BerandaPesantrenSeri Khalifah Daulah Bani Umayyah (2): Yazid bin Muawiyah

Seri Khalifah Daulah Bani Umayyah (2): Yazid bin Muawiyah

Oleh: Muhammad Farid Wajdi

PALONTARAQ.ID –  Ibu Yazid adalah seorang wanita pedalaman yang dikawini oleh Mu’awiyah sebelum ia menjadi Khalifah. Oleh karena itu iapun membawa puteranya Yazid pulang kedusun untuk dididik pada lingkungan yang masih bersih, bahasa yang masih murni dan penuh dengan kearifan dan sopan santun. Maka ia tumbuh dengan sifat badwi nya yang pemberani dan fasih bertutur kata, serta pandai bersair.

Akan tetapi ia bukanlah seorang yang ahli untuk menduduki kursi Khalifah, karena ia dinilai mempunyai tabi’at yang zalim lagi gemar memperturutkan hawa nafsunya melakukan perbuatan maksiat. Oleh karena itu pemerintahannya tidak disukai oleh para sahabat besar dan terutama, seperti Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair.

Perang Karbala (61 H. = 681 M.)

Sebagian penduduk Irak mengirim surat kepada Husein bin Ali meminta ia datang ke Kufah. Mereka mengatakan bahwa mereka bersedia memberikan bantuan kepada Husein dalam sehala hal yang dihajatkannya. Huseinpun terpedaya dengan bunyi surat itu. Dia lupa akan apa yang terlah dilakukan oleh penduduk Irak atas ayahandanya Ali bin Abi Talib dan saudara kandungnya Hasan bin Ali.

Dengan pengiring yang jumlahnya tidak lebih dari 80 orang, ia berangkat menuju Kufah. Akan tetapi ketika ia sampai di Karbala, ia bertemu dengan tentara musuhnya (Yazid) yang dikepalai oleh Ubaidillah bin Ziad.

Kematian Husein yang menyedihkan

Dengan peristiwa ini Husein baru insyaf kalau ia tertipu, sebab tak seorangpun dari penduduk Irak yang meminta kedatangannya itu yang membantu. Maka terjadilah pengepungan atas Husein serta para pengikutnya yang hanya sedikit itu oleh tentara Ubaidillah bin Ziad yang berpuluh kali lipat banyaknya. Dalam pertempuran itu Husein terbunuh dengan sangat mengenaskan, kepalanya dipisah dari tubuhnya dan diserahkan kepada Yazid di Damaskus.

Sekalipun Yazid orang yang dzalim dan aniaya, tetapi kematian Husein yang mengerikan itu menyedihkan hatinya, karena ayahandanya (Mu’awiyah) berwasiat kepadanya, bahwa jika nanti ia dapat mengalahkan Husein putera musuhnya itu, ia harus mema’afkannya dan menghormatinya. Tapi kini apa boleh buat, ia hanya bisa memberikan kemurahan hatinya kepada putera-putera Husein dan kaum keluarganya, mereka itu dikirimkannya ke Hijaz dengan segala penghormatan dan kemuliaan.

Pemberontakan Hijaz

Berita perang Karbala yang menyedihkan itu tersebar luas, berita itu menggemparkan ummat Islam. Hati mereka diliputi kesedihan dan dendam yang menyala-nyala. Maka orang-orang Syi’ah bersatu hendak menuntut balas, anti pati ummat Islampun semakin bertambah terhadap keluarga Bani Umayyah.

Kesedihan dan kemarahan itu meluap dimana-mana, terutama di kota Madinah tempat dikuburnya kakek Husein bin Ali, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Maka meletuslah pemberontakan besar di Madinah menentang pemerintahan Yazid pada tahun 63 H. (683 M.). Kaum pemberontak yang telah naik darah itu dapat mengusir wali Madinah dan menangkapi beberapa orang yang berasal dari keturunan Bani Umayyah.

Untuk memadamkan pemberontakan besar itu Yazid mengerahkan 12.000 orang tentaranya yang dikepalai oleh Muslim bin ‘Uqbah.

Laskar itu mengepung kota Madinah dari jurusan Wadil Harrah, yaitu dari utara kota itu. Kemudian kota itu menyerah dan Muslim memberikan keleluasaan kepada laskarnya untuk berbuat sekehendak hatinya, membunuh, merampas dan menyamun tiga hari tiga malam lamanya di kota suci itu. Sungguh hina dan ngeri sekali perbuatan yang dilakukan oleh angkatan perang Yazid itu.

Ka’bah Nyaris Runtuh

Setelah dapat menundukkan Madinah, Muslim bin ‘Uqbah beserta laskarnya melaju ke Makkah, karena disana Abdullah bin Zubair telah mengangkat dirinya sebagai Khalifah kemudian diperkuat dengan bai’at penduduk kota itu.

Akan tetapi sementara dalam perjalanan, Muslim bin Uqbah meninggal dunia dan pimpinan laskar sementara diserahkan kepada hasyim bin Numair seorang panglima Bani Umayyah yang terkenal juga.

Setelah mereka tiba di Makkah, terjadilah pertempuran sengit antara mereka dengan tentara Abdullah bin Zubair (64 H. = 683 M.) Ketika itu sebagian dinding Ka’bah runtuh karena terkena manjanik (pelontar).

Ditengah berkecamuknya peperangan, datanglah berita dari Syam yang menyatakan bahwa Yazid telah meninggal dunia. Dan oleh karena itu Ibnu Numair pun menghentikan peperangan.

Segala peristiwa itu merupakan bencana besar yang telah menimpa ummat Islam di zaman pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah dan tetap menjadi lembaran hitam sejaran pemerintahan Yazid untuk selama-lamanya.

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT