BerandaPesantrenDaulah Bani Umayyah Menjelang Keruntuhannya

Daulah Bani Umayyah Menjelang Keruntuhannya

 

Oleh: Muhammad Farid Wajdi

PALONTARAQ.ID – Mulai dari masa kekuasaan Yazid bin Abdul Malik, khalifah Daulah Bani Umayyah ke-9 yang dinilai kurang cakap mengendalikan pemerintahan, terjadilah masa kemunduran.

Sejak Yazid bin Abdul Malik diangkat menjadi khalifah, banyak sekali terjadi pemberontahan dan pemerintahannya tidak dapat mengendalikan dan meredam pemberontakan tersebut.

Kondisi kekacauan tersebut sampai puncaknya pada pengangkatan dua khalifah dalam satu tahun berjalan,  putra dari khalifah Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik, yaitu Yazid bin Walid (khalifah ke-12) dan  Ibrahim bin Walid (khalifah ke-13).

Pada masa Yazid dan Ibrahim bin al-Walid inilah kemunduran Bani Umayyah memuncak, sementasa suasana keluarga Abbasiah di Khurrasan hidup dengan suburnya.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab runtuhnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah, apa yang telah disebutkan diatas hanyalah salah satunya, diantara penyebab lainnya ialah:

Al-Walid bin Yazid Khalifah yang buruk

Sepeninggal Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, Daulah Bani Umayyah memasuki masa mendekatnya masa kehancuran. Pada tahun 125 H. al-Walid bin Yazid menduduki singgasana Khalifah.

al-Walid bin Yazid adalah Khalifah yang sangat ‘aib dan buruk, sikapnya penuh angkara murka dan sering melakukan yang dilarang oleh Agama.

Oleh karena itu para pembesar terutama dari keluarganya sendiripun membencinya, maka ia dibunuh oleh keluarganya sendiri.

Al-Walid bin Yazid kemudian digantikan oleh Putranya, Yazid bin Al-Walid kemudian Ibrahim bin al-Walid bin Abdul Malik.

Marwan bin Muhammad, Pahlawan yang malang

Pada tahun 127 H (745 M) Marwan bin Muhammad, yaitu Khalifah yang terakhir dari keluarga Bani Umayyah menaiki singgasana Khilafah.

Khalifah Marwan bin Muhammad sebenarnya seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan yang perkasa, akan tetapi nasibnya buruk, dengan sifat-sifatnya yang mulia itu ia tidak dapat mempertahankan Daulat Bani Umayyah dari keruntuhan.

Pemberontakan terjadi di seluruh kerajaan, kelompok Khawarij mengadakan huru-hara di Palestina, Hadramaut dan Yaman.

Marwan bin Muhammad dapat menundukkan pemberontakan-pemberontakan tersebut namun ia tidak berdaya menghadapi pemberontakan Bani Abbas.

Pada suatu hari Marwan bin Muhammad dapat menangkap sepucuk surat yang dikirimkan oleh Ibrahim al-Imam (keturunan Abbas yang menjadi kepala kelompok Abbasiyah) kepada Abu Salmah, muballigh yang juga tangan kanan keluarga Abbasiyah di Irak. Berdasarkan surat itu Ibrahim al-Imam ditangkap, dipenjarakan dan dibunuh.

Sebelum ia meninggal ia berwasiat kepada para pengikutnya agar mereka berusaha dengan sekuat tenaga menyampaikan cita-citanya, dan mereka harus mengangkat saudaranya yaitu Abul Abbas dan kemudian Ja’far, menjadi Khalifah. Keluarganya disuruh sesegera mungkin untuk meninggalkan Kufah.

Khurrasan menjadi Pusat Gerakan Kelompok Bani Abbas

Sebab dijadikannya Khurrasan sebagai pusat kegiatan Bani Abbas, karena letaknya yang jauh dari pusat Ibukota kerajaan Bani Umayyah yaitu Damaskus, dan karena penduduk Khurrasan sangat membenci keluarga Bani Umayyah karena kezaliman mereka atas penduduk Khurrasan.

Seorang pengikut dan tulang punggung keluarga Bani Abbas ialah Abu Muslim Al-Khurrasani, dengan tipu dayanya dan kelicinan siasatnya ia dapat memecah-belah suku-suku Arab di Khurrasan.

Setelah berhasil ia memerangi wali negeri itu yang diangkat oleh Marwan yaitu Nashru bin Saiyar. Nashru dikalahkannya dan ia berkuasa di Khurrasan.

Ia beserta laskarnya berangkat ke Irak, lalu menundukkan kota Kufah. Disana ia menetapkan Abul Abbas Assafah menjadi Khalifah dari Bani Abbas yang pertama, pada tanggal 13 Rabi’ul Awwal tahun 132 H. = 30 Oktober 749 M.

Akhir Hayat Marwan bin Muhammad

Setalah Abul Abbas menjadi Khalifah pertama dari Bani Abbas, dia memerintahkan kepada pamannya Abdullah bin Ali untuk memerangi Marwan bin Muhammad.

Abdullah segera mengerahkan laskarnya. Ditepi sungai Zaad (anak sungai Tigris) bertemu dengan pasukan Marwan yang berjumlah 120.000 orang. Tetapi laskar Marwan yang banyak itu tidak kuat menahan serangan musuhnya, ia dikalahkan oleh Abdullah.

Marwan terpaksa melarikan diri menyeberangi sungai Tigris untuk menuju Mosul. Akan tetapi penduduk negeri itu tidak suka menerima kedatangan Marwan, mereka segera merusak jembatan yang akan dilaluinya.

Akhirnya Marwan berbelok memutar haluannya menuju ke Herran dan kemudian terus ke Damaskus. Dia dikejar oleh Abdullah sampai ke Fusthath (Mesir). Sampai disini Abdullah menyerahkan tugasnya memburu Marwan itu kepada saudaranya Saleh bin Ali.

Di desa Bushair, di Alfayaum (Mesir) Saleh bertemu dengan Marwan, dan Khalifah yang malang itu mati dibunuh oleh musuhnya.

Kejadian yang menyedihkan ini terjadi pada 27 Dzulhijjah 132 H atau 5 Agustus 750 M. Kepalanya disula dan dikirimkan ke Kufah kepada Abul Abbas Assafah.

Demikianlah seluruh keluarga Khalifah Bani Umayyah dibunuh keluarga Bani Abbas, hanya satu dari keturunan Bani Umayyah yang selamat dan melarikan diri ke Andalus, yaitu Abdurrahman.

Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Bani Umayyah dan berkibarlah bendera hitam yang menjadi syi’ar lambing persatuan Abbasiyah dengan jayanya diatas menara benteng-benteng Damaskus.

Sebab-sebab Runtuhnya Daulah Bani Umayyah

1. Pengkhianatan atas diri Ali bin  Abi Talib

Sebagian besar sebag yang membuka jalan baginya utnuk menjadi Khalifah adalah dengan ketajaman mata pedangnya dan kebijaksanaannya.

Dengan tipu dayanya dan kebijaksanaannya ia dapat memusnahkan segala rintangan yang menghadangnya dan mematahkan perlawanan kaum Khawarij dan Syi’ah.

Namun ia telah melakukan kesalahan besar, yaitu dengan perbuatannya yang selalu menghina Ali bin Abi Talib dan merendahkan derajatnya pada khutbah-khutbahnya di hadapan ummat Islam. Inilah yang menyalakan api kemarahan Syi’ah kepadanya.

2. Melanggar janji dengan Hasan bin Ali

Kesalahan yang kedua ialah pelanggaran atas janji yang ia ikrarkan kepada Hasan bin Ali, yaitu bahwa pengangkatan Khalifah sepeninggalnya harus diserahkan kepada permusyawaatan ummat Islam.

Janji ini telah dibatalkan dengan pengangkatan Yazid sebagai Putera Mahkota. Inilah yang menyebabkan terjadinya perang Karbala dan terbunuhnya Husein bin Ali.

Peperangan yang sangat mengenaskan hati ummat Islam sehingga mereka banyak yang memihak kepada keturunan Ali dan Fatimah.

Peristiwa itu pula yang menyebabkan api pemberontakan dan huru-hara dimana-mana menentang kekuasaan Bani Umayyah. Abdullah bin  Zubair memberontak di Makkah.

Mukhtar bin Ubaid durhaka di Irak, Syi’ah menghidupkan perlawanan dimana-mana, sehingga sendi singgasana Bani Umayyah menjadi goyah, memang ketika kerajaan sedang kuat mereka bisa ditindas tapi gerakan itu bagaikan api dalam sekam, ia tetap selalu menyala.

Peraturan yang dibuat oleh Mu’awiyah menjaikan pangkat Khalifah menjadi turun temurun dalam keluarga bani Umayyah, padahal keturunan Nabi pun tidak memperoleh pangkat itu.

Peristiwa yang juga menyakiti hati ummat Persia juga yang menimpa Ali Zainul Abidin bin Husain bin  Ali, yang mana ibundanya dalah puteri  Yazdayird Kisra Persia yang sangat dimuliakan di Persia.

Oleh karena itu keturunan Husein bin Ali menjadi termulia dan terutama sekali menurut keyakinan orang Persia, karena turunan itu merupakan pertalian keluarga Nabi dengan keluarga Kisra.

Orang Persia ingin melanjutkan kerajaan Islam di bawah kuasa gabungan darah bangsawan Persia dengan darah suci turunan Nabi.

Orang Persia juga terhina oleh siasat Bani Umayyah, karena ia amat mengutamakan bangsa Arab dan tidak mengindahkan bangsa selain Arab. Pangkat yang tertinggi hanya boleh dijabat oleh orang Arab.

Bangsa lain walaupun telah memeluk agama Islam diwajibkan juga membayah jizyah. Dan tentara yang bukan bangsa Arab tidak diberi hak menerima pembagian harta rampasan perang sebagai tentara Islam, sekalipun agama Islam telah membentangkan hak persamaan diantara kaum muslimin.

3. Ta’assub Jahihiyah

Bani Umayyah menghidupkan kembali faham kebangsaan di masa jahiliah, yaitu baham kebangsaan yang sempit yang tidak diizinkan oleh agama Islam.

Pemberian Khalifah atas suku tertentu tidak sama denga yang diberikan kepada suku yang lain. Peristiwa sedemikian itu  yang membuka peluang bagi Abu Muslim al-Khurrasani dalam usahanya menegakkan Daulat Abbasiyah.

Begitu pula kegemaran Khalifah-khalifah Bani Umayyah yang akhir, yang banyak menghabiskan waktunya untuk bermain-main dan kemewahan yang tidak terbatas, sehingga mereka kurang mengacuhkan urusan kerajaan.

Hal ini yang menambah kebencian ummat Islam kepada pemerintahan keluarga itu. Adat-istiadat istana Byzantium yang menimbulkan kerusakan batin, banyak yang mereka tiru.

4. Pengangkatan dua orang Putera Mahkota

Pengangkatan dua orang mahkota juga sangat buruk akibatnya. Putra mahkota yang lebih dahulu menduduki singgasana Khalifah, berusaha memecat saudaranya dan melantik puteranya sendiri.

Hal in imenimbulkan perpecahan dalam tubuh keluarga bani Umayyah. Kemudian Khalifah yang baru membalaskan dendamnya kepada siapa saja yang membantu singgasananya. Oleh karena itu perhatian dan simpati rakya menjadi pudar.

Mereka senantiasa menunggu kedatangan seorang pemimpin yang akan mempersatukan mereka untuk membalas dendam kepada keluarga Bani Umayyah. Di saat demikian Abu Muslim muncul membawa suara baru dan janji perbaikan.

Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT