BerandaCerita RakyatCerita Rakyat: Sitti Naharira (3)

Cerita Rakyat: Sitti Naharira (3)

Oleh: H. Djamaluddin Hatibu

Tulisan sebelumnya:  Cerita Rakyat: Sitti Naharira (2)

PALONTARAQ.ID – Sementara Nakhoda Hasan menunggu dengan harap-harap cemas berharap pinangannya diterima. Belum lagi sempurna duduknya, Punggawa Bonang sudah mulai menceritakan pengalamannya dijamu Sitti Naharira yang menurutnya sedikit aneh.

Teh yang seharusnya diminum tapi disuruh makan, sementara kue harusnya dimakan malah disuruh minum.  ”Apa kira-kira maksudnya ya?” tanya Nakhoda Hasan penasaran.

”Ah sudahlah, mungkin hanya basa-basi saja” kata Punggawa Bonang sambil mengibaskan tangannya.

Nakhoda Hasan sudah tidak sabar ingin mendengar hasil kunjungan Punggawa Bonang, dengan menggeser posisi duduk mendekati Punggawa Bonang ia pun bertanya,”Bagaimana hasilnya?”

“Hanya dua hal yang menjadi syarat permintaannya. Yang pertama, laki-laki itu  bersedia mengamalkan pesan ayah bunda Sitti Naharira yang mengatakan kalau ada sesuatu yang engkau ingin kerjakan pikirkan matang-matang, bawalah ia berjalan, bawalah ia duduk, dan bawalah ia berbaring.”

“Sebab bila keliru mengambil keputusan, engkau akan menyesal berkepanjangan. Yang kedua, buatkan rumah menurut keinginannya, mulai dari model, ukuran dan perabotnya.  Kalau Nakhoda Hasan  mampu, maksud itupun jadilah. Bila kedua syarat itu terpenuhi maka barulah dibicarakan hari dan waktu baik untuk hari pernikahan” kata Punggawa Bonang antusias.

“Kenapa tidak langsung mengiyakan kehendak Sitti Naharira?” tanya Nakhoda Hasan dengan wajah berbinar.

“Ayo segera temui Sitti Naharira, sampaikan bahwa semua syarat itu aku terima. Jangan lupa singgah di perahu sampaikan kepada sawi supaya memindahkan perahu ke sini. Ada beberapa barang yang bisa diturunkan dan dijadikan uang,” – Perintah Nakhoda Hasan dengan semangat.

Bergegaslah Punggawa Bonang melaksanakan apa yang diamanatkan  Nakhoda Hasan,  terlebih memang seperti itulah harapannya. Setelah menyampaikan kesanggupan Nakhoda Hasan ia juga menyampaikan pesan Nakhoda Hasan agar para sawi memindahkan perahu dekat rumahnya.

Tanpa membuang waktu Nakhoda Hasan segera mewujudkan rumah sesuai keinginan Sitti Naharira. Pembangunan rumah itu memakan waktu sepuluh hari. Setelah siap segalanya diundanglah Sitti Naharira melihat rumah tersebut.

Sitti Naharira mengukur panjang, lebar, tinggi kolong, dan badan rumah. Setiap petak dan sudut diperhatikan dengan detail. Tak lupa diamatinya dengan seksama perabotan yang menjadi syaratnya. Setelah menelisik dengan cermat, Sitti Naharira merasa puas.

“Setelah salat isya berkunjunglah ke rumah dan kita selesaikan kesepakatan kita. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua”, kata Sitti Naharira sebelum pamit.

Tibalah hari yang dianggap baik, sesuai kesepakatan pernikahan Sitti Naharira dan Nakhoda Hasan pun berlangsung meriah. Masyarakat negeri itu tumpah ruah menghadiri pesta. Mereka berkumpul di baruga. Aneka makanan nikmat dan minuman pelipur dahaga dihidangan.

Para tamu berdecak kagum melihat kecantikan Sitti Naharira. Gendang dan pui-pui dibunyikan bertalu-talu. Tiada terkira ramainya pesta pernikahan itu. Sedang kedua mempelai larut dalam suka cita. Bahagia tersirat dalam pancaran mata keduanya.

 

Bersambung  …….

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT