BerandaBeritaNasionalFahri Hamzah Soroti Pencitraan, Narasi Anti Islam dan Radikalisme Pendukung Jokowi

Fahri Hamzah Soroti Pencitraan, Narasi Anti Islam dan Radikalisme Pendukung Jokowi

Laporan:  Etta Adil

PALONTARAQ.ID, JAKARTA – Siapa tak kenal Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI ini terkenal paling vokal dalam mengkritisi segala kebijakan Pemerintah, dari Utang Luar Negeri yang semakin meroket, pencitraan Jokowi hingga pendukung fanatik Jokowi yang semakin menggila.

Karena kevokalannyalah, Fahri Hamzah banyak yang menjulukinya sebagai ‘singa parlemen’ yang siap melibas siapa saja yang mengangkangi kebenaran dan menyembunyikan segala kebusukan rezim pemerintahan.

Fahri Hamzah menegaskan bahwa pendukung presiden Jokowi saat ini banyak orang ekstrimis dan radikal. Ia menyebutkan, salah satu contohnya adalah mengklaim paling pancasilais.

“Pendukung presiden banyak yang ekstremis, radikal dan fundamentalis. Pertama, kaum ekstremis dan radikal ini mengklaim Pancasila punya mereka. ‘Saya Pancasila kamu anti Pancasila’. Demikianlah jargonnya. Dibuat kaum fundamentalis untuk menyerang anak bangsa,” katanya dalam akun twitter pribadinya.

Menurut mantan Aktivis ’98 ini, narasi tersebut dibuat hanya untuk satu kepentingan, yaitu memudahkan untuk melumpuhkan lawan. Siapa yang mencoba melakukan kritik terhadap penguasa akan diserang dengan label anti ideologi negara.

“Korbannya banyak, termasuk ulama pengkaji Pancasila dan dosen Pancasila. Kaum radikal ini sukses menunggangi presiden untuk melakukan stigmatisasi bahkan persekusi kepada lawan,” tuturnya.

Sekarang, kata dia, kritik dilarang masuk kampus. Penceramah tertentu dilarang menyampaikan pikirannya di hadapan mahasiswa dan Civitas akademika. Fahri memaparkan, rektor bisa kena damprat kalau membolehkan pengkritik pemerintah diundang dan berceramah.

“Maka terjadilah piramida penganiayaan. Kaum radikal fundamentalis dan ekstremis ini membisikkan presiden, lalu presiden menekan menteri, menteri menekan rektor, rektor menekan dosen, dosen menekan mahasiswa. Maka tidurlah gerakan mahasiswa. Kampus senyap tanpa suara,” tukas Pendiri KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) ini.

***

Fahri Hamzah juga menyoroti mesin perang dunia maya yang digunakan Pendukung Jokowi, sebagai upaya menyuplai segala informasi hoax keberhasilan pemerintah serta pencitraan Jokowi yang sama sekali tidak baik bagi perkembangan demokrasi.

Fahri Hamzah pun bersuara, bukan hanya di media mainstream, tapi juga di media sosial akunnya. Selain twitter, Fahri Hamzah juga menggunakan media facebook dan instagram dengan sangat efektif untuk menyuarakan pikiran dan hati nuraninya.

“Saya mendengar bahwa incumbent memiliki mesin perang di dunia maya yang sempurna. Meski saya bukan ahli mesin media sosial tapi karena aktif di sana maka kita merasakan adanya aktivitas mereka. Ini seperti imperium Persia melawan Sparta dalam film “300”.

Ini lebih dari sekedar berita yang diungkap harian Inggris The Guardian, berjudul: ‘I felt disgusted’: inside Indonesia’s fake Twitter account factories.  Lalu menjadi berita di media kita seperti berikut: Investigasi Guardian Bongkar Buzzer Ahok Digaji Ratusan Poundsterling Pakai Akun Palsu,” ungkapnya.

Lebih lanjut Fahri Hamzah menulis di akun instagramnya:

Lebih dari itu yang saya dengar. Ini perang yang tak terbayangkan. Jagad teknologi terkini di dunia maya telah dibeli untuk kepentingan perang di dunia maya. Ada yang di beli oleh swasta dan ada yang dibeli pakai uang negara.

Semuanya akan digunakan oleh yang punya kuasa untuk mendukung dan membela petahana.  Nanti, buzzer itu bukanlah seperti Alex dalam kisah The Guardian itu, yang mengumpulkan secara manual buzzer-nya dan mereka mengirim pesan sponsor di akun media sosial mereka. Perang baru nanti tidak perlu buzzer.

Teknologi ini bisa memerankan semuanya. Ini perang digital, tidak memerlukan manusia. Tapi uang. Uang untuk membeli perangkat perang yang sekarang yang dijual dan dipasok ke dunia maya kita. Menciptakan fitnah dan hoax serta membunuh karakter lawan. Ia juga punya kemampuan membunuh akun lawan.

Jadi kalau akun anda mati, bukan karena Twitter atau facebook membunuhnya. Meski kemungkinan itu ada tetapi mesin pembunuh digital bergentayangan di dunia maya. Mereka memerintahkan pembunuhan kepada robot-robot yang digerakkan robot-robot uang.

Tapi ada yang mereka tidak bisa matikan, yaitu keyakinan pada kebenaran. Keyakinan baik akan menyebar dan orang-orang yang memiliki hati sedang memproduksi robot kebaikan.

Keyakinan tidak bisa dikalahkan dan keyakinan selalu membawa harapan. Maka yang lebih penting bagi kita adalah, keyakinan bahwa kita benar. Itulah yang tidak dimiliki oleh robot-robot dan pemilik uang itu. Itulah kesejatian .

Semoga Allah memperkuat kita. Jiwa kita agar tidak kalah oleh robot dan uang. Amin.

***

Atas semua kejanggalan, ketidak-benaran, kebijakan yang dinilai merugikan rakyat, serta segala ketimpangan yang terjadi, kebencian lingkaran Jokowi terhadap Islam, maka Fahri Hamzah menyarankan agar segera Pemerintah melakukan Taubat Nasuha.

“Percaya saya, bahwa penguasa sekarang memiliki lingkaran anti Islam dan Islamophobia di sekitarnya. Dari mulut mereka keluar kebencian tapi dalam hati mereka kebencian itu lebih dalam. Waktu akan menceritakan.

“Di antara dosa-dosa Jokowi yang besar adalah karena membiarkan berkembangbiaknya elemen Anti Islam dan Islamophobia melalui medium konflik ideologi. 10 tahun presiden SBY tidak pernah kita terseret dalam narasi seperti ini. Radikalisasi ini berbahaya bagi NKRI.” ujarnya

“Silahkan bantah, tapi jika ada 7 juta orang datang dari seluruh wilayah Republik, melakukan protes atas ketidakadilan yang dirasakan oleh Ummat Islam akibat nuansa Anti Islam dan Islamophobia dalam kebijakan negara, maka itu bukan isapan jempol. Itu fakta. Pilkada kemarin membuktikan bahwa akibat Anti Islam dan Islamophobia, masih nampak nuansa ideologis,” tambah Politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Saat ini, menurutnya, kebencian rezim Jokowi terhadap Islam ini  ada upaya membuatnya landai atau dilupakan. Menjelang Pemilu 2019 ada manuver Pro Islam dari rezim ini tetapi akan gagal. Kosmetika luntur oleh dosa-dosa Jokowi.

Meski banyak tokoh Islam yang berubah pikiran tentang presiden Jokowi tetapi jika lingkar dalamnya terlalu militan dengan nuansa Anti Islam dan Islamophobia maka semua upaya ini akan sia-sia. Saya memakai terminologi Taubat Nasuha.

“Belum nampak Taubat Nasuha dari pemerintahan ini atas konflik ideologi yang mereka buat di awal kekuasaan mereka.
Pencitraan dengan merekrut tokoh Islam dan ulama tidak mengobati luka yang sudah terlalu dalam.”

“HRS masih di luar, ulama masih tersangka, dan lain-lain. Adilkah kita kalau menuduh pemerintah berkuasa sebagai pemicu konflik ideologi dan tumbuhnya paham Anti Islam dan Islamophobia? Tentu adil karena tugas kekuasaan adalah bertanggungjawab atas perkembangan masyarakat.”

“10 tahun masa SBY tidak pernah begini. Saya menulis kecemasan ini agar kita antisipatif terhadap kemungkinan meruncingnya lapangan menjelang Pemilu 2019. Apalagi pemerintah ini telah mendorong capres semakin sedikit. Jika calonnya hanya 2 dapat dibayangkan runcingnya perbedaan,” tulis politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT