BerandaIslamKhutbah Idul Adha 1439 H: Khutbah Wada’ Rasulullah, Menjaga Kesucian Umat Islam...

Khutbah Idul Adha 1439 H: Khutbah Wada’ Rasulullah, Menjaga Kesucian Umat Islam dan Berlepas Diri dari Kejahiliyahan

Related Post:  Khutbah Idul Adha 1438 H: Teladan Ibrahim, Menjadi Hamba Allah Seutuhnya

PALONTARAQ.ID – Berikut lampiran naskah khutbah Hari Raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1439 H berjudul: Khutbah Wada’ Rasulullah, Menjaga Kesucian Umat Islam dan Berlepas Diri dari Kejahiliyahan (Sumber: DISINI)

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ

وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا

وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ

وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَإِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَأَفْضَلُ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ

 وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ َوكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT

Pada tahun 9 Hijriah, sekitar 1430 tahun yang lalu, Rasulullah SAW kembali ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji terakhir, setelah melakukan pembebasan kota Mekkah setahun sebelumnya. Puluhan ribu sahabat tumpah ruah di Arafah. Mendengarkan pesan-pesan agung dari Rasulullah SAW

Ini adalah haji pertama dan terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah SAW semasa hidup. Pada hari itu Allah menurunkan wahyu terakhir kepada Rasulullah SAW. Yang dengannya sempurna pula tugas Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu terakhir.

Sebuah momen yang langka, dimana puluhan ribu sahabat, baik yang dari Madinah, Mekkah dan kabilah-kabilah Arab yang telah masuk Islam, mereka semua berkumpul untuk melaksanakan haji bersama Rasulullah.

Peristiwa itu seolah menjadi puncak dari proses panjang diturunkannya wahyu kepada umat manusia. Terbentang di hadapan mereka serangkaian firman Allah dari surat Al-Fatihah hingga Al-Baqarah, terhampar di hadapan mereka hadits-hadits Nabi yang direkam oleh para sahabat dan perjalanan dakwah beliau. Semua itu menjadi panduan umat manusia dalam menjalankan tugas di bumi sebagai hamba Allah.

Sebuah momen yang langka, dan tentunya pesan-pesan yang disampaikan oleh Rasul pada momen ini adalah pesan-pesan terpilih, karena pesan-pesan ini akan dibawa oleh puluhan ribu sahabat ke kampung-kampung mereka.

Ketika Rasul berdiri di hadapan puluhan ribu sahabat, di tanah Arafah, beliau berkata:

إنَّ دِماءَكُم، وأمْوالَكم وأعْراضَكُم حرامٌ عَلَيْكُم كَحُرْمة يومِكُم هَذَا، في شهرِكُمْ هَذَا، في بلَدِكُم هَذَا،

Artinya, “Sesungguhnya darah dan harta kalian suci (haram ditumpahkan) seperti sucinya hari ini, seperti sucinya bulan ini (Dzulhijjah) di tanah yang suci ini.”

Inilah pesan pertama yang meluncur dari lisan mulia Rasulullah SAW, di hari yang mulia, di tempat yang mulia dan pada momen yang mulia.

Kita diperintahkan oleh Allah untuk menjaga kesucian Mekkah, menjaga kesucian ibadah haji dan menjaga kesucian bulan-bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Kesucian Mekkah dijaga dengan tidak boleh menumpahkan darah di dalamnya, kesucian haji dijaga dengan menjaganya dari perbuatan dosa dan sia-sia, dan kesucian bulan haram dijaga dengan dilarangnya umat Islam untuk memulai perang pada bulan tersebut.

Pada momen khutbah wada’, beliau mengingatkan kaum muslimin bahwa kesucian darah, harta harga diri seorang muslim setara dengan kesuciaan Mekkah, setara dengan keagungan haji dan setara dengan kemuliaan bulan-bulan haram.

Darah dan harta umat Islam begitu agung nilainya di sisi Allah SWT, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَأَبَي هُرَيْرَةَ رضي الله عنهما عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ

عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الْأَرْضِ اشْتَرَكُوا فِي دَمِ مُؤْمِنٍ

لَأَكَبَّهُمْ اللَّهُ فِي النَّارِ) رواه الترمذي (1398) ، وصححه الألباني في “صحيح الترمذي

Artinya, “Dari Abu Said Al-Khudri dan Abu Hurairah –radhiyallahu anhuma- dari Rasulullah SAW bersabda, “Jika penduduk langit dan bumi berskontribusi dalam menumpahkan darah seorang mukmin, maka Allah akan seret mereka ke dalam neraka.” (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani)

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT

Pada hari ini, seberapa perhatiankah kita pada pesan terakhir Rasulullah ini? Seberapa besarkah kita memperhatikan kesucian darah-darah kaum muslimin? Seberapa besarkah kepedulian kita terhadap kehormatan kaum muslimin?

Hari ini, apakah jiwa seorang muslim diperlakukan sama sucinya dengan kesucian Ka’bah dan haji?

Kita bisa saksikan bagaimana nyawa kaum muslimin menjadi mainan musuh-musuh Islam. Rusia setiap hari bisa menjatuhkan bom ke pemukiman-pemukiman kaum muslimin di Suriah. Israel bisa kapan saja menembakkan rudal ke pemukiman umat Islam di Gaza dan Amerika dengan leluasa mengoperasikan drone-drone yang meluncurkan misil-misil ke perkampungan umat Islam di Afghanistan.

Di Arakan (Rakhine), pemerintah Myanmar seakan tanpa dosa mengusir bahkan membakar desa-desa kaum muslimin Rohingya. Sementara di Uighur, pemerintah Cina seenaknya memenjarakan kaum muslimin, melarang mereka berhijab, melarang mereka berpuasa. Setelah semua ini, marilah kita bertanya, masihkah darah umat Islam itu suci? Masihkah harta umat Islam itu suci, masih kehormatan kaum muslimin itu suci?

Adalah Rasulullah SAW, ketika mendengar seorang muslim yang dibunuh karena membela seorang muslimah yang dilecehkan oleh Yahudi Madinah, seketika itu Rasulullah SAW mempersiapkan pasukan untuk menyerang Yahudi tersebut.

Umar bin Khattab, ketika mendengar sekelompok orang bersekutu membunuh seorang muslim, maka Umar langsung menjatuhkan hukuman qishash kepada 7 orang tersebut dan berkata:

 

لَوْ تَمَالَأَ عَلَيْهِ أَهْلُ صَنْعَاءَ لَقَتَلْتُهُمْ جَمِيعًا

 

Artinya, “Kalau seandainya penduduk Shon’a berkompromi membunuhnya, niscaya akan aku hukum (qishash) mereka semua.” (Muwaththo’)

Jemaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Kita tentunya masih ingat ketiga seluruh dunia heboh dengan 13 anak yang menghilang di Thailand, seluruh pihak berusaha sekuat tenaga mencari, mendeteksi dan menyelamatkan mereka.

Namun ketika anak-anak Suriah hilang di balik reruntuhan, membeku di kamp pengungsian siapakah yang peduli? Apakah seluruh dunia heboh? Jumlah mereka bukan belasan, tapi ribuan bahkan puluhan ribu. Di sini kita kembali bertanya, masihkah darah kaum muslimin itu suci?

Bukankah setiap muslim itu bersaudara? Bukankah muslim yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan satu dengan yang lain? Dalam Islam tidak ada perbedaan, apakah seorang itu muslim Afrika, muslim Eropa, muslim Timur Tengah atau muslim Asia.

Semuanya memiliki hak mendapatkan pertolongan. Semua kita berkewajiban untuk memberikan pertolongan, karena persaudaraan Islam, ukhuwah islamiyah adalah persaudaran yang tak kenal tapal batas, persaudaraan yang melewati batas negara dan samudera.

Inilah Rasulullah SAW, di bawah komando beliau berdiri kaum muslimin dari berbagai suku bangsa, ada Shuhaib Ar-Rumi dari Romawi, ada Salman Al-Farisi dari Persia, ada Bilal in Rabah dari Habasyah, ada Abu Bakar dari Quraisy, ada Saad bin Muadz dari Aus, semua mereka beridir bersama, saling membantu dan saling mengokohkan di bawah panji Laailaahaillallah.

Tidaklah harga kesucian darah dan harta umat Islam itu terkikis sedikit demi sedikit melainkan karena hilangnya izzah Islam di mata musuh-musuh mereka.

Sehingga musuh-musuh Islam dengan berani menyerang negeri-negeri kaum muslimin, menumpahkan darah umat Islam secara cuma-cuma. Karena mereka paham, bahwa tidak ada lagi sosok Mu’tashim yang ketika mendengar rintihan seorang muslimah dizalimi musuh dia mengutus pasukan untuk membebaskan kota Amorium.

Tidak ada lagi seorang Saifuddin Qutuz yang dengan komandonya meluluhlantahkan kekuatan penjajah Mongol di perang Ain Jalut. Tidak ada lagi seorang Shalahuddin yang bersumpah untuk tidak tersenyum sebelum Baitul Maqdis dibebaskan.

Tidak ada lagi seorang Diponegoro yang rela kehilangan tahta kerajaan, demi memobilisasi umat melawan penjajahan Belanda.

Hilangnya izzah dan kemuliaan bermuara kepada penyakit wahn, cinta dunia dan takut mati. Rasulullah SAW bersabda:

يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ الأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ كَمَا تَتَدَاعَى الأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا، قُلْنَا

مِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: لا، أَنْتُم يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ

يَنْزَعُ اللَّهُ الْمَهَابَةَ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ وَيَجْعَلُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ، قِيلَ

وَمَا الْوَهَنُ؟ قَالَ: حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Artinya: “Hampir-hampir umat-umat lain memangsa kalian, seperti halnya orang-orang menyantap makanan. Ada yang bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami ketika itu? Rasul berkata, tidak, jumlah kalian banyak tetapi kalian bagaikan buih di lautan. Dan Allah akan cabut wibawa kalian dari musuh-musuh kalian dan Allah akan lemparkan ke dalam hati kalian penyakin wahn, ada yang bertanya, “Apa itu wahn, wahai Rasulullah SAW?” beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”

Iya, cinta dunia, lebih sibuk menghasilkan uang, lebih takut kehilangan pekerjaan, lebih memilih hidup tenang dan tidak berbuat apa-apa untuk kejayaan Islam. Lebih memiih berdiam diri di rumah, berangkat kerja, shalat ke masjid, baca koran, bermain dan santai dengan keluarga dan tidak mempedulikan kaum muslimin yang tertindas.

Dan takut mati, takut berjuang, takut berdakwah dan takut menghadapi resiko-resiko perjuangan. Dua sifat inilah yang menyebabkan izzah dan kemuliaan Islam terpendam dan tersimpan rapi di buku para ulama. Tidak hadir di dunia nyata.

Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Secara kasat mata, mungkin hanya tanah Baitul Maqdis yang kesuciannya terampas oleh tangan-tangan dosa musuh Islam, tapi jika kita pahami dengan seksama pesan di atas, maka kita akan dapati bahwa ribuan, bahkan jutaan darah kaum muslimin yang hilang kesucian dan kehormatannya ditumpahkan oleh musuh-musuh Islam.

Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Inti dari pesan Rasulullah berikutnya adalah berlepas diri dari perkara jahiliyah. Beliau berkata:

 

ألا كُلُّ شَيْءٍ من أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ

 

Artinya: “Seluruh pekara jahiliyah telah dihapuskan.”

Kemudian beliau Rasulullah SAW menyebutkan dua contoh perkara jahiliyah, yang pertama adalah tidak adanya qishas karena darah yang ditumpahkan kala jahiliyah. Yang kedua adalah dihapuskan riba jahiliyah.

Apa itu jahiliyah? Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa jahiliyah adalah kondisi sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, manusia hidup tidak terbimbing oleh wahyu. Kehidupan mereka tidak diatur berdasarkan Alquran dan Sunnah.

Jahiliyah adalah sebuah kondisi yang jauh dari nilai-nilai wahyu yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tata kelola kehidupan yang bersandarkan kepada kebiasaan-kebiasaan nenek moyang mereka dan menjadikan akal pikiran (hawa nafsu) sebagai pemutus suatu perkara dan landasan dalam membuat aturan. Allah ‘azza wajalla berfirman:

 

وَكَذَٰلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِم مُّقْتَدُونَ

 

Artinya: “Dan demikian juga Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri orang-orang yang yang hidup mewah di negeri itu selalu berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan kami hanya mengikuti jejak-jejak mereka.’” (QS. Az-Zukhruf: 23)

Syaikh Shalih Fauzan berkata,

“Mereka (masyarakat jahiliyah) tidak mendasarkan agama mereka kepada apa (wahyu) yang dibawa oleh para Rasul. Akan tetapi, mereka membangun agama mereka atas pokok-pokok yang mereka tentukan sendiri dan mereka tidak ingin berpindah dari pokok-pokok tersebut.”

Hal ini dikuatkan dengan fakta, bahwa solusi yang dibawa oleh Islam adalah wahyu dan ketundukan manusia kepada aturan-aturan Allah. Karena kalau seandainya jahiliyah itu disebabkan oleh keterbelakangan mereka di bidang ilmu pengetahuan niscaya solusi yang diberikan adalah dibukakannya pintu-pintu ilmu pengetahuan.

Kaum muslimin jemaah shalat Idul Adha yang dirahmati oleh Allah SWT

Marilah sejenak kita berkaca, bertanya kepada diri kita, sudahkah kita mengatur diri, keluarga dan masyarakat kita dengan aturan wahyu? Sudahkah ibadah kita, ekonomi kita, hukum, politik, dan masyarakat kita hari ini diatur dengan wahyu? Atau justru diatur dengan sistem-sistem kehidupan yang diimpor dari Barat?

Dalam khutbah wada’nya, secara spesifik Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa riba jahiliyah telah dihapuskan. Dengan demikian, berakhirlah sistem ekonomi jahiliyah Quraisy yang berbasis kepada riba. Diganti dengan sistem ekonomi Islam yang jauh dari sistem riba, kezaliman, tipu daya dan perjudian.

Namun sayang beribu sayang, hari ini kita masih terjerat dengan sistem ekonomi ribawi, padahal sistem ini sudah dihapuskan oleh Nabi Muhammad SAW sejak 14 abad yang lalu. Sistem ini meliputi hampir di seluruh sektor kehidupan kita, bahkan tanpa diundangpun sistem ini mengetuk pintu rumah kita. Naudzubillah tsumma naudzu billah.

Jemaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Pesan berikutnya yang disampaikan oleh Nabi berisi peringatan kepada para suami dan istri beliau mengingatkan kewajiban kedua belah pihak. Beliau mengatakan:

 

اتَّقُوا اللَّهَ في النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ

 

Artiya, “Bertakwalah kalian terhadap istri-istri kalian, sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan jaminan Allah (kalimat tauhid).”

Rasul mengingatkan tentang agungnya ikatan pernikahan. Oleh karena itu, para suami diminta untuk berlaku amanah terhadap para istri. Dan beliau sendiri mencontohkan bagaimana amanah terhadap istri. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah mereka yang berlaku baik kepada keluarga (istrinya). Dan saya adalah orang yang paling baik terhadap keluarga saya.”

Setelah mengingatkan para suami, Rasulullah SAW juga mengingatkan para istri untuk tidak membawa ke dalam rumah orang yang tidak diridhai oleh suami. Sebuah peringatan keras dari Rasul kepada para istri, agar senantiasa menjaga kemuliaan dan izzah suami.

Namun, sayang seribu sayang, di era digital ini, era sosial media, sering kita dapati para istri membawa ke ruang privasinya, laki-laki yang bukan mahromnya. Yaitu dengan berkomentar ria di dunia sosmed, berbalas chatting dengan laki-laki yang bukan mahromnya.

Sidang jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Kenapa pada momen yang begitu penting ini Rasulullah SAW mengingatkan akan keluarga? Kita tahu, bahwa keluarga adalah komunitas terkecil dalam umat ini, di sanalah anak-anak dididik, di sanalah generasi dilahirkan.

Oleh karenanya, jika keluarga tidak kuat dan solid maka akan terjadi musibah generasi, lahirnya sebuah generasi yang tidak mengenal Rabb-nya. Lahirnya sebuah generasi yang cenderung menghamba pada hawa nafsu dan syahwat. Sehingga musuh Islam akan dengan mudah merusak dan menghancurkan mereka.

Sejarah mencatat bahwa orang-orang besar dalam sejarah Islam, lahir dari keluarga yang peduli terhadap tarbiyah islamiyah (pendidikan Islam). Seorang Imam Syafi’i diasuh oleh seorang ibu yang rela mendermakan seluruh hartanya demi mencari guru terbaik untuk anaknya.

Seorang Shalahuddin, pembebas Baitul Maqdis lahir dari pasangan yang bercita-cita agar anak keturunannya membebaskan Baitul Maqdis dari cengkraman pasukan Salib.

Seorang Rabi’ah Ar-Ra’yi, guru Imam Malik, lahir dari didikan seorang ibu yang membelanjakan puluhan ribu dinar agar menjadikan anaknya seorang ulama, sedangkan bapaknya adalah Farrukh yang berjihad puluhan tahun lamanya.

Inilah urgensi keluarga, sebagai wadah untuk membina generasi, menempa mereka dalam keimanan dan mendidik mereka agar menjadi tiang-tiang penyangga perjuangan Islam.

Sidang jemaah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Di penghujung khutbahnya, Rasulullah SAW berpesan agar kaum muslimin berpegang teguh kepada kitab Allah. Sebagai garasi bagi umat ini agar tidak tersesat. Tidaklah seorang dari umat Nabi Muhammad berpaling dari wahyu, melainkan mereka akan tersesat.

Allah SWT berfirman:

 

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 

Artinya, “Hendaknya takutlah mereka yang menyelisihi perintah-Nya dari ditimpa fitnah dan azab yang pedih.” (QS An-Nur: 63)

Dan para sahabat adalah sebaik-baik contoh dalam berpegang teguh kepada wahyu. Ketika Allah mengharamkan khamr, maka seketika itu pula para sahabat langsung menuangkan persediaan khamr mereka, sehingga memenuhi parit-parit Madinah.

Begitu pula, ketika turun ayat hijab, para shahabiyat bersegera menutupi kepala mereka dengan kain apapun yang mereka miliki. Bahkan gorden-gorden mereka dijadikan penutup kepala demi menjalankan perintah hijab.

Dan sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita menjadikan wahyu sebagai pembimbing hidup kita di semua aspeknya. Karena Rasulullah SAW bersabda:

“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya sholat dan puncak amalan tertingginya adalah jihad fi sabilillah.”

Poin ini harus dipegang teguh oleh setiap muslim, baik dia pemerintah, maupun rakyat, lelaki atau perempuan, kaya ataupun miskin, ulama ataupun awam, kewajiban bagi semua untuk menjadi wahyu sebagai acuan tertinggi di dalam hidup.

Sidang jemaah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah SWT

Inilah pesan-pesan inti Rasulullah SAW yang beliau sampaikan di hadapan puluhan ribu sahabat. Dan menjadi tugas kita untuk mendengarkan, memahami, merenungi dan merefleksikannya dalam kehidupan kita hari ini. Karena di awal khutbah, Rasul menekankan kepada para sahabat yang hadir saat itu untuk menyampaikannya. Dan di penghujung beliau menutupnya dengan berkata:

“Bukankah telah aku sampaikan, Ya Allah saksikanlah.”

“Bukankah telah aku sampaikan, Ya Allah saksikanlah.”

“Bukankah telah aku sampaikan, Ya Allah saksikanlah.”

Oleh karenanya, mari kita perhatian terhadap kesucian darah, harta, dan harga diri kaum muslimin, meninggalkan segala bentuk sistem, tata kelola jahiliyah yang tidak sejalan dengan wahyu, memperkokoh peran keluarga dalam melahirkan generasi yang mampu memanggul beratnya perjuangan dan menjadikan wahyu sebagai pelita penerang jalan hidup kita.

Kita tutup khutbah Idul Adha ini dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ

وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ

مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ

وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

SUMBER:  DISINI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT