BerandaSejarah Kebudayaan IslamDetik-detik Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah

Detik-detik Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah

Oleh: Etta Adil dan Ummu ‘Adil

PALONTARAQ.ID – SAYYIDAH Khadijah adalah istri pertama Rasulullah. Nasab lengkapnya, Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay al-Quraisyiah al-Asadiyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah bin Jundub. Beliau dilahirkan di Mekah tahun 68 sebelum hijrah.

Sayyidah Khadijah merupakan orang yang pertama kali beriman kepada Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW. Orang yang sangat berjasa bagi dakwah Rasulullah SAW dan penyebaran agama Islam.

Siti Khadijah wafat pada hari ke-11 bulan Ramadlan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Khadijah radhiyallahu anha wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun.

Diriwayatkan, ketika Sayyidah Khadijah sakit menjelang ajal, Khadijah berkata kepada Rasululllah SAW, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah SAW, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”

“Jauh dari itu ya, Khadijah. Engkau telah mendukung dawah Islam sepenuhnya,” jawab Rasulullah.  Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku.”

Mendengar itu Rasulullah SAW berkata, “Wahai Khadijah, Allah SWT menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga”.

Lihat juga: Sejarah dan Peristiwa Penting dalam Bulan Ramadan (1)

Ummul mukminin, Sayyidah Khadijah pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan suami tercinta, Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW mendekap Khadijah, istri beliau itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia beliau dan semua orang yang ada disitu.

Saat itu Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan. Rasulullah menjawab salam Jibril dan kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”

“Kain kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk putrimu, Fatimah, Ali bin Abu Thalib dan Hasan,” jawab Jibril.  Usai berujar demikian, Malaikat Jibril berhenti berkata dan kemudian menangis.  Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”

“Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kain kafan dan tak dimandikan,” sahut Jibril.

Rasulullah SAW berkata di dekat jasad Khadijah, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah SWT, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah SWT Maha mengetahui semua amalanmu.  Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?”

Lihat juga: Hari Keempat Ramadhan: Penyerahan Bendera Perang Pertama dalam Islam

Tersedu Rasulullah SAW mengenang istrinya semasa hidup. Seluruh kekayaan Sayyidah Khadijah diserahkan kepada Rasulullah SAW untuk perjuangan Agama dan dakwah Islam.

Dua per tiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah, tetapi ketika Khadijah hendak menjelang wafat, tidak ada kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasad Khadijah. Bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat kumuh dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.

Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, ya Ilahi Rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?

Tiba-tiba Ali berkata, “Aku, Ya Rasulullah!”

***

Dikisahkan, suatu hari ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, Beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut, dan hendak berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu.”

Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi.  Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makananpun tak punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah radhiyallahu anha.

Lihat juga: Hari Ketiga Ramadhan: Wafatnya Fatimah Az-Zahra, Penghulu Wanita di Surga

Kemudian Beliau SAW mengambil Fatimah dari gendongan istri Khadijah, lalu diletakkan di tempat tidur. Rasulullah SAW yang lelah seusai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah manusia itu lalu berbaring di pangkuan Khadijah.

Rasulullah SAW tertidur. Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah. Beliau pun terjaga. “Wahai Khadijah Mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?” – tanya Rasulullah dengan lembut.

“Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat Khadijah, istrinya menangis.

“Wahai suamiku. Wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan.” jawab Khadijah.

“Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNYA.  Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNYA.  Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya.”

“Wahai Rasulullah. Sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini.”

“Wahai Rasulullah. Sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai, namun engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambilah tulang belulangku. Jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.”

“Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah SWT. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah.” – ujar Khadijah radhiyallahu anha.

Lihat juga: Setetes Hikmah dari Samudera Al-Qur’an

Karena itu, peristiwa wafatnya Sayyidah Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah SAW. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah SAW ketika itu karena dua orang yang dicintainya yaitu istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib telah wafat, dua sosok ini yang ketika itu terdepan membantu perjuangan dakwah Rasulullah SAW.

Tahun itu disebut sebagai Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah SAW. “Ilaa hadlratin Nabiyyil musthafa, wa ilaa Khadijah al Kubra, al Fatihah.”

Demikianlah sekilas pandang, cerita yang sangat mengharukan tentang wafatnya Ummul Mukminin, Khadijah, radhiyallhu anha yang penulis kutip dari Kitab Al Busyro, yang ditulis Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliky al Hasani.

Demikian, semoga bermanfaat adanya. Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)

 

(* Etta Adil dan Ummu ‘Adil, Pengasuh Ponpes Modern Putri IMMIM Pangkep.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT