BerandaSosial BudayaBahasa DaerahAksara Lontaraq Terancam Punah

Aksara Lontaraq Terancam Punah

Oleh:  M. Farid W Makkulau

PALONTARAQ.ID – SETELAH berpulangnya Muhammad Salim, penerjemah dan penafsir Sureq Galigo, kitab sastra epik Bugis Kuno yang diakui sebagai salah satu karya sastra terpanjang di dunia, praktis tokoh dari kalangan generasi tua yang bisa menerjemahkan dan menafsirkan Kitab I La Galigo tidak ada lagi.

Jangankan Sureq Galigo, Lontaraq pun terancam kehilangan generasi. Nama-nama seperti Djirong Basang Daeng Ngewa yang dahulunya aktif menulis buku pelajaran Bahasa Makassar juga kehilangan penerus.

Bahasa Daerah Makassar dan Bugis yang di sekolah SD dan SMP dijadikan muatan lokal diajarkan tanpa gairah, itupun terbatas hanya ada dalam ruangan kelas selama satu jam. Anak-anak lebih memilih Bahasa Indonesia dalam pergaulan kesehariannya, baik di sekolah maupun di rumah.

Sementara di Perguruan Tinggi, jurusan Bahasa dan Sastra Daerah setiap tahun semakin turun peminatnya. Ada yang salah dengan pengajaran Bahasa Daerah kita, karena umumnya pengajar tak mengaitkannya dalam konteks kesejarahan dan nilai budaya yang melingkupinya.

Pustaka Lontara (sumber foto: Historia)
Pustaka Lontaraq (sumber foto: Historia)

Lontaraq yang dahulunya banyak disimpan di rumah penduduk, kini semakin kurang yang memperhatikannya bahkan dimakan rayap dan lapuk dimakan usia sebelum diinventarisasi dan dimasukkan dalam Museum.

Naskah Lontaraq dari masa lalu boleh jadi nantinya hanya ditemukan fisiknya di Museum, tanpa ada lagi yang bisa menuliskannya. Begitu pula bahasa daerah aslinya, terancam ditinggalkan, dilupakan dan terlupakan oleh generasinya.

Sangat sulit lagi menemukan sosok seperti Muhammad Salim dan Djirong Basang Daeng Ngewa. Beliau berdua orang yang konsisten dalam bidang penulisan dan penerjemahan Bahasa dan Sastra Daerah.

Karya yang sudah lahir dari tangan Muhammad Salim adalah transliterasi dan terjemahan 12 jilid Sureq Galigo karya Arung Pancana Toa, Lontaraq Sidenreng, Lontaraq Soppeng dan Luwu, Budhistihara, Pappaseng, dan Lontaraq Enrekang.

aksara-lontara (sumber: revius)
aksara-lontara (sumber: revius)

Sementara Djirong Basang Ngewa adalah penulis buku-buku Pelajaran Bahasa Daerah Makassar (Pappilajarang Basa Mangkasarak) yang sangat produktif. Sebagian besar bukunya dijadikan Panduan dalam pengajaran muatan lokal untuk Tingkat SD dan SMP di Sulawesi Selatan.

Sepinya peminat Bahasa dan Sastra Daerah, dari tingkat SD, SMP dan Perguruan Tinggi (Untuk SMA tidak diajarkan lagi) semakin membuat Lontaraq dan Bahasa Daerah Bugis Makassar terancam dilupakan dan terlupakan.

Bahasa Daerah sebagai bahasa ibu ini semakin terpinggirkan ditengah menjamurnya bahasa gaul di kalangan remaja dan mahasiswa akibat pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Kalaupun masih ada yang menggunakan dan atau menuturkan Bahasa Daerah dalam pergaulan hidupnya maka sesungguhnya itu banyak diantaranya tidak asli lagi, sudah bercampur dan dipengaruhi Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia.

Akhirnya, menjadi pertanyaan besar bagi kita semua. Ancaman punahnya Bahasa Bugis dan Makassar bukan hanya terjadi di Sulawesi Selatan, tapi juga menjadi ancaman bagi semua bahasa etnik di Nusantara.

Padahal ini bukan hanya menyangkut bahasa dan aksara, tetapi juga menyangkut banyaknya kearifan lokal yang terkandung dalam bahasa dan aksara itu, kearifan yang melahirkan begitu banyak peradaban indah dan menakjubkan di wilayah Nusantara ini.

Pelajaran Bahasa, Sastra dan Kebudayaan Daerah seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Peran serta semua pihak dibutuhkan untuk menyelamatkan aset kultural bangsa ini. Mari membicarakannya, semoga saja kita masih sempat melestarikannya. (*).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT