BerandaKolomEGO (36-38)

EGO (36-38)

Ilustrasi
Ilustrasi EGO (38). (foto: ist/palontaraq)

Tulisan Sebelumnya:  EGO (33-35)

EGO (36): Masih pagi sekali, aku mendesak istri agar ikut denganku ke Pangkajene. Tujuanku: mengambil koran langganan dan singgah di warung gazebo mengasup bubur ayam. Istri bergeming, dan hanya berujar lirih, “Etta saja yang pergi. Ummi banyak pekerjaan kalau hari libur begini. Singgahlah jemput anak kita Adil di rumah neneknya. Ajak sekalian sarapan di gazebo,” ujarnya.

Aku berlalu dan segera memacu sepeda motor menuju rumah mertua. Disana kudesak anakku agar menemani ke Pangkajene. “Kalau Adil tidak mau ikut, Etta akan makan sendiri di gazebo,” ujarku.

Adil anakku menyatakan tidak mau ikut kalau tidak turut serta mamanya dan ia kemudian lebih memilih ikut kakeknya ke empang. Di Pangkajene, usai mengambil koran langganan di terminal, aku memarkir sepeda motor di depan warung gazebo dan saat hendak memesan bubur ayam, tiba-tiba seorang kawan karib menegur, “Mana istri dan anak, kok tidak diajak” tanyanya.

“Ada. Ini lagi mau pesan bubur ayam buat mereka,” jawabku sekenanya.

Aku mengebut sepeda motor pulang ke rumah usai menerima pesanan bubur ayam dan lupa pamit kepada kawan yang tengah asyik mengasup bubur ayam bersama istri dan kedua anaknya.

Catatan Ego (36) Etta Adil, Pangkep, 14 Oktober 2012.

EGO (37): Seorang kawan mengenalkanku pada sebuah rumah makan yang sering disinggahinya. Aku sangat menikmati ikan bakar, pallu mara, dan sayur lodeh, yang merupakan menu utama di rumah makan itu.

Sederhana tapi nikmat, apalagi sajian pallu mara yang turut pula kusikat tak bersisa. Tuntas sudah teratasi keluhan laparku di siang hari itu yang dengan sadar kuhabiskan nasi dua piring.

Tak lama berselang usai kami makan dan lagi asyik mengepulkan asap rokok, rombongan wakil bupati turut singgah makan siang di tempat itu. Aku berdiri menjabat tangannya, bercipika cipiki dan saling menanyakan kabar seperti biasanya.

Aku dan kawanku pamit lebih dahulu, setelah pak wakil bupati menyatakan bahwa dia saja yang ‘tangkis’ semua makanan kami.

Dalam perjalanan pulang, kawanku itu menegur kalau kami lupa mengucapkan terima kasih. “Ah tak usah, itu sudah kewajibannya untuk membayarkan makanan kita. Kita kan rakyatnya yang lagi kelaparan,” ujarku seraya dalam hati mengucap syukur saat memeriksa isi dompet yang semakin menipis.

Catatan Ego (37) Etta Adil, Pangkep, 15 Oktober 2012.

EGO (38): “Matemija. Matilah aku!” Keringat dingin bercucuran. Seribu pertanyaan menggelayut di pikiranku dan aku tak mampu menemukan jawab atas laptopku yang tak bisa dinyalakan.

“Arrggghhhhhhhhhhhhh.” Aku marah dan mengumpat diri sendiri, terbayang banyaknya data, foto, video, dan tulisan di laptop yang belum kusimpan di flashdisk atau di compact disk.

Sehari sebelumnya tas berisi laptop terjatuh saat sepeda motor baru akan kukendarai dan saat sempat kubuka, laptop tak bisa dinyalakan dan tak ada tanda on saat laptop dicharge.

Sempat terpikir untuk menghubungi beberapa kawan pegiat ICT dan ahli komputer, tapi saat kutelepon aku tak mampu mengadukan masalahku selain basa basi menanyakan kabar.
Istri yang melihatku uring-uringan, bergeming dan tak mampu berbuat apa-apa, walau dia sempat menawarkan pendapatnya, “Beli laptop baru saja, Etta”.

Aku tambah pusing, menyadari hal tersebut sama sekali bukan solusi karena yang kubutuhkan adalah data tersimpan dalam laptop itu. “Data itu sekarang lebih mahal dari harga laptop itu”.

Tapi ya sudahlah …. mungkin ini memang sudah nasibku, jika tak bisa diperbaiki berarti harus memulai lagi awal, mengulangi kerja tiga tahun sebelumnya. Duh,” keluhku dalam hati.

Aku beranjak dari rumah dengan kepala tertunduk lesu menuju masjid. Usai Shalat Magrib, aku berdo’a lain dari biasanya, “Ya Tuhan, perbaiki laptopku. kembalikan dataku, tulisanku, file foto dan videoku. Ya Tuhan, aku tak bisa hidup tanpa laptop itu. Ya Tuhan, perkenankanlah dan terimalah do’aku ini”.

Sepulang dari shalat, aku temukan laptopku di kamar dalam keadaan menyala dan tampak file game baru saja dimainkan.

“Itu laptop sudah bagus, barusan anatta Adil pakai untuk game,” ujar istri seraya mengabarkan bahwa laptopnya tidak apa-apa tapi yang bersoal adalah stop kontak listrik hingga laptop tak bisa dicharge.

“Aku kira bukan karena itu, tapi karena doa’ku dikabulkan Tuhan,” ujarku seraya memeluk laptop kesayangan.

Catatan Ego (38) Etta Adil, Pangkep, 16 Oktober 2012.

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT