BerandaCerita RakyatCerita Rakyat: Sitti Naharira (2)

Cerita Rakyat: Sitti Naharira (2)

Oleh: H. Djamaluddin Hatibu

Tulisan sebelumnya: Cerita Rakyat: Sitti Naharira (1)

PALONTARAQ.ID –  Sesuai dengan waktu yang telah disepakati, maka berangkatlah Punggawa Bonang ke rumah  Sitti Naharira. Dengan mengenakan jas tutup, songkok biring, dipadu sarung sutera cure’ lebba (motif kotak-kotak besar).

Tidak lupa perhiasan antik dipasang di kantong bajunya, Punggawa Bonang berusaha tampil serapi mungkin untuk menunjukkan kelas sosialnya yang juga diperhitungkan. Punggawa Bonang melangkah dengan penuh keyakinan.

Kala itu Sitti Naharira baru saja selesai menata perabot rumahnya dan duduk santai di ruang tengah.  “Assalamu alaikum”, suara salam Punggawa Bonang mengagetkan Sitti Naharira. “Wa’alaikumussalam”, jawab Sitti Naharira sambil berdiri membukakan pintu.

Dengan cekatan Sitti Nahaarira menghamparkan tikar dekat jendela. Belum terlontar sepatah kata pun dari mulut Punggawa Bonang, Sitti Naharira sudah menanyakan maksud kedatangannya.

“Angin apa gerangan yang membawa Punggawa terdampar disini? Lama sudah cekcorang rumahku bertanya”- Pembuka kata Sitti Naharira ini mengisyaratkan bahwa yang dihadapi Punggawa Bonang memang pandai bertutur dan merangkai kata.

Tidak diberinya kesempatan Punggawa Bonang bersilat lidah. Sebagai laki-laki yang menganggap dirinya “sulapa’ appa”, baru kali ini Punggawa Bonang mendapat lawan tangguh, demikian bisik suara hatinya. Dipikirnya apa tutur kata yang baik dan santun untuk menyambut rangkaian kata Sitti Naharira.

Setelah berbasa-basi dan meninggalkan Punggawa Bonang yang terlihat sedikit bingung dihadapannya, Sitti Naharira pamit ke dalam rumahnya menyiapkan hidangan.

Saat Sitti Naharira meletakkan nampang berisi kue dan teh, saat itu  terlihat Punggawa Bonang sudah mempersiapkan diri untuk mengutarakan maksudnya.

Dengan penuh wibawa, mulailah Punggawa Bonang membuka percakapan. “Maaf yang sebesar-besarnya, kehadiranku terdampar di negeri ini dibawa angin selatan bersama terbitnya wari-wari yang membawa pesan”.

“Innakke minne berasal dari Bontomaero lewat Bontomacinna dan tiba di Sungguminasa. Yang pasti hajat kedatanganku ingin menyampaikan keinginan hati kerinduan jiwa mendekatkan diri Nakhoda Hasan dengan harapan diterima dilubuk hati Sitti”  ujar Punggawa Bonang dengan takzim.

Mendengar itu, Sitti Naharira tersenyum sambil mempersilakan Punggawa Bonang menikmati hidangannya.  ”Silakan diminum tehnya, dicicipi kuenya”, ujar Sitti Naharira diikuti tawa yang nyaris tak terdengar.

Melihat sikap Sitti Naharira yang begitu ramah, Punggawa Bonang merasa ini pertanda pinangan Nakhoda Hasan bakal diterima. Menjadi keyakinan Punggawa Bonang manakala usahanya berhasil tentu akan mendapat hadiah dari Nakhoda Hasan.

Pikiran itu bermain-main di otaknya sambil menunggu jawaban dari Sitti Naharira. Setelah terdiam sejenak, Sitti Naharira pun membuka suara.

”Dengarkan apa kataku, perhatikan apa ucapanku. Saya paham akan maksudnya, saya gembira dengan harapannya. Namun, ada dua hal yang menjadi syarat permintaanku”.

“Yang pertama, dia bersedia mengamalkan pesan ayah bundaku yang mengatakan kalau ada sesuatu yang engkau ingin kerjakan pikirkan matang-matang, bawalah ia berjalan, bawalah ia duduk, bawalah ia berbaring sebab bila keliru mengambil keputusan engkau akan menyesal berkepanjangan”.

“Yang kedua, buatkan  rumah menurut keinginan saya, mulai dari model, ukuran dan perabot di dalamnya. Kalau kedua hal ini disanggupi maka harapan itu pun jadilah” kata Sitti Naharira.

Sejenak Punggawa Bonang terdiam.

“Masih adakah syarat lain?” tanya Punggawa Bonang kemudian.

“Tidak ada, kalaupun ada akan dibicarakan kemudian. Jika syarat ini dipenuhi tinggal tentukan hari baiknya”  kata sitti Naharira dengan santun.

Betapa gembira hati Punggawa Bonang mendengar jawaban Sitti Naharira.

“Kalau demikian beri saya kesempatan menyampaikan kepada Nakhoda Hasan” kata Punggawa Bonang dengan wajah berbinar.

Sambil mohon diri, Punggawa Bonang mengangkat kain sarungnya menuruni tangga rumah Sitti Naharira lalu berjalan cepat ke arah utara dengan penuh suka cita.

 

Bersambung  ……

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT