BerandaBeritaNasionalKenapa DPR tidak butuh Masukan Rakyat?

Kenapa DPR tidak butuh Masukan Rakyat?

Demo mahasiswa di depan Gedung Senayan. (foto: ist/palontaraq)
Demo mahasiswa di depan Gedung Senayan. (foto: ist/palontaraq)

Oleh: Luthfi Andi Mutty

Related Post: Sekali lagi tentang Kita dan Kebebasan

PALONTARAQ.ID – Gaduh. Itu yang terjadi di penghujung masa tugas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Periode 2014-2019. Penyebabnya, tiga Undang-undang (UU) seperti dipaksakan untuk disahkan. Ketiganya terkait satu dengan yang lain.

Revisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), UU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), UU Pemasyarakatan. Anggota DPR sepakat mengabaikan suara penolakan. Ibarat pepatah, anjing menggonggong kafila berlalu.

Penolakan dilakukan mahasiswa hingga guru besar. Namun anggota DPR tidak peduli. Sikap DPR yang abai pada aspirasi rakyat lalu berujung demonstrasi.

Mahasiswa di berbagai daerah dan Jakarta turun ke jalan. Ini memang cara mahasiswa melakukan protes jika merasa ada yang tidak beres. Orang sering menyebutnya “parlemen jalanan”.

Fenomena parlemen jalanan dapat dicermati lewat model hubungan antara wakil (legislatif) dengan yang diwakili (rakyat).

Mengacu pada Gilbert Abcarian, ada 4 model hubungan wakil dan yang diwakili.

1. Wakil sebagai wali (trustee)

Model ini memberi kemerdekaan kepada Anggota DPR bertindak secara otonom. Kesetiaan pada partai berakhir ketika kesetiaan pada negara dimulai.

Dan kesetiaan pada negara dimulai sejak terpilih sebagai wakil rakyat. Dalam mengambil keputusan, dia tidak harus konsultasi dengan pemilihnya. Juga dengan partainya.

2. Wakil sebagai utusan (delegate)

Disini wakil bertindak sebagai duta atau utusan yang diwakili. Dalam model ini, komunikasi antara wakil dengan yang diwakili terbangun secara intens. Dalam mengambil keputusan, wakil selalu berkonsultasi dengan yang diwakili.

3. Wakil sebagai politico

Model ini memberi peluang kepada wakil berdasarkan pertimbangannya, kapan bertindak otonom (trustee) kapan sebagai delegate.

4. Wakil sebagai partisan

Disini wakil hanya memiliki hubungan dengan yang  diwakili saat pemilu. Setelah wakil terpilih maka dia menjadi wakil partai.

UU MD3 mengatur bahwa setiap anggota DPR tergabung dalam fraksi. Sementara fraksi adalah kepanjangan tangan partai di parlemen.

Jika mengacu pada pendapat Abcarian diatas dan berdasarkan UU MD3, maka hubungan DPR dgn rakyat termasuk model keempat.  Wakil sebagai partisan. Maka jangan heran jika Anggota DPR berkats, seperti dikutip Najwa Sihab,  “kami tidak butuh masukan rakyat”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT