BerandaHumanioraManusia dalam Perubahan

Manusia dalam Perubahan

Oleh: Wim Poli

PALONTARAQ.ID – “Berubah” dan “tidak berubah” adalah dua sisi yang terpadu di dalam pembangunan, yang seyogianya dihayati dan diterapkan setiap orang yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Jan van Baal (1909-1992) adalah seorang pamong praja kawakan yang mempelajari “Indologie” (ilmu tentang Indonesia) di Universitas Leiden dalam rangka persiapannya untuk ke Indonesia.

Di sana ia memperoleh gelar doktor antropologi melalui disertasinya pada tahun 1934 yang berjudul “Godsdienst en Samenleving in Nederlands Zuid-Nieuw Guinea” (“Agama dan Kehidupan Bersama di Bagian Selatan Nugini Belanda”).

Beberapa minggu setelah promosi doktor ia bertolak dengan isterinya ke Indonesia dan ditempatkan berturut-turut di Jawa dan Madura sebelum ke Papua pada tahun 1936.

Akhirnya ia ditetapkan menjadi Gubernur Papua yang pertama pada tahun 1953-1958. Setelah itu ia kembali ke Belanda pada tahun 1959 dan terus terlibat dalam kegiatan penelitian tentang antropologi terapan, termasuk menjadi Profesor Antropologi di Universitas Utrecht.

Salah sebuah bukunya yang diterbitkan pada tahun 1967 berjudul “Mensen in verandering; ontstaan en groei van een nieuwe cultuur in ontwikkelingslanden.” (“Manusia dalam Perubahan; Kelahiran dan Pertumbuhan Kebudayaan Baru di Negara-Negara Berkembang”).

Di salah satu bagian buku ini diceritakannya pengalamannya pada sebuah konperensi PBB tentang penerapan ilmu dan teknologi untuk pembangunan negara-negara berkembang pada bulan Februari 1963 di Jenewa.

Pertemuan itu adalah pertemuan luar biasa pada skala dunia dengan dua ribu presentasi para ahli tentang keharusan untuk berubah. Luar biasa!

Tetapi, van Baal seolah-olah tersentak dan terbangun untuk pertama kali dari tidurnya ketika mendengar pendapat seorang peserta dari Ghana, yang justeru mengeluh tentang perubahan. Peserta tersebut mengatakan:

“Ik heb nu zo veel gehoord over verandering en over de noodzaak tot veranderen, dat ik blij ben aan deze kleine club eindelijk mijn probleem te kunnen voorleggen, namelijk hoe nu ook een keer op te houden met veranderen.”

“In mijn land is men aan het veranderen zo gewend geraakt, dat men ieder jaar iets nieuws will en ook iets nieuws begint. Ik zou nu eindelijk eens willen leren hoe men de mensen bewegen kan iets met rust en volharding door te zetten in plaats van elk ogenblik met iets nieuws te komen”. (“Mensen in Verandering,” halaman 162).

Terjemahan bebas apa yang dikatakan peserta dari Ghana ini adalah sebagai berikut:

“Kini saya sudah sedemikian banyaknya mendengar tentang perubahan dan keharusan untuk berubah, sehingga akhirnya saya gembira dapat mengemukakan dalam kelompok kecil ini masalah saya, yaitu bagaimana kini kita sejenak berhenti mengadakan perubahan.”

“Di negeri saya orang sedemikian biasa terlibat dalam perubahan sehingga setiap tahun orang menghendaki dan melaksanakan sesuatu yang baru.”

“Akhirnya kini saya ingin belajar bagaimana menggerakkan orang untuk membiarkan sesuatu sebagaimana adanya dan terus mempertahankannya ketimbang setiap kali tampil dengan sesuatu yang baru.”

Tampaknya apa yang dikatakan di atas tetap relevan untuk pembangunan sepanjang masa, termasuk di Papua.

Menurut van Baal, kita hendaknya berbicara tentang “Manusia dan Perubahan,” bukan perubahan itu sendiri.

Inti pertanyaannya ialah, bukan sekedar berubah melainkan mengapa berubah dan mengapa tidak berubah, untuk mencapai kehidupan yang bermakna. Hidup manusia yang bermakna adalah hidup di dalam konteks kebudayaan yang menjadi sumber jatidirinya.

Di dalam konteks tersebut perlu disepakati, apa yang harus diubah dan apa yang perlu dipertahankan. Pikiran ini pernah dikemukakan van Baal ketika ia diminta merencanakan sebuah proyek pembangunan masyarakat di Distrik Nimboran, Papua.

Pemikirannya disampaikannya sebagai wakil Pemerintah Belanda pada pertemuan “The South Pacific Research Council” pada tahun 1953. Lihat tulisan sebelumnya di FB ini.

Renungan: Tujuan pembangunan ialah tercapainya keseimbangan antara apa yang harus diubah dan apa yang tidak boleh diubah.

Masalahnya ialah: adanya berbagai pendapat para mitra pembangunan tentang titik keseimbangan yang hendak dicapai, dan bagaimana mencapainya.

Perbedaan tersebut adalah dinamika yang terus ada sepanjang sejarah, yang potensial dapat digoreng menjadi gorengan politik yang menggaduhkan.

Apa perananku dan di manakah posisiku? (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT