BerandaFeatureMelorotnya Kain Surjan Sultan Jogya

Melorotnya Kain Surjan Sultan Jogya

Oleh: Nasrudin Joha

Related Post:  Menengok Kedhaton Kesultanan Yogyakarta

PALONTARAQ.ID – Pakaian kebesaran Raja adalah keadilan, ketika Raja melepaskan sifat adil, maka sama saja Raja telah memeloroti pakaian kebesarannya sendiri.

Ketika Raja bertindak adil, bijak, ngayomi, mendengar dan merasakan aspirasi rakyat, meluluskan apa yang menjadi kehendak rakyat, maka semakin wibawalah kedudukan sang Raja.

Raja yang adil, tanpa menggunakan pakaian kebesaran pun namanya akan besar dan dihormati rakyatnya. Raja, tak perlu menuntut ditaati rakyatnya karena rakyat sudah barang tentu akan memberikan kesetiaan (loyalitas) pada Raja yang bertindak adil.

Raja yang zalim bisa saja memaksakan ketaatan rakyatnya, tapi ketaatan itu bukan tumbuh dari kesadaran dan katresnan (cinta). Tapi tumbuh karena keterpaksaan dan ketakutan.

Ketaatan model ini, suatu saat akan meletus menjadi gerakan pembangkangan bahkan hingga pemberontakan.

Apa yang dilakukan sultan Jogja dengan tidak memberi izin penggunaan Masjid Gede Kauman, padahal masjid itu milik umat, adalah tindakan yang membuka pakaian kebesaran sultan.

Padahal, mudah saja bagi Raja untuk memberikan izin agar rakyatnya bahagia bisa menapaki rihlah dakwah yang dikemas dalam agenda Muslim United Jogja.

Namun keengganan Sultan untuk memberikan izin, apalagi keadaan itu disandarkan pada otoritas Keraton, masjid Gede milik keraton, terserah keraton mau memberi atau tidak memberi izin, adalah sikap yang menunjukan parade kejumawaan dan warisan feodalisme keraton. Sama saja, sultan telah memeloroti kain Surjan yang dikenakannya, simbol kebesaran sang Raja.

Jika tindakan ini berlanjut, pada bentuk kejumawaan yang lain, atau dengan kata lain sultan melanggengkan warisan feodalisme keraton, bukan mustahil sultan akan kehilangan kain Surjan.

Seluruh kain Surjan yang menutup aib raja sekaligus menampakan kebesaran sang raja akan tanggal dari tubuhnya.

Saat aib tersingkap, saat tak ada lagi kain Surjan, baju kebesaran menyelimuti sang Raja, maka tak ada lagi kebanggaan. Tak ada lagi ketaatan rakyat yang muncul dari perasaan cinta dan gemati (menyayangi sepenuh hati) kepada sosok sang Raja.

Seharusnya, Sultan berdiri paling didepan melindungi rakyatnya, apalagi gelar Sultan tak lepas dari kekuasan kepemimpinan umat Islam. Sultan, wajib berdiri paling didepan melawan seluruh narasi radikalisme yang memfitnah umat Islam, yang tidak lain rakyatnya.

Sultan, wajib menjaga Kain Surjan yang dikenakannya, dengan menegakan keadilan dan membela kebenaran. Sultan, wajib mendengar dan meluluskan aspirasi yang membuat rakyatnya bahagia.

Raja yang merakyat, mengayomi, melindungi, mendengar dan telaten meresonansikan jiwa dan batinnya sejalan dengan suasana kebathinan rakyat. Itulah, raja yang dicintai.

Masih ada waktu bagi sultan untuk memperbaiki pakaian Surjannya yang mulai melorot. Masih cukup keadaan untuk memperbaiki hubungan.

Bagaimanapun, rakyat mencintai sultan karena itu rakyat mengoreksi Sultan agar kecintaan itu tak berubah menjadi kebencian dan keengganan. [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT