BerandaIslamApa dan Bagaimana Perang Khaibar itu?

Apa dan Bagaimana Perang Khaibar itu?

Oleh: Muhammad Farid Wajdi *)

PALONTARAQ.ID – Mari bercermin dari Sejarah. Hari-hari terakhir ini, dalam perang Badai Al-Aqsa yang dilancarkan para pejuang Gaza terhadap Yahudi Israel semakin menegaskan bahwa sejarah di masa Rasulullah SAW kembali berulang. Kaum Yahudi sekarang sama saja kaum Yahudi di masa Rasulullah SAW hingga mengingatkan kita pada Perang Khaibar.

Apa itu Khaibar? Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah SAW dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah SAW, Islam, dan kaum muslimin.

Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.

Kaum Yahudi juga penggerak pasukan Ahzab pada Perang Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah SAW memerangi umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi dan dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.

Memerangi Yahudi di Khaibar

Pada tahun ketujuh Hijriah, dalam Bulan Muharram, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya dan perintah untuk memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:

Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)

Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah) yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta rampasan yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang dan mendapat rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan tersebut supaya mendapat bagian dari ghanimah maka Allah berfirman,

Orang-orang Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, “Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan, ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)

Demikian itu karena Allah telah mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan jihad, kesabaran, dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja. Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan akan janji Allah, sekalipun mereka mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan.

Kaum Muslimin berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat suara tinggi hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (HR. Bukhari: 4205)

Sebelum subuh mereka tiba di Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara Muhammad; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perangnya.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.”

Para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”

Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah SAW. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi SAW bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah SAW mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata, lalu Rasulullah SAW meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit.

Nabi SAW kemudian menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (HR. Muslim)

Tatkala pasukan muslim mengepung Benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka bernama Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu melawannya hingga membunuhnya hingga menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan sebagai sebab kekalahan mereka.

Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.

Di antara yang mati syahid adalah seorang badui yang datang dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau memberinya bagian, tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan untuk tujuan ini, melainkan agar aku terkena panah di sini (sambil memberi isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah maka pasti Allah buktikan.

Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)

Yahudi berencana Membunuh Rasulullah

Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar buruk terhadap Nabi SAW dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana firman Allah, “Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron: 112)

Tatkala Yahudi kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali gagal untuk membunuh Rasulullah SAW, maka mereka melancarkan siasat dan tipu daya baru. Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam makar jahat ini, yaitu memberi hadiah hidangan daging kepada Rasulullah SAW dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.

Tatkala Rasulullah SAW memakan daging tersebut, namun belum sempat menelannya, beliau lalu memuntahkannya. Adapun sahabat Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah SAW, meninggal dunia karena racun tersebut.

Setelah umat Yahudi kalah, Nabi SAW bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon agar dibiarkan mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah menerima permohonan itu dengan syarat kapan saja beliau menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir mereka. Hingga akhirnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah beberapa kali mereka berbuat kejahatan dan melanggar perjanjian terhadap kaum muslimin. (*)

 

(* Muhammad Farid Wajdi, Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)/Pengasuh Ponpes Modern Putri IMMIM Minasatene-Pangkep, Sulsel.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT