BerandaKhazanahKurma dan Makanan Manis saat Berbuka Puasa

Kurma dan Makanan Manis saat Berbuka Puasa

Oleh: Muhammad Farid Wajdi

Tulisan Sebelumnya: Mengenal Air Nabeez dan Manfaatnya

PALONTARAQ.ID – Banyak sekali pemahaman yang salah terkait makanan yang mesti dikonsumsi pada saat buka puasa di Bulan suci Ramadhan. Masyhur di masyarakat muslim Indonesia, bahwa untuk buka puasa dianjurkan untuk makan-makanan manis. Hal ini merupakan pemahaman yang salah.

Pemahaman umum masyarakat tentang berbuka puasa dengan yang manis-manis adalah sebenarnya iklan makanan dan minuman. Kalau di Indonesia, di bulan Ramadan bertebaran iklan sirop berbagai jenis dan merk.

Jadi, berbuka dengan yang manis-manis itu bukanlah perkataan yang bersumber dari hadits atau sunnah Nabi Muhammad SAW.

Lebih berbahaya lagi, karena dalam kenyataannya, praktek berbuka puasa masyarakat memang menyediakan minuman dan makanan manis, dalam jumlah berlebih dan sifatnya instan, dalam bentuk minuman dingin.

Darimana muasal kebiasaan berbuka dengan yang manis, yang seakan dianggap sebagai ’sunnah Nabi’ tersebut? Berbuka puasa dengan makanan manis-manis yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru bisa merusak kesehatan.

Lihat juga: Muslim Dianjurkan Konsumsi Ini: Madu, Air Zamzam, dan Kurma

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Adalah Rasulullah berbuka puasa dengan Rutab (kurma basah; kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud).

Buka puasa, cukup dengan kurma dan air putih. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Buka puasa, cukup dengan kurma dan air putih. (foto: mfaridwm/palontaraq)

Nabi Muhammad SAW berkata, “Apabila kamu berbuka puasa diantara kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”

Nah, Rasulullah SAW berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka puasa dengan air. Samakah kurma dengan ‘yang manis-manis’?

Jawabnya tentu “Tidak!” Karena Kurma adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate), sedang gula dalam makanan atau minuman yang manis-manis saat berbuka puasa adalah karbohidrat sederhana (simple carbohydrate).

Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis. Kurma segar merupakan buah bernutrisi tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak menggemukkan.

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah karbohidrat kompleks.

Karbohidrat kompleks, seperti halnya nasi, untuk menjadi glikogen, perlu diproses sehingga makan waktu. Tapi kurma yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan Ramadhan banyak yang sudah berupa ‘manisan kurma’, bukan lagi kurma segar. Itu satu masalah tersendiri.

Lihat juga:  Belajar dari Pohon Kurma: Jadilah Pemenang Kehidupan

Makanan Manis saat Berbuka Puasa Merusak Kesehatan

Manisan kurma ini justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet dalam perjalanan ekspornya. Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan? Karena kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Dan itu sangat tidak sehat.

Pernahkah kita mendengar istilah ‘indeks glikemik’ (glycemic index/GI)? Glycemic Index (GI) yaitu laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respons insulin.

Es Pisang Ijo. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Es Pisang Ijo, serba manis. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Jangan berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman manis saat berbuka puasa. (foto: mfaridwm/palontaraq)
Jangan berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman manis saat buka puasa. (foto: mfaridwm/palontaraq)

Itulah sebabnya, Para pengajur gaya hidup sehat, akan sangat menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa mungkin mereka hanya mengonsumsi makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa? Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.

Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari sebagai akibat dari berlebihannya mengonsumsi makanan dan minuman manis. Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) maka respon insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

Sunnah Berbuka

Jadi, cukuplah dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Berbuka puasalah dengan kurma, buah kurma asli (bukan manisan kurma).  Kurma, sunnah dikonsumsi dalam jumlah ganjil, 1, 3, dan paling banyak 5, saat berbuka puasa. Atau cukup dengan tiga biji kurma dan segelas air putih.

Untuk ukuran Indonesia, jika tidak ada kurma, baik kurma basah maupun kurma kering, maka cukuplah dengan 1-3 biji kue berbahan tepung beras dan segelas air putih hangat.

Lihat juga: Berobat dengan Kurma Madinah

Jangan mengagetkan perut (lambung) yang seharian kosong dengan langsung mengonsumsi beragam jenis makanan dan minuman manis, itupun biasanya dalam bentuk makanan pedas dan minuman dingin.

Nanti setelah menunaikan Shalat Maghrib, baru makan nasi seperti biasa, sebisa mungkin dengan porsi karbohidrat-protein-lemak-air putih hangat, secara proporsional.

Berbuka puasa sekalipun harus sabar, tidak dalam kerangka ‘balas dendam’ karena puasa seharian.  Ini justru saat yang penting untuk melatih melawan keinginan hawa nafsu ‘makan sekenyang-kenyangnya’.

Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah SAW, “Makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang.” Juga, isi sepertiga perut dengan makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya biarkan kosong untuk ruang udara (nafas).

Kurma. (foto: ist/palontaraq)
Kurma basah. (foto: ist/palontaraq)

“Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar barulah makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang,” kata Rasulullah.

“Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma’di Kasib).

Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT