BerandaFilsafatMembongkar TBC Pancasila

Membongkar TBC Pancasila

Oleh: Nasrudin Joha

Tulisan sebelumnya: Seorang Pancasilais tak akan berani Mengorbankan Nyawa demi Negara?

PALONTARAQ.ID – Untuk memulihkan akidah dan pemikiran umat dari Penyakit Takhayul, Bid’ah, dan Churafat (TBC) Pancasila yang telah menahun, memang tidak mudah. Perlu ketelatenan, keseriusan, dan disiplin meminum obat penyembuh TBC.

Meminjam istilah yang dipopulerkan aktivis Muhammadiyah, TBC adalah akronim dari Tahayul, Bid’ah dan Churofat (baca : Khurofat). Tiga penyakit ini tengah menjangkiti benak dan pemikiran umat, ketika membahas Pancasila.

Takhayul adalah sesuatu yang hanya berdasarkan pada khayalan belaka. Sesuatu bisa disebut tahayul jika ada ketidakmungkinan untuk merealisirnya, juga ketidaksesuaian dengan fakta atau norma yang diyakini.

Pancasila dalam sila kelimanya menyebut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara fakta, sila ini hanya tahayul, hanya khayali, tidak ada wujud nyatanya sejak Pancasila di proklamirkan hingga hari ini.

Keadilan hanya milik kaum kapital dan yang berpunya. Sementara rakyat jelata, korban peristiwa 21-22 Mei, ayah Harun, Ayah Reyhan, keluarga dari 700 lebih anggota KPPS tidak mendapat keadilan ini.

Hingga hari ini mereka tidak tahu, apa alasannya mereka harus dipisahkan dari keluarga, dari anak, Istri, saudara, ayah tercintanya.

Mereka dipaksa, menerima fakta getir ditinggal mati keluarga sebagai sebuah ‘keadilan’ tanpa tahu akan kemana menuntut keadilan atas kematian anggota keluarga mereka.

Secara norma, keadilan yang dipraktikkan juga bertentangan dengan Islam. Islam mendefinisikan keadilan adalah menerapkan suatu urusan berdasarkan standar syara’.

Bagi Islam, hukum Qisos itu adil, penerapan hudud itu adil, membagi waris bagian perempuan separuh dari bagian laki-laki itu adil, mengharamkan riba itu adil, mengharamkan zina dan LGBT itu adil, dan seterusnya.

Sementara, keadilan yang bermuara pada Norma Pancasila justru mengharamkan hudud, mengharamkan Qisos karena dianggap tak berperikemanusiaan, menghalalkan riba sebagai pilar ekonomi nasional, membolehkan zina, membebaskan LGBT, dan seterusnya.

Bid’ah adalah segala hal baru yang di ada-adakan, yang menyelisihi Sunnah. Pancasila itu Bid’ah dan menyelisihi Sunnah, ketika doktrin Pancasila mengajarkan Pancasila adalah sumber dari segala Sumber Hukum.

Dalam pandangan Islam, wahyu baik yang berwujud Al Qur’an maupun As-Sunnah adalah sumber dari segala sumber hukum. Seorang Mukmin tak boleh mengubah kedudukan wahyu dengan pemikiran hawa nafsu.

Proses legislasi hukum dan perundangan, praktik bernegara dan menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan Pancasila adalah Bid’ah Akbar. Kenapa? Karena dampaknya luar biasa besar menjauhkan manusia dari Hukum Allah SWT.

Jika ada orang membuat sesaji, dikirim untuk Ruh nenek moyang, dilarung ke sungai atau kelaut, itu Bid’ah. Tapi Bid’ah model ini masih terkategori Bid’ah asghor (kecil), karena dampaknya tak sedahsyat Bid’ah Pancasila.

Churofat atau khurafat berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, kepercayaan dan keyakinan yang tidak masuk akal/akidah yang tidak benar.

Berkeyakinan membangun suatu bangsa dan menjadikannya asas dalam menyelenggarakan kekuasaan dan pemerintahan berdasarkan Pancasila adalah khurofat.

Belum lagi, sumber Pancasila konon berasal dari kisah-kisah perdebatan kakek moyang saat mendirikan negara, yang tidak dapat dijamin kesahihannya.

Jika membahas hadits, itu kita pasti akan teliti otentitasnya, baik sanad maupun wurudnya sebelum membahas matannya.

Saat membahas kisah-kisah Pancasila, tak ada satupun kitab Sahih yang menjamin otentitas Sejarah Pancasila. Akhirnya, semua kelompok dan mahzab mengklaim Pancasila miliknya.

Kelompok Sosialis mengklaim Pancasila sosialistik. Kelompok liberal, mengklaim Pancasila liberal dan terbuka. Kelompok Islam menganggap Pancasila Islami.

Semua klaim itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, sebagaimana kesahihan hadits yang dapat diuji sumbernya bersambung hingga Rasulullah Muhammad SAW.

Semua kisah tentang Pancasila memiliki versi masing-masing bergantung pada tendensi penulisnya. Itulah realitas dan hakekat pancasila.

Anda harus rutin membaca artikel Nasjo, agar penyakit TBC Pancasila yang bersarang dibenak Anda benar-benar hilang.

Selanjutnya, Anda wajib menginjeksi hanya pemikiran Islam yang mengisi ruang ‘hardisc’ pemikiran Anda. [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT