BerandaAnalisisTragedi Selandia Baru dan Puncak Ketidakberdayaan Kita

Tragedi Selandia Baru dan Puncak Ketidakberdayaan Kita

Penembakan Muslim di Selandia Baru. (foto: serambiindonesia)
Penembakan Muslim di dalam Mesjid  Al Noor di Christchurch, Selandia Baru (foto: serambiindonesia)

Oleh: Dr. Fahmi Islam Jiwanto

PALONTARAQ.ID – Bagaimana jika kamu ada di sana; sedang khidmat dalam ibadah Jumat, dan tiba-tiba ada seorang yang sama sekali tak kau tahu datang bersenjatakan senapan lalu membunuh teman-temanmu, saudaramu, bahkan mengancam nyawamu.

Dalam waktu yang singkat, kau melihat masjid menjadi ruang pembantaian bersimbah darah. Empatpuluh manusia mati dibunuh hanya karena mereka mengatakan “Tuhan kami Allah!”

Hari ini, peristiwa keji itu terjadi di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di pusat kota Christchurch, Selandia Baru. Ada empat tersangka terorisme yang disinyalir memang berasal dari golongan ekstrem kanan yang khawatir jika Kaum Muslimin mengganggu eksistensi mereka.

Baru kemarin Rohingya, Suriah, Uighur, lalu sekarang tragedi di Selandia Baru. Betapa banyak hal buruk terjadi di hadapan mata kita sendiri, sementara dunia tak menganggapnya sebuah insiden. Mereka hanya menganggapnya sebagai update sensus.

Dan kita lahir di fase ini. Fase ketidakberdayaan dan ketidakadilan, keadaan paling menyentak kesadaran kita. Semenjak Utsmaniyah hilang dari peta dunia, semenjak kita kehilangan induk dan dibuat lupa dengan asal-usul sejarah kita; kita makin tak berdaya, makin dipermainkan.

Tak pernah seburuk ini, tak pernah selemah ini. Kita hanya bisa mengutuk dan merutuk, menggemakan di ruang tertutup dan naasnya lalu lupa lagi dan lupa lagi. Kita terlalu naif untuk mengakui bahwa kenyataannya sumbu ingatan dan emosi kita masihlah sangat pendek.

Tragedi Selandia Baru yang terjadi hari ini, bagi saya pribadi, sangat menyentak akal sehat dan nurani. Kemudian mengajak kita untuk mengingat-ingat lagi; dahulu nenek moyang kita tak pernah membiarkan ini berlarut-larut. Seorang muslimah dipermainkan jilbabnya, maka Rasulullah ﷺ dan sahabatnya menggertak keras wangsa Yahudi.

Seorang muslimah dikurung dan dipekerjakan paksa di Kerajaan Katolik Navarre pada masa lalu, membuat Al Hajib Al Manshur datang dengan pasukan besar yang membadai menggedor-gedor gerbang kota sehingga raja mereka merinding dan berkeringat dingin.

Kemampuan kita dan daya kita untuk berpikir ekspansif, progresif dan dominan belum muncul lagi, belum terbit lagi. Kita terbawa suasana 200 tahunan ini. Kita dibentuk untuk mengakui kedigdayaan mereka. Kita dipoles untuk memuja dan memuji. Padahal nenek moyang kita pernah membuat rakyat Prancis tak berani membangun rumah dan bangunan dari bibir pantai sampai 40 kilometer ke dalam negerinya karena segan pada armada laut kita.

Sejarah seharusnya bukan mengajarkan kamu untuk mengenang dan meradang akan kejayaan masa lalu. Inilah sejarah sebagai fungsi menginstal lagi mindset berpikir Umat kita untuk tak lagi sekadar bercukup diri dengan hidup damai di rumah sambil minum kopi dan menonton televisi, melainkan jadi aktor utama yang memainkan trendsetter dunia.

Tragedi Selandia Baru seharusnya mengetuk tak hanya perasaan, melainkan juga mengetuk alam kesadaran kita sebagai umat khalifah. Lucu, kan? Umat yang digelari sebagai “khairu ummah” kok terus-terusan mau dizalimi dengan cara-cara remeh semacam itu?

Saatnya naik kelas, kawan. Shalahuddin barangkali sedang dongkol melihat muka kita. Al Fatih bisa jadi sedang gusar dan gregetan dengan tingkah kita yang masih saja jalan di tempat. Tegakkan pilar Tauhid, syariah dan adab secara tegak dan kokoh. Umat ini akan bangkit dengan cara kerja cerdas, bukan hanya menanti-nanti dan mematung.

‏عدم مراعاة سنن الله في الكون جهل وحماقة،
كما أن عدم مراعاة شرع الله في الدين فسق أو كفر.

“Tidak memperhatikan sunnatullah —rumus kemenangan dan kekalahan— di alam semesta adalah sebuah kebodohan jua kedunguan. Sebagaimana tidak peduli dengan hukum-hukum dan syari’at Allah dalam Islam adalah sebuah bentuk kefasikan dan kekufuran.” (*)

 

Tentang Penulis:

Dr. Fahmi Islam Jiwanto, Lahir di Kediri dan memiliki latar belakang pendidikan dari S1 Universitas Islam Madinah, dan S2 Universitas Al-Iman Yaman dengan Tesis berjudul “Futurologi dalam Qur’an dan Sunnah”. Aktif sebagai Koordinator Bidang Pendidikan di PP Ikatan Da’i Indonesia (IKADI). Dalam berorganisasi pernah diamanahkan sebagai Ketua Rohis SMAN 53 Jakarta Timur, Ketua Senat Mahasiswa Asing Universitas Al-Iman Yaman, Ketua MPA HIPMI Yaman, Ketua Bidang Pendidikan Lembaga Masjid Hidayatullah, dan Bendahara Yayasan Islam Al-Qudwah. Beberapa makalah pernah ditulisnya, antara lain “Penyebab Perbedaan dalam Fiqh”, “Pornografi dalam Pandangan Islam”, dan “Keislaman antara Formalitas dan Esensi”.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT