BerandaAnalisisSiapa Pemimpin Diktator?

Siapa Pemimpin Diktator?

foto: pemudahijrah
Democracy is Dead (foto: pemudahijrah)

Oleh:  M. Farid Wajdi, S.H.i

PALONTARAQ.ID – SETELAH Kekhalifahan Turki tumbang di Tahun 1924, Umat Islam di seluruh dunia dipimpin oleh para pemimpin diktator (al-mulk al-jabri) yang merupakan fase sekaligus model keempat dari sistem pemerintahan yang di-nubuwat-kan 14 abad lalu oleh Nabi Muhammad SAW bakal memimpin dunia. Beliau SAW bersabda:

 

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ

أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ

ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

 

Artinya:
“Ada masa Kenabian (Nubuwwah) di tengah-tengah kalian yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya.”

“Kemudian akan ada masa kekuasaan yang menggigit yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan diktator (mulk[an] jabariyah) yang tetap ada atas kehendak Allah. Lalu Allah mengangkat masa itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Selanjutnya akan ada kembali masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian.” Setelah itu Nabi SAW diam”. (HR Ahmad).

Siapa Pemimpin Diktator itu?

Diktator adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara otoriter/tirani dan menindas rakyatnya. Biasanya seorang diktator naik takhta dengan menggunakan kekerasan, seringkali dengan sebuah kudeta. Tetapi ada pula diktator yang naik takhta secara demokratis. Contoh yang paling terkenal adalah Adolf Hitler. (Wikipedia) 

Menurut Syaikh Hisyam al-Badrani, Pemimpin Diktator (al-mulk al-jabriy) adalah pemimpin yang menegakkan hukum-hukum kufur di Negeri-negeri kaum Muslim. Ini jelas sekali didasarkan pada dalalah (pengertian) nash-nash syari’ah mengenai definisi al-mulk al-jabriy…” (Hisyam al-Badrani, An-Nizham as-Siyasi ba’da Hadm al-Khilafah, hlm. 38).

Lantas apa Ciri-cirinya? Menurut banyak nash Hadis Nabi SAW, diantara Ciri-ciri pemimpin diktator ini adalah sebagai berikut:

Seorang yang Diktator itu, segala yang dilakukannya dicarikan alasan pembenaran. Termasuk pengakuan dirinya bahwa dirinya bukan diktator.  Jadi, Diktator itu tidak berbicara tentang penampilan fisik yang sederhana dari pemimpin, tetapi lebih kepada kebijakannya yang otoriter,  menindas ekonomi dan rasa keadilan rakyat.  Diktator itu mengebiri demokrasi dan membungkam segala kritik terhadap kekuasaan dan kebijakannya.

Mari kita lihat ciri-cirinya:

Pertama, tidak mempunyai kapabilitas untuk memimpin rakyat banyak. Pemimpin seperti ini oleh Nabi SAW disebut dengan ruwaybidhah. Pemimpin ruwaybidhah sangat berbahaya dan sangat merusak bagi umat Islam maupun umat manusia pada umumnya.

Pemimpin seperti ini dapat menjungkirbalikkan segala nilai dan tatanan. Orang jujur dikatakan pembohong. Pembohong dikatakan jujur. Pengkhianat dipercaya. Orang terpercaya malah dianggap pengkhianat.

Rasulullah SAW bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ

وَيْؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَخُونُ فِيهَا الأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ: وَمَا الرَّوَيْبِضَةُ. قَالَ

الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

Artinya:
”Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipudaya. Pada tahun-tahun itu pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan; pengkhianat dipercaya, orang terpercaya dianggap pengkhianat. Pada masa itu yang banyak berbicara adalah ruwaybidhah.” Ada yang bertanya, ”Apa itu ruwaybidhah?” Rasul bersabda, ”Yaitu orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak.” (HR Ibnu Majah).

Kedua, tidak mengikuti petunjuk dan Sunnah Rasulullah SAW.  Pada faktanya, saat ini yang diikuti oleh Pemimpin Diktator bukanlah ajaran Islam (Sunnah Rasulullah saw.), melainkan sistem demokrasi-sekular yang merupakan ajaran dan “sunnah” kaum kafir penjajah (Yahudi dan Nasrani) dari Barat.

Kepemimpinan seperti ini disebut oleh Nabi Muhammad SAW dengan istilah imarat as-sufaha’  (Kepemimpinan Orang-orang bodoh). Orang yang mengikuti kepemimpinan Orang-orang bodoh ini kelak tidak akan diakui  Rasulullah SAW sebagai umatnya dan tidak akan menjumpai Nabi SAW di telaganya pada Hari Kiamat kelak.

Rasulullah SAW bersabda kepada Kaab bin ‘Ujrah:

أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ. قَالَ: وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ؟ قَالَ: أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي

وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ

وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ

عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي

Artinya:
“Kaab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imarat as-sufaha’ (kepemimpinan orang-orang bodoh).” Kaab bin ‘Ujrah bertanya, ”Apa itu imarat as-sufaha’, wahai Rasulullah SAW?”  Beliau SAW menjawab, ”Yaitu para pemimpin yang akan datang setelah aku. Mereka itu tidak mengikuti petunjukku dan tidak menjalankan Sunnahku. Siapa saja yang membenarkan perkataan mereka dan membantu kezaliman mereka, maka dia tidak termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya; dia juga tidak akan mendatangi aku di telagaku (pada Hari Kiamat kelak). Namun, siapa saja yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya; dia juga akan mendatangi aku di telagaku (pada Hari Kiamat kelak).” (HR Ahmad).

Ketiga, bertindak kejam dan biadab. Dia tidak segan memenjarakan, menyiksa bahkan membunuh rakyatnya sendiri jika tidak mau tunduk kepada dirinya. Pemimpin seperti ini, dalam sebagian atsar dari para Sahabat, disebut dengan imarat ash-shibyan alias Kepemimpinan Anak-anak, yakni kepemimpinan Orang-orang yang belum sempurna akalnya sebagaimana halnya anak-anak.

Abu Hurairah r.a. berkata:

وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ: إمَارَةُ الصِّبْيَانِ إنْ أَطَاعُوهُمْ أَدْخَلُوهُمْ النَّارَ وَإِنْ عَصَوْهُمْ ضَرَبُوا أَعْنَاقَهُمْ

 

Artinya:
”Celakalah orang Arab karena suatu kejahatan yang telah dekat, yaitu imarat ash-shibyan (kepemimpinan anak-anak); yakni kepemimpinan yang jika rakyat menaati mereka, mereka akan memasukkan rakyatnya ke dalam neraka. Namun, jika rakyat tidak mentaati mereka, mereka akan membunuh rakyatnya sendiri.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Bagaimana Merespon Pemimpin Diktator?

Bagaimana seharusnya Umat Islam bersikap atau merespon Pemimpin Diktator (al-mulk al-jabriy) yang tengah mencengkeram dan menindas rakyat? Pertama, menjauhkan diri dari mereka.

Hal ini tampak jelas dari hadis penuturan Hudzaifah bin al-Yaman r.a.:
Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasululah saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, khawatir keburukan akan menimpaku.

Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, sungguh dulu kami dalam kejahiliahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini. Kemudian apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?”

Rasulullah SAW menjawab: “Iya.”

Lalu aku bertanya: “Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?”

Rasulullah SAW menjawab: ”Iya, dan padanya [kebaikan] ada azab.”

Aku bertanya: “Apa azabnya?”

Rasulullah SAW bersabda: “Ada satu kaum yang berperilaku dengan selain Sunnahku, dan berpetunjuk dengan selain petunjukku. Sebagian dari mereka kamu ketahui dan kamu akan ingkari.”

Aku bertanya: “Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”

Rasulullah SAW menjawab: “Iya, yaitu ada para da’i (penyeru) di Pintu-pintu Jahanam. Siapa saja yang menyambut seruan mereka, mereka akan melemparkan dia ke dalam Jahanam.”

Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, jelaskan sifat mereka kepada kami.”

Rasulullah SAW bersabda: “Baik. Mereka adalah satu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita. Mereka berbicara dengan lisan kita.”

Aku bertanya: “Lalu apa pendapat Anda jika hal itu menimpa diriku?”

Rasulullah SAW menjawab: “Berpeganglah dengan jamaah kaum Muslim dan Imam mereka.”

Aku bertanya:  “Lalu jika tidak ada lagi jamaah kaum Muslim dan Imam mereka?”

Rasulullah SAW bersabda: “Jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga maut menjemputmu, sementara kamu tetap dalam keadaan demikian.” (HR Muslim).

Dalam hadits tersebut terdapat dalil, bahwa dalam kondisi tiadanya Imam (Khalifah) bagi Kaum Muslimin seperti saat ini, yang harus dilakukan Umat Islam adalah menjauhkan diri (i’tizal) dari mereka.

Terkait hal ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. Terkait apa yang harus dilakukan kaum muslimin dengan kehadiran pemimpin  ruwaybidhah? 

Hal ini juga isyarat halus bahwa dalam kondisi tiadanya Imam (Khalifah) bagi Kaum Muslim seperti sekarang ini, metode perubahan yang semestinya dilakukan:

(1) Tidak  “masuk sistem” seperti yang ditempuh oleh sebagian kaum Muslim, melainkan justru harus “di luar sistem”.

(2) Masuk dalam sistem, tetapi tentu dengan terus berjuang dalam sistem itu mewujudkan Imam (Khalifah) dan Kaum Muslimin  dapat bernaung dalam sistem Khilafah.

Kedua, tidak mendengar dan mentaati mereka. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Artinya:
“Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan mentaati (pemimpin) dalam hal apa saja yang dia senangi ataupun yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan untuk bermaksiat maka maka dia tidak boleh mendengar dan taat.” (HR Muslim).

Ketiga, tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka. Hal ini ditunjukkan oleh hadis tentang imarat as-sufaha’ di atas.

Keempat, berdoa kepada Allah SWT agar selamat dari kepemimpinan mereka yang dzalim dan kejam. Hal ini sebagaimana doa Rasulullah SAW kepada Sahabat Kaab bin ‘Ujrah, juga dalam hadis tentang imarat as-sufaha’ di atas.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

 

Artinya:  Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla (HR Ahmad).

Semoga kepemimpinan para rezim diktator di seluruh dunia saat ini segera berakhir. Amin. [*]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT