BerandaFeatureCatatan Etta Adil: Lantai Masjid (1)

Catatan Etta Adil: Lantai Masjid (1)

Oleh: Etta Adil

Lantai Masjid (1) – Di teras rumah seorang kawan yang pengusaha, aku terpaku menyaksikan rumah sekelilingnya begitu megah dan indah. Dua tiga rumah kuperhatikan dengan seksama.

Sebagian besar rumah dalam kompleks perumahan elit itu begitu cantik dan asri, dari pagar sampai halaman belakang rumah, umumnya memiliki taman bunga, air mancur dan dua tiga diantaranya memiliki kolam renang.

Di garasi perumahan para pejabat tinggi, pengusaha kakap dan wakil rakyat tersebut, tersimpan dua tiga mobil mewah serta kendaraan roda dua.

Kata kawanku, beberapa diantara pemilik rumah di kompleks perumahan itu memiliki spa dan tempat fitness sendiri, berlantai marmer, di ruang tamunya tertata porselen, lukisan dan keramik cantik bernilai puluhan sampai ratusan juta rupiah.

Sekilas pandang terbersit pikir begitu aman dan nyaman tinggal di perumahan jetset tersebut. Ada pembantu yang siap setiap saat melayani dan pada atap rumah terpasang dengan gagah penangkal petir.

Pada siang hari, tersedia fasilitas dua lapangan tenis untuk menjaga kebugaran jasmani para penghuninya dan pada malam hari, di pintu masuk perumahan terdapat dua tiga satpam yang siap berjaga bergantian 24 jam.

“Aku beruntung punya kawan yang sukses sepertimu. Akan kukabarkan kepada kawan-kawan di kampung bahwa kamu sudah jadi pengusaha, sudah sukses sebagai “orang besar” dan memiliki kediaman di kawasan perumahan elit,” ujarku saat akan berpamitan menuju masjid terdekat.

Di sudut perumahan, aku mendapati masjid yang ditunjukkan kawan. Miris menyaksikannya. Masjid yang dimaksudkannya hanya berukuran 7 x 5 meter. Air di tempat wudhu tidak mengalir. Kulirik dalam masjid, lantai berdebu dan lembab. Ubin lantainya kusam dan gelap, pengap dan menyesakkan penciuman.

Lantas, adakah ini “Rumah Tuhan”? Kemanakah para penghuni perumahan elit ini menyehatkan rohaninya? Adakah mereka “Bertuhan”, karena toh ternyata tak ada denyut iman yang menandakan masjid itu masih terpakai?

Ataukah ini potret yang mewakili ketidakperdulian sebagian besar diantara kita terhadap masjid, meski kita selalu mengatakan diri sebagai orang beragama?

Makassar, 13 November 2012

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT