demi menjadi seorang relawan.  Hatinya miris melihat kondisi sosial yang terjadi. Hatinya tergerak untuk turun membantu.

Seorang relawan itu, hatinya gelisah jika belum berbuat sesuatu yang berarti bagi masyarakat sekitar dan lingkungannya.  Mereka yang berjiwa peduli, ringan berbagi, dan senang membantu, adalah sosok yang selalu bergerak dan berbuat apa saja demi meringankan beban orang lain yang membutuhkan.

Lihat juga: ARPSS Goes to Lombok

Relawan dengan sendiri menjadi tonggak sejarah perubahan dan wajah suatu daerah.  Para pengamat sosial mengatakan bahwa jika di suatu daerah atau negeri memiliki banyak relawan, maka itu salah satu pertanda bahwa di daerah itu atau di negeri itu, masyarakatnya memiliki jiwa sosial yang tinggi, gotong royongnya tinggi,  perhatian dan jiwa saling bantu membantunya tinggi, perasaan senasib sepenanggungan antar warganya tinggi.

Tak salah jika kemudian ada hari khusus untuk merefleksikan kegiatan para relawan, yaitu  tanggal 5 Desember yang diperingati sebagai Hari Relawan Sedunia (World Volunteer Day).

Kondisi sekolah yang rusak karena gempa di Lombok Timur, 2018. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Kondisi sekolah yang rusak karena gempa di Lombok Timur, 2018. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Kondisi sekolah yang rusak karena gempa di Lombok Timur, 2018. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Kondisi sekolah yang rusak karena gempa di Lombok Timur, 2018. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)

Lihat juga: Nilai Diri

Relawan, sukarelawan atau volunteer adalah orang yang dengan sukarela dan bersedia menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi. Bisa organisasi amal, organisasi sosial, komunitas, dan yang lainnya.  Dengan tanggung jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan pelatihan khusus.

Relawan adalah mereka yang mampu mendedikasikan kemampuannya secara ikhlas untuk pengembangan organisasi, lingkungan dan masyarakatnya.

Dalam hal berkontribusi, relawan itu ialah yang secara sukarela menyumbangkan waktunya, tenaganya, pikirannya, dan bahkan hartanya untuk peduli, berbagi, dan membantu.

Lihat juga: Relawan ARPS Rawat Korban Gempa Palu di RSWS

Meskipun demikian,  menjadi relawan tetap memerlukan prinsip kebersamaan dan profesionalisme tinggi agar kontribusi dan bantuan yang diberikan tetap berkualitas, tepat sasaran, dan meringankan dan memberdayakan masyarakat.

Secara konsep, relawan sama dengan pekerja sosial, tapi pekerja sosial di satu sisi ada yang memang digaji secara oleh pemerintah dan menjadi satu profesi tersendiri dalam instansi pemerintah. Begitu pula halnya dengan pekerja kemanusiaan dan kesehatan.

Relawan yang secara khusus, dia adalah benar-benar relawan adalah mereka yang benar-benar “rela” turun membantu, tulus, ikhlas, tanpa pamrih, dan tentu saja tak bergaji, serta malahan dia yang mengeluarkan gajinya untuk mendukung kontribusi dan bantuannya.

Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Selamatkan generasi – Relawan pendidikan turun mengajar agar proses belajar mengajar tidak terhenti (foto: ist/palontaraq)

Selama ini kita mungkin hanya tahu dalam bentuk kerja bakti, bersih-bersih lingkungan, donasi ke panti asuhan,  Padahal kerja-kerja relawan saat ini sudah sangat meluas seiring dengan semakin tingginya kepedulian sosial terhadap masyarakat.

Kerja dan kepedulian seorang relawan bisa dalam banyak bentuk, termasuk  mendongeng,  mengajar membaca dan menulis, mengajar mengaji, membacakan buku cerita di panti asuhan,  membantu membersihkan sampah plastik di jalanan sekitar rumah, penanaman pohon penghijauan, dukungan pengajaran di sekolah, kelas inspirasi, dan lain sebagainya.

Relawan Pendidikan

Pendidikan adalah masalah kita bersama. Masalah setiap warga negara, dan tak hanya sekadar tugas dari pemerintah dan wakil rakyat. Dalam banyak prakteknya, pendidikan tak seindah sajian infografis dan statistik pemerintah. Di lapangan, banyak sekali ketimpangan, khususnya pada daerah-daerah pedalaman, terpencil, dan sulit dijangkau.

Beragam masalah pendidikan itu, mulai dari guru yang tidak pernah ada, kelas yang hampir rubuh, kelas yang menjadi kandang kambing, listrik tidak ada di sekolah, rendahnya gaji guru di daerah terpencil,  bujang sekolah yang merangkap jadi guru, ataukah guru yang mengajar semua kelas karena hanya guru satu-satunya yang bertahan di sekolah itu.

Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)

Kompleksitas masalah pendidikan itu ternyata tidak bisa ditangani sepenuhnya oleh pemerintah, dan bahkan banyak diantaranya tidak diketahui oleh wakil rakyat yang katanya ‘merakyat’.

Sementara, waktu terus berjalan. Negeri ini butuh menyiapkan bibit-bibit masa depan.  Negeri ini butuh generasi baru yang lebih tangguh ke depannya dalam menjawab tantangan perubahan.  Pembagian kue pembangunan, khususnya dalam sektor pendidikan menjadi tidak merata dan hanya menyentuh sebagian besar wilayah perkotaan.

Baca juga:  Arti Menjadi Relawan (Bagian Pertama)Arti Menjadi Relawan (Bagian Kedua)

Pendidikan yang masih belum merata di seluruh pelosok ini menjadi tugas kita bersama.  Pemerintah jelas tidak bisa mengatasi semua permasalahan pendidikan. Banyak kendalanya, khususnya yang selalu dikeluhkan adalah masalah anggaran yang terbatas. Sayangnya, para relawan di lapangan membangun paradigma berpikir tidak seperti itu.

Yang penting peduli dulu. Yang penting lihat dulu. Yang penting turun dulu.  Pelajari potensi sosial, kendalanya, apa saja yang dibutuhkan, dan langsung beraksi secara bertahap turun membangun motivasi belajar.  Persoalan sarana dan prasarana pendidikan akan diurus belakangan.  Disinilah kelebihan para relawan dalam mengatasi masalah.

Relawan pendidikan fungsinya memberikan stimulus, perhatian dan kepedulian pada sektor pendidikan anak bangsa.  Publikasi terhadap kegiatan relawan tidak lain hanya dimaksudkan untuk menggugah dan memotivasi stake holder lainnya, khususnya pemerintah untuk lebih memperhatikan bengkalai pendidikan yang ada, terutama di daerah tertinggal dan daerah bencana.

Sistem pendidikan yang masih terpusat di kota menjadikan sistem pendidikan kita tidak merata. Padahal masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan cenderung lebih banyak dibanding di kota.

Alasan Menjadi Relawan

Banyak alasan  untuk menjadi relawan,  menghindari kejenuhan atau kebosanan dari ritunitas, tapi disisi lain yang lebih kuat adalah dorongan untuk membantu.

Karena itu alasan yang mendasar seorang relawan adalah panggilan jiwa.  Alasan gairah (passion), mengisi waktu luang,  menambah teman,  berkontribusi dalam organisasi, adalah alasan-alasan penambah saja.

Intinya, menjadi relawan adalah salah satu bentuk bekerja tanpa pamrih, bekerja tanpa imbalan uang,  bekerja atas dedikasi dan keikhlasan,  sekaligus ikut menyuarakan atas isu yang diperjuangkan.

Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengisi kekosongan mengajar paska gempa di Lombok Timur (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)
Para relawan pendidikan mengajar di sekolah darurat. (foto: ist/palontaraq)

Menjadi relawan, dan dalam jumlah banyak di lapangan, tentu tidak otomatis masalah teratasi.  Disinilah pentingnya koordinasi, diskusi, membangun kebersamaan antar komunitas,  sharing pengalaman, memahami kondisi sosial budaya setempat, serta simpatik dalam realisasi program.

Tak sedikit masyarakat menerima relawan karena simpatik, pergaulan yang baik, pendekatan persuasifnya serta dan kebaikan budi bahasanya, bukan karena programnya.

Inilah sebenarnya langkah pertama dalam mengatasi segala hambatan dan tantangan di lapangan.  Beban yang harus menjadi amanah wajib hukumnya untuk di laksanakan dalam menuntaskan kerja-kerja relawan.

Baca juga: Relawan Pendidikan Indonesia peduli Kampung Muallaf

Bagi seorang relawan,  “Beban dan keuntungan itu seperti hukum alam, ketika kita memberi itu berarti kita akan menerima.”

Nah, para relawan harus belajar bahwa apa yang didedikasikan untuk sesama, pada akhirnya akan berdampak kebaikan pada diri relawan itu sendiri.

Relawan bisa belajar banyak tentang sosial budaya setempat dan Nilai-nilai kehidupan. Disinilah,  kepuasan psikologis maupun kepuasan spiritual menjadi relawan.

Ketika menjadi relawan kita juga secara tidak langsung mendapatkan pengalaman hidup dari banyak orang, dari mengenal banyak karakter, dan dari situ kita tertantang untuk menata hati  lebih ikhlas berbuat.  Jadi, mau menjadi relawan? Mengapa tidak! (*)

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT