BerandaHukumMana Suara lantang BPIP menentang Klaim China atas Natuna?

Mana Suara lantang BPIP menentang Klaim China atas Natuna?

Oleh: Nasrudin Joha

Related Post:  China mulai ajak Ribut di Natuna

PALONTARAQ.ID – “Pihak China secara tegas menentang negara manapun, organisasi, atau individu yang menggunakan arbitrasi tidak sah untuk merugikan Kepentingan China,”

[Juru bicara Menteri Luar Negeri Republik Rakyat China, Geng Shuang, Jumat (3/1/2020)].

BPIP adalah pengamal Pancasila, negeri ini Pancasilais atau tak Pancasilais diantaranya bisa dilihat dari statement dan peran BPIP.

Sebelumnya, BPIP begitu lantang bicara soal kebangsaan jika itu menyangkut eksistensi umat Islam.

BPIP berulangkali mengumbar narasi radikalisme, anti Pancasila, yang jika diteliti dan didalami tudingan itu hanya dialamatkan kepada umat Islam.

Ajaran Islam khilafah dituding memecah-belah, anti kebhinekaan, anti NKRI, ajaran radikal.

Namun belum lama ini telah terjadi konflik antara Otoritas China dan Indonesia tentang klaim Perairan Laut Natuna.

Setelah Indonesia menegaskan klaim China bertentangan dengan Hukum Internasional yang sah, China tetap menganggap perairan Laut Natuna bagian dari negaranya.

Bahkan, China secara sepihak China menentang negara mana pun (termasuk Indonesia), organisasi, atau individu yang menggunakan arbitrasi tidak sah untuk merugikan kepentingan China.

Tindakan ini jelas merongrong Kedaulatan NKRI, memecah belah kesatuan wilayah dan berpotensi menghancurkan bangsa.

Dalam moment ini, semestinya BPIP juga ikut angkat suara untuk mendukung Pemerintah melawan kebijakan invantif China.

Tidak benar jika hal ini hanya urusan kemenlu sehingga BPIP diminta bungkam. Faktanya, untuk urusan radikal radikul yang telah ditangani berbagai kementrian dan lembaga, BPIP juga masih ikut nimbrung.

Artinya, dalam konteks isu kebangsaan apalagi hal ini berkaitan dengan kedaulatan dan wilayah teritorial NKRI, semestinya BPIP ikut bicara.

Minimal, BPIP berbicara dalam konteks merekatkan kohesi berbangsa, atau menyulam kain persatuan bangsa, guna menyongsong potensi konflik terbuka dengan China.

Bila dimungkinkan, BPIP juga bisa menggaungkan wacana ‘Ganyang China’ jika sampai persoalan Natuna tak kunjung selesai.

Jangan sampai Natuna lepas seperti lepasnya Sipadan dan Ligitan, karena pengkhianatan para penguasa yang ketika itu dipimpin Megawati.

Urgensi BPIP bicara juga untuk menepis tudingan bahwa BPIP hanya garang kepada rakyat di negeri sendiri, sementara terhadap China tak punya nyali. BPIP perlu bersuara, agar Pancasila masih ‘dianggap’ ada.

Sebenarnya, BPIP seharusnya wajib tersinggung karena Sujiwo Tejo menyebut pencasila itu tidak ada. Yang ada hanya gambar Garuda nya saja. Bukankah ini sama saja BPIP juga dianggap tak ada ? Yang ada hanya gaji ratusan juta yang terus rutin diterima tanpa jelas pekerjaannya apa.

Ayolah, Megawati, Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Mahfud MD, Sudhamek, Andrea Anangguru Yewangoe, Wisnu Bawa Tenaya, Rikard Bagun, bicara!

Rakyat negeri ini sangat ingin tahu, apa pendapat dan langkah BPIP atas isu kedaulatan di wilayah Natuna. [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT