BerandaPesantrenMengenal Syekh Zarnuji dan Kitab Ta’lim al-Muta’allim

Mengenal Syekh Zarnuji dan Kitab Ta’lim al-Muta’allim

Oleh: Muhammad Farid Wajdi *)

Related Post: Mukaddimah Ta’lim Muta’allim

PALONTARAQ.ID – Dalam kajian keislaman di lingkungan Pondok Pesantren, nama Syekh Zarnuji dan Kitab Ta’lim al-Muta’allim tidak asing lagi ditelinga para santri. Syekh Al-Zarnuji atau familiar pula disebut Imam al-Zarnuji dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam.

Kitabnya yang terkenal, “Ta’lim al-Muta’allim” merupakan kitab yang wajib dipelajari di Pesantren, bahkan para santri wajib mengkaji dan mempelajari kitab ini sebelum membaca kitab kuning lainnya.

Siapa sebenarnya al-Zarnuji itu? Nama lengkap beliau adalah Burhanuddin Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi, familiar pula dikenal dengan nama Burhan al-Islam.  Nama “al-Zarnuji” sendiri dinisbatkan pada suatu tempat bernama Zurnuj, yang berada di wilayah Turki, salah satu kota terkenal dekat Sungai Oxus.  Sementara kata “al-Hanafi” dinisbatkan kepada nama mazhab yang diikutinya, Madzhab Hanafi.

Perjalanan kehidupan al-Zarnuji diyakini pada masa Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Para ulama tarikh berbeda pendapat mengenai tahun kelahirannya, begitupun dengan tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan Imam al-Zarnûji wafat pada 591 H, namun ada juga yang menyebutkan wafat pada 640 H (Imam al-Zarnûji, Ta’lîm al-Muta’allim Tharîq at-Ta’allum, Beirut: al-Maktab al-Islami, cetakan pertama, 1981, halaman 18).

Al-Quraisyi menyebut al-Zarnuji hidup pada Abad XIII M, sementara orientalis seperti G.E. Von Grunebaun, Theodora M. Abel, Plessner dan J.P. Berkey meyakini Syekh al-Zarnuji hidup di penghujung Abad XII dan awal Abad XIII M.

Imam al-Zarnûji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand dan berguru kepada beberapa ulama besar pada masanya, diantaranya adalah Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakr (573 H), Hammad bin Ibrahim,  Syeikh Burhan al-Din (Pengarang kitab al-Hidayah),  Khawahir Zadah (Seorang mufti di Bukhara), Fakhrul-Islam al-Hasan bin Mansur al-Auzajandi al-Farghani, al-Adib al-Mukhtar Ruknuddin al-Farghani, Syeikh Zahir al-Din bin ‘Ali Marghinani (Seorang mufti), Fakhruddin al-Kâsyâni, dan Fakhruddin Qâdhi Khan al-Awz Jundi.

Para ulama tersebut adalah umumnya adalah ahli fiqih sekaligus sastra. Mungkin faktor inilah yang menyebabkan banyaknya nasihat yang dikutip oleh Imam al-Zarnûji berasal dari ulama Hanafiyah, dan banyaknya syair di dalam kitab ini. Karya termasyhur al-Zarnuji adalah Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum, sebuah kitab yang bisa dinikmati dan dijadikan rujukan hingga sekarang.

Menurut Haji Khalifah, kitab “Tailim al-Muta’allim” ini merupakan satu-satunya kitab yang dihasilkan Syekh al-Zarnuji. Sementara, Orientalis, M. Plessner, mengatakan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim adalah salah satu karya al-Zarnuji yang masih tersisa. Plessner menduga Imam al-Zarnuji memiliki karya lain, tetapi banyak hilang, karena serangan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan terhadap kota Baghdad dalam Tahun 1258 M.

Pendapat Plessner ini dikuatkan Muhammad ‘Abd Qadir Ahmad. Menurutnya, minimal ada dua alasan bahwa al-Zarnuji menulis banyak karya, yaitu: pertama, kapasitas al-Zarnuji sebagai pengajar yang menggeluti bidang kajiannya. Ia menyusun metode pembelajaran yang dikhususkan agar para siswa sukses dalam belajarnya.

Tidak masuk akal bagi al-Zarnuji, yang pandai dan bekerja lama di bidangnya itu, hanya menulis satu buku. Kedua, ulama-ulama yang hidup semasa al-Zarnuji telah menghasilkan banyak karya. Karena itu, mustahil bila al-Zarnuji hanya menulis satu buku.

Tentang ada tidaknya karya lain yang dihasilkan al-Zarnuji sebenarnya dilukiskan al-Zarnuji sendiri dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, yang dalam salah satu bagiannya ia mengatakan: “…kala itu guru kami syeikh Imam ‘Ali bin Abi Bakar semoga Allah menyucikan jiwanya yang mulia itu menyuruhku untuk menulis kitab Abu Hanifah sewaktu aku akan pulang ke daerahku, dan aku pun menulisnya…” Hal ini bisa memberikan gambaran bahwa al-Zarnuji sebenarnya mempunyai karya lain selain kitabnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim.

Telepas dari perdebatan itu, al-Zarnuji merupakan tokoh yang telah memberikan sumbangan berharga bagi perkembangan pendidikan Islam. Karyanya, dipelajari dan dikaji di banyak Pondok Pesantren di Indonesia. Hal ini tampak dari padatnya jadwal pengajian kitab Ta’lim al-Muta’allim dan dalam tradisi pesantren, ada yang lebih urgen ketimbang ilmu pengetahuan, yakni adab atau etika. Termasuk etika dalam mencari ilmu itu sendiri.

Ada beragam kitab yang digunakan dalam pembelajaran akhlak/adab menuntut ilmu di Pondok Pesantren, yaitu: al-Akhlâq lil Banîn karya Syekh Umar bin Ahmad Baraja, Adabul ‘Âlim wal Muta‘allim karya Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, Bidâyatul Hidâyah karya Imam al-Ghazali. Yang sangat terkenal adalah kitab Ta’lîm al-Muta’allim Tharîq at-Ta’allum karya Imam al-Zarnûji.

Kitab Ta’lîm al-Muta’allim Tharîq at-Ta’allum menghimpun tuntunan belajar. Latar belakang penulisan kitab ini adalah adalah sebagaimana yang beliau tuturkan sendiri dalam mukaddimah kitabnya:

فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم

ولايصلون ومن منافعه وثمراته ـ وهى العمل به والنشر ـ

يحرمون لما أنهم أخطأوا طريقه وتركوا شرائطه، وكل من أخطأ الطريق ضل،

ولاينال المقصود قل أو جل، فأردت وأحببت أن أبين لهم طريق التعلم

على ما رأيت فى الكتب وسمعت من أساتيذى أولى العلم والحكم

Artinya:

Tatkala aku melihat banyak dari para penuntut ilmu pada masa kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, namun tidak dapat mencapai hasilnya. Di antara manfaat dan buah ilmu adalah mengamalkan ilmu dan menyebarkannya. Mereka terhalang (dari ilmu) sebab kesalahan dalam metode mencari ilmu, dan mereka meninggalkan syarat-syaratnya. Sedangkan setiap orang yang salah jalan maka akan tersesat, dan tidak mendapat sesuatu yang ia inginkan sedikit ataupun banyak. Maka aku ingin menjelaskan kepada mereka tata cara belajar berdasarkan yang telah aku lihat dan dengar dari guru-guruku yang memiliki ilmu dan hikmah. (Imam al-Zarnûji, Ta’lîm al-Muta’allim Tharîq at-Ta’allum,halaman 57)

Bagi para santri, akhlak lebih tinggi derajatnya daripada ilmu. Sedikitnya sopan santun lebih berharga daripada banyaknya ilmu.  Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Imam Ibnu al-Mubarak:

نَحْـنُ إِلَى قَلِيْــلٍ مِــنَ اْلأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ اْلعِلْمِ

Artinya:

“Kita lebih membutuhkan adab (meskipun) sedikit dibanding ilmu (meskipun) banyak” (Syekh Syatha Dimyathi al-Bakri, Kifâyah al-Atqiyâ wa Minhâj al-Ashfiyâ, Dar el-Kutub al-‘Ilmiyah, h. 262).

Dalam menggembleng akhlak santri, pesantren memasukkan pelajaran tentang etika dan tata cara menuntut ilmu ke dalam kurikulumnya. Hal ini dilakukan supaya para santri memahami akhlak yang terpuji dan tata cara menuntut ilmu yang benar, supaya ilmu mereka bermanfaat saat mengabdi di masyarakat.

Imam al-Zarnuji menjelaskan metode belajar dalam kitabnya. Ada 13 pasal yang disebutkan olehnya dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim, yaitu: Hakikat ilmu dan keutamaannya. Imam al-Zarnuji membicarakan perihal kewajiban menuntut ilmu, dan tidak semua ilmu harus dipelajari. Karena yang wajib bagi mereka adalah Ilmul hâl, seperti ilmu iman, ilmu shalat, zakat, dan semacamnya.

Imam al-Zarnuji juga menjelaskan keutamaan-keutamaan menuntut ilmu, di antaranya analogi Imam al-Zarnuji akan keutamaan Nabi Adam AS dibanding para malaikat adalah karena ilmu yang dimilikinya. Disebutkannya bahwa hukum menuntut ilmu ada 4.

Pertama, fardlu‘ain, salah satunya adalah ilmu wudhu dan shalat.

Kedua, fardlu kifayah, seperti ilmu cara menguburkan jenazah.

Ketiga, haram, seperti mempelajari ilmu ramalan berdasarkan perbintangan.

Keempat, jawâz (boleh), seperti mempelajari ilmu kedokteran.

Niat ketika belajar Imam Zarnuji menyebutkan, bahwa seorang pelajar harus memiliki niat saat menuntut ilmu. Landasan yang digunakan beliau yaitu sabda Nabi tentang niat, “innamal a’mâlu binniyyât”, “Sesungguhnya amal seseorang tergantung pada niatnya.”

Ada beberapa niat yang dianjurkan Imam al-Zarnuji ketika menuntut ilmu.

Pertama, mencari ridha Allah SWT.

Kedua, menghilangkan kebodohan dirinya dan orang lain.

Ketiga, menghidupkan agama dan mendirikan Islam.

Keempat, mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Dalam pasal ini Imam al-Zarnuji juga memberi peringatan supaya seorang pelajar tidak mencari ilmu dengan maksud mencari pengaruh supaya Orang datang kepadanya, atau digunakan untuk mencari kedudukan di sisi penguasa, kecuali jika ilmu tersebut untuk menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran di tengah pemerintah.

Memilih ilmu, guru, dan teman, serta keteguhan dalam menuntut ilmu Dalam pasal ini Imam al-Zarnuji memberi saran bagi para pelajar untuk memilih ilmu, guru, dan teman. Hendaknya bagi seorang pelajar mendahulukan ilmu yang dibutuhkannya sekarang dalam urusan agama (ilmul hal), baru kemudian mempelajari ilmu yang berguna baginya pada masa yang akan datang.

Imam Zarnuji menyarankan agar setiap pelajar mencari guru yang lebih pandai dan lebih sepuh dari dirinya, juga memilih teman yang tekun, wara’, baik tabiatnya, dan tanggap, serta menghormati ilmu dan ahlinya. Menurutnya, seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu melainkan ia menghormati ilmu dan pemiliknya, gurunya. Juga harus beretika, diantaranya tidak duduk di tempat duduk gurunya, tidak memulai percakapan dengan guru kecuali atas izinnya, tidak banyak berbicara di sisi gurunya, dan lain sebagainya.

Sungguh-sungguh, tekun, dan semangat menuntut ilmu adalah tujuan yang agung.  Kesungguhan tidak hanya bergantung pada pelajar saja, namun guru dan orangtua pun harus bersungguh menyiapkan pendidikan anaknya. Supaya ilmu itu kuat melekat pada diri seorang pelajar, Imam al-Zarnuji menyarankan bahwa pelajaran harus diulang pada setiap permulaan dan akhir malam.

Dalam memperkuat pendapatnya, Imam al-Zarnuji terkadang menggunakan hadits dan syair-syair. Banyak sekali syair dalam kitab Ta’lîm al-Muta’allim, hingga ada yang menghimpunnya dalam kitab khusus, yaitu Syair Alala.

Salah satu bait yang terkenal dalam kitab ini adalah Syair Muhammad bin al-Hasan:

تعلم فإن العلم زين لأهله #

وفضل وعنوان لكل المحامد

وكن مستفيدا كل يوم زيادة #

من العلم واسبح في بحور الفوئد

#Belajarlah, karena ilmu adalah perhiasan bagi pemiliknya

#Juga keutamaan dan tanda bagi setiap sesuatu yang terpuji.

#Jadilah dirimu dapat mengambil faedah dari ilmu setiap harinya, dan berenanglah engkau dalam lautan kemanfatan (Imam al-Zarnuji, Ta’lîm al-Muta’alim, Beirut:hal. 61)

Banyak para ulama yang memuji kitab Ta’lîm al-Muta’allim, di antaraya adalah al-‘Allamah al-Kinawi a-Hindi. Beliau mengatakan, “Aku telah membaca kitab ini berulang-ulang, dia adalah kitab yang ringkas, memiliki banyak manfaat, berharga dan berfaedah. (Imam al-Zarnuji, Ta’lîm al-Muta’alim, Beirut: hal. 40)

Kitab Ta’lîm al-Muta’allim sangat cocok sekali dipelajari oleh santri, meski syair di dalam kitab ini lumayan rumit bagi pelajar pemula. Itulah sebabnya terkadang santri baru akan menggunakan kitab Taysîr al-Khalâq atau al-Akhlâq lil Banîn sebelum mempelajari kitab ini.

Imam al-Zarnuji dengan Kitab Ta’lim al-Muta’allim ini berharap dua hal, yaitu agar para pecinta ilmu mendo’akan beliau beruntung dan selamat dunia akhirat, bukan untuk popularitas atau sebagainya.  Kitab Ta’lim al-Muta’allim ini disusun dengan 13 pasal, dari Pasal tentang pentingnya Ilmu sampai pasal tentang perkara yang bisa mendatangkan rizqi.

Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)

 

(* Muhammad Farid Wajdi, Pengasuh Ponpes Modern Putri IMMIM Pangkep.

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT