BerandaHumanioraProyek Nimboran di Papua

Proyek Nimboran di Papua

Foto by: wimpoli/*)
Foto by: wimpoli/*)

Oleh: Wim Poli

PALONTARAQ.ID – Dahulu, sebelum Perang Dunia II, Papua adalah daerah jajahan Belanda yang terlupakan. Mengapa?

Pertama, wilayahnya sangat luas dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, dan tidak diketahui jumlah dan wilayah sebarannya.

Kedua, penduduk yang sedemikian sedikit itu memiliki ratusan bahasa yang berbeda satu dari yang lainnya. Mereka hidup terpisah-pisah dan sering terjadi perang antar-suku.

Ketiga, alamnya yang sangat luas dan belum terpetakan membentuk topografi yang sangat sulit dijelajah. Maka, adalah masuk akal jika Papua merupakan wilayah jajahan yang kurang diperhatikan.

Secara finansial sangat mahal untuk memperhatikannya. Secara konseptual belum ada pengalaman untuk membangunnya.

Keadaannya berubah total setelah Perang Dunia II, khususnya setelah Belanda menyerahkan kedaulatan wilayah jajahannya kepada Indonesia pada 27 Desember 1949, kecuali Papua.

Muncul kebutuhan di pihak Belanda: Bagaimana membangun Papua agar wilayah ini tetap menyatu dengan Belanda. Di samping itu, dipikirkan ketika itu bahwa Papua akan dijadikan tempat pemukiman bagi warga negara Belanda yang tidak mau pulang ke Belanda setelah penyerahan kedaulatan kepada Indonesia.

Di samping Papua, beberapa wilayah lainnya di Pasifik Selatan juga mengalami proses dekolonisasi. Mereka merdeka dan menyadari ketertinggalannya dalam pembangunan.

Atas prakarsa Australia dan New Zealand, Wakil-wakil pemerintah enam negara mantan penjajah di Pasifik Selatan, bersama Wakil-wakil mantan wilayan jajahannya, bertemu pada tahun 1947 di Canberra, Australia.

Enam negara mantan penjajah tersebut adalah: Australia, New Zealand, Belanda, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Pertemuan itu membentuk sebuah forum yang dinamakan “South Pacific Forum,” yang kini berubah nama menjadi “Pacific Islands Forum.”

Karena pembangunan di bekas wilayah-wilayah jajahan tersebut merupakan sesuatu yang baru, perlu diadakan proyek perintis pembangunan, melalui mana akan ditarik pengalaman untuk pembangunan pada tahap berikutnya.

Pada Tahun 1949 diputuskan oleh forum bahwa akan diadakan dua proyek perintis pembangunan masyarakat setempat. Proyek pertama bertempat di Distrik Nimboran, Papua. Proyek kedua bertempat di Moturiki, Kepulauan Fiji.

Konseptor proyek pertama adalah Jan van Baal, yang kemudian hari menjadi Gubernur Papua, 1953-1958. Pikiran van Baal dituangkan dalam sebuah dokumen yang berjudul “The Nimboran Community Development Project” (1953).

Pelaksanaan proyek ini dipercayakan kepada W.J.H. Kouwenhoven, seorang pamong praja Belanda di Distrik Nimboran. Pengalamanya dari pelaksanaan proyek ini dituangkannya kemudian dalam bentuk disertasi, yang dipertahankan pada 4 Juli 1956 di Universitas Leiden untuk memperoleh gelar Doktor di bidang Kesusasteraan dan Filsafat.

Apa isi konsep pembangunan Jan van Baal tentang pembangunan di Papua? Apa kebutuhannya? Apa potensinya? Bagaimana mendayagunakan potensi tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan mendatang. Bagi yang berminat dimohon kesabarannya. Sementara itu, terimalah salam “Kenambai Umbai” (“Satu Utuh, Setia Berkarya, Meraih Kejayaan;” motto Kabupaten Jayapura). (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT