BerandaKhazanahBolehkah Musafir tidak Puasa?

Bolehkah Musafir tidak Puasa?

Oleh:  Muhammad Farid Wajdi

PALONTARAQ.ID – RAMADHAN adalah bulan mulia. Didalamnya berlimpah pahala bagi muslim yang berpuasa dan melakukan banyak amal saleh. Kesempatan untuk beramaliah sebanyak-banyaknya di Bulan suci Ramadhan adalah kesempatan yang langka dan tidak boleh dilewatkan.

Suatu kesyukuran mendapati Ramadhan tahun ini dan tidak ada jaminan Ramadhan tahun depan masih kita dapati.  Karena itu selayaknya, momentum Ramadhan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin untuk investasi pahala. Lantas, bagaimana jika seorang muslim berada dalam kondisi perjalanan, traveling, musafir, yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa?

Bolehkah seorang muslim Musafir untuk tidak Puasa? Bagaimana mengganti hari puasa yang ditinggalkannya?

Dalam Al-qur’anul Karim, Allah SWT sudah menegaskan mengenai hal ini.

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya:

“…. dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya bershiyam), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah:185)

Lihat juga: Bolehkah Batalkan Puasa karena Pemeriksaan Kesehatan?

Dalam bahasa arab, safar (perjalanan) artinya kepergian yang memerlukan biaya serta menempuh jarak tertentu. Tidak ada nash syar’i mengenai hal ini, hanya saja ada isyarat tentangnya, yaitu Sabda Nabi SAW dalam hadits shahih,

لا يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ إِلا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

Artinya:

“Wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh melakukan perjalanan sejauh jarak sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR. Ibnu Huzaimah)

لا تسافر المرأة فوق ثلاث الا مع ذي محرم

Artinya:

“Tidak (boleh) wanita bepergian di atas 3 (hari) kecuali bersama mahramnya.” (HR Muslim)

لا تسافر امرأة ثلاثة أيام فصاعدا إلا مع أبيها أو ابنها أو أخيها أو زوجها أو ذي محرم

Artinya:

“Tidak boleh wanita bepergian 3 hari lebih kecuali bersama ayahnya, anaknya, saudara laki-lakinya, suaminya atau mahramnya.” (HR Al-Baihaqi)

Lihat juga: Ramadhan itu Bulan Al-qur’an – 18

Orang yang sedang safar dan menempuh jarak yang memperbolehkannya shalat qashar, maka diperbolehkan untuk berbuka puasa pada Bulan Ramadhan, sesuai kesepakatan para ‘ulama, baik dia mampu untuk melakukan shaum ataupun tidak, dan baik shaumnya itu memberatkan dirinya maupun tidak.

Adapun jarak yang memperbolehkan seseorang untuk mengqashar shalatnya dan berbuka puasa, menurut Madzhab Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad adalah perjalanan yang ditempuh dengan unta atau berjalan kaki selama dua hari, atau dengan memperhitungkan jarak tempuhnya (apapun kendaraan yang dipakainya), misalnya perjalanan antara Makkah dan Jeddah, atau perjalanan yang berjarak 16 farsakh, yaitu sekitar 48 mil ( 88,7 Km).

Menurut Imam Abu Hanifah adalah perjalanan yang ditempuh minimal selama tiga hari. Syaratnya menurut jumhur adalah perjalanan dimulai sebelum terbit fajar dan tiba di tempat yang menjadi titik awal bolehnya qashar dalam keadaan telah meninggalkan rumahnya.

Adapun Madzhab Hanbali membolehkan musafir untuk tidak berpuasa meskipun dia berangkat dari negrinya pada siang hari, walaupun kebarangkatannya itu sesudah waktu dzuhur.

Lihat juga: Adab dalam Perjalanan, Muslim Wajib Tahu!

Ada dua syarat lain menurut jumhur ulama, yaitu perjalanan itu mubah, dan tidak diniati untuk bermukim selama empat hari. Madzhab Imam Malik membolehkan tidak berpuasa karena perjalanan dengan empat syarat, yaitu:

Pertama, Perjalanan itu jaraknya sejauh perjalanan yang membolehkan shalat qashar.

Kedua, Perjalanan itu harus mubah.

Ketiga, Berangkat sebelum terbit fajar apabila itu adalah hari petama, dan Keempat, Meniatkan untuk tidak berpuasa pada malam hari.

Jika seorang musafir berpuasa, maka sah puasanya dan gugur kewajibannya. Ulama empat madzhab bersepakat akan hal tersebut. pendapat mereka berlandaskan pada hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik, beliau berkata,

كنا نسافر مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم يعب الصائم على المفطر ولا المفطر على الصائم

Artinya: ”Dulu kami sering melakukan perjalanan bersama Rasulullah SAW, tapi tidak pernah orang yang berpuasa mencela orang yang tidak berpuasa, juga tidak pernah terjadi sebaliknya.”

Lihat juga:Kurma dan Makanan Manis saat Berbuka Puasa

Jadi, bagi seorang yang sedang dalam perjalanan jauh, traveler, musafir, maka dibolehkan untuk tidak berpuasa pada Bulan Ramadhan, namun tetap memiliki kewajiban untuk menggantinya di hari-hari yang lain, di luar Bulan suci Ramadhan.

Demikianlah syariat puasa yang Allah SWT tetapkan untuk tidak memberatkan hambanya dan menghendaki kemudahan dalam menjalankannya.

Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT