BerandaBeritaAS: Krisis Turki selesai kalau Pendeta kami dibebaskan

AS: Krisis Turki selesai kalau Pendeta kami dibebaskan

– Turki: Pendeta AS Terlibat Makar di Turki, Kami tak akan diam Hadapi AS

Laporan: Etta Adil

PALONTARAQ.ID--Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton, sebagaimana diwartakan Reuters via Hurriyet, Rabu, 22 Agustus mengungkapkan bahwa sebenarnya Krisis Turki bisa diakhiri dengan cara mudah. “Yang perlu dilakukan adalah membebaskan pendeta AS yang ditahan sejak 2016”, ujarnya.

Pendeta AS yang dimaksud adalah Brunson, pendeta Gereja Presbyterian yang ditangkap aparat Turki saat mengurus izin menjadi warga tetap pada Oktober 2016 atas tuduhan terlibat upaya kudeta menggulingkan pemerintahan Erdogan yang kemudian digagalkan.

AS bereaksi dengan meminta Brunson bebas, yang ditanggapi Ankara dengan meminta AS menyerahkan Fethullah Gulen, sosok yang dianggap sebagai otak kudeta 2016. Karena ia tak segera dibebaskan, AS memberikan sanksi kepada dua menteri Turki yang dianggap terlibat dalam penahanan Brunson.

Selain itu, Trump juga mengumumkan bakal menggandakan bea masuk untuk dua produk ekspor Turki, antara lain baja dan aluminium. Sanksi dan hantaman bea masuk tersebut membuat perekonomian Turki goyah, dengan mata uang mereka, lira, dilaporkan merosot hingga 40 persen terhadap dolar AS di 2018.

Dalam kunjungannya ke Israel, Bolton menyatakan bahwa pemerintah Turki telah salah langkah dengan tak membebaskan Pendeta Andrew Brunson. “Setiap hari, mereka selalu mempertahankan kesalahan.

Padahal, krisis AS-Turki langsung berakhir begitu Pendeta Brunson dibebaskan,” kata Bolton yang juga menampik kabar bahwa AS bakal mempertanyakan status Turki di Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Bolton menyatakan, saat ini fokus Washington tidak saja membebaskan Brunson. Namun juga warga AS lainnya yang ditahan Turki.

John Bolton yang mantan Duta Besar untuk PBB itu juga mengomentari janji Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani yang bakal memberikan investasi langsung 15 miliar dolar AS, atau Rp 219 triliun kepada Turki. “Saya pikir, investasi itu tak bakal berdampak langung ke ekonomi Turki,” tuturnya.

Juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin mengatakan negaranya tidak mendukung perang ekonomi. Pernyataannya menyinggung situasi yang sedang dihadapi Turki dengan Amerika Serikat (AS).

Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan (Foto: Alarabiyah.net)
Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan (Foto: Alarabiyah.net)

“Turki tidak mendukung perang ekonomi. Tetapi tidak mungkin tetap diam saat diserang,” kata Kalin pada Rabu (15/8), dikutip laman Anadolu Agency. Hubungan antara Turki dan AS menegang setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan menaikkan bea masuk atas impor aluminium dan baja dari Turki menjadi 20-50 persen.

Hal itu menyebabkan nilai mata uang Turki kolaps dan terpuruk. Namun, Kalin mengatakan saat ini kondisi ekonomi Turki mulai membaik. “Kami melihat ekonomi telah mulai membaik. Ini adalah harapan utama kami bahwa perbaikan ini akan terus berlanjut,” ujarnya.

Kalin optimistis perekonomian Turki akan pulih kembali dan menjadi lebih kuat dengan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh institusi-institusinya. “Saat ini Turki akan mengubah krisis ini menjadi peluang.

Langkah-langkah yang diambil dalam arah ini sudah memberi sinyal bahwa krisis ini akan berubah menjadi peluang,” kata Kalin seraya mengungkapkan bahwa Presiden Turki Erdogan akan menghubungi Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron membahas perang dagang yang sedang dihadapi Turki.

Jerman sebagaimana diungkapkan Kanselir Angela Merkel, pada Senin (13/8), telah menunjukkan dukungan terhadap Turki. Menurut Merkel, kemakmuran perekonomian Turki melayani kepentingan Jerman.

Memanasnya hubungan Turki dengan AS salah satunya dipicu kasus Andrew Brunson, seorang pastor yang kini masih ditahan Turki atas tudingan terlibat gerakan makar dan subversif terhadap pemerintahan Erdogan dua tahun lalu, tepatnya ketika upaya kudeta yang gagal.

AS telah lama menyeru Turki agar melepaskan warganya itu. Namun Turki menolak. Pemerintah AS telah sesumbar bahwa Turki akan menerima lebih banyak tekanan ekonomi jika tetap enggan membebaskan Brunson.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan perselisihan negaranya dengan AS perlu segera diselesaikan melalui dialog. “Saat ini kedua negara tengah mengalami krisis diplomatik dan terlibat perang ekonomi. Penting untuk kembali ke dialog untuk menyelesaikan masalah. Ancaman dan tekanan dari AS penuh dengan kekacauan,” kata Cavusoglu ketika menggelar konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Selasa (14/8), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, selain Turki, AS juga berpotensi menjatuhkan sanksi kepada Negara-negara Eropa. “Tindakan semacam itu tak membuat AS kian disegani. Justru sebaliknya, tidak akan menaruh hormat kepada Washington. Jika AS ingin dihormati di pentas global, AS harus tunjukkan rasa hormat terhadap kepentinyan negara lain,” ujar Cavusoglu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sendiri sudah menyatakan akan memboikot semua produk atau barang elektronik asal AS, termasuk Iphone, ponsel pintar milik perusahaan teknologi raksasa, Apple. Turki akan membalas AS dengan akan menaikkan bea masuk untuk produk AS, seperti mobil, minuman beralkohol, dan produk tembakau. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT