BerandaIslamJangan jadikan Agama dan Ulama bahan Bercandaan

Jangan jadikan Agama dan Ulama bahan Bercandaan

Oleh: Ummu ‘Adil

PALONTARAQ.ID – Saudaraku, khususnya Saudara semuslim.  Jangan pernah jadikan Agama dan Ulama bahan bercandaan.

Tak banyak diantara kita yang memilih jalan menuntut ilmu Agama. Sangat sedikit diantara kita yang memilih jalan hidup sebagai da’i, pendakwah, ustadz, dan muballigh.

Mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk menyeru kepada jalan kebaikan sebagaimana diajarkan agama, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, memberikan jalan cahaya bagi umat bagaimana seharusnya islam itu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana dituntunkan Alquran dan AsSunnah, merekalah yang layak dipandang dan disebut sebagai Ulama.

Saudaraku, khususnya Saudara semuslim.

Di era kekinian dengan teknologi informasi dan komunikasi yang menuntut serba cepat, tanpa sadar sebagian besar diantara kita begitu mudah menyebar postingan informasi di sosial media terkait Ajaran Agama Islam dan perkataan ulama.

Padahal sebagian besar diantara kita sama sekali tidak memiliki dasar pemahaman agama serta ilmu-ilmu alat yang harus dikuasai untuk memahami ajaran agama Islam dalam berbagai konteks dan dimensinya.

Maka yang muncul kemudian orang-orang latah dan ‘mau dibilang’. Melakukan sharing tanpa saring. Menyebarkan sesuatu informasi yang dia sendiri tidak mengetahui dasarnya, termasuk percakapan tidak lengkap dari ulama.

Saudaraku, khususnya Saudara semuslim.

Sebagian besar diantara kita memang senang dengan taqlid buta dikarenakan ketiadaan pengetahuan. Secara tidak sadar, yang terjadi adalah penistaan agama, penistaan Alqur’an, dan penistaan ulama.

Inilah yang banyak terjadi akhir-akhir ini, ulama yang mendedikasikan hidupnya, belajar ilmu agama sejak masa mengaji, mondok di pesantren untuk menguasai ilmu-ilmu alat, seperti balaghah, fiqh, nahwu shorof, serta berbagai kitab kuning yang menuntut untuk dibaca, dipelajari, dan diajarkan, dalam berbagai kajian dan pengajian.

Diantara mereka, banyak diantaranya yang  melanjutkan lagi kuliah di Perguruan Tinggi Islam terkemuka di Mekkah, Medinah, dan Mesir, ada yang menempuhnya sampai S2 dan S3, ketika tiba di tanah air, kemudian mendedikasikan waktunya untuk mengajar dan mengamalkan segala adab sebagai seorang yang alim.

Seorang ulama adalah seorang yang tak pernah berhenti belajar, belajar dan mengajar lagi, mengamalkan yang makruf dan memerintahkan untuk menjauhi yang mungkar.

Makanya kemudian aneh, jika ada orang atau sekelompok orang yang tiba-tiba saja diantara kita berani mengoreksi apa yang menjadi pengetahuan kebajikan dan kebijakan dari Islam yang telah diperjuangkan para ‘alim tersebut dalam lapangan pendidikan dan dakwah.

Saudaraku, khususnya Saudara semuslim.

Jangan pernah menjadikan agama sebagai bahan olok-olokan dan bahan bercandaan. Umat Islam membutuhkan ulama, sebagaimana umat Kristen membutuhkan pendetanya. Jangan pernah menista dan mengolok-olok ulama.

Adalah sangat bijak jika mengoreksi diri yang berkubangan dosa dan tidak pernah melaksanakan ajaran agama sendiri dibanding mengolok-olok ulama, ikut-ikutan memfitnah ulama terhadap kebohongan yang dirancang untuk menjatuhkan kredibilitas ulama dan menjauhkan ulama dari umat.

Saudaraku, khususnya Saudara semuslim.

Sungguhlah terlalu banyak contoh dalam sejarah betapa ulama menjadi benteng perlawanan terhadap kemungkaran, kemaksiatan dan kedzaliman pemerintah. Pelajarilah bagaimana ulama dalam banyak sejarah yang berulang, difitnah, penjara dan dibunuh.

Saudaraku, khususnya saudara semuslim.

Apa yang terjadi di negeri ini, dalam banyak kasus pendzaliman dan fitnah yang luar biasa terhadap umat Islam dan ulama, sungguh bukanlah hal yang baru. Ini bukan sejarah baru, saudaraku. Tuhan (Allah) saja dijadikan bahan olok-olokan.

Rasulullah SAW saja tak lepas dari fitnah, penistaan dan percobaan pembunuhan, maka sebagaimana sejaraj yang terus berulang, Ulama sebagai “warasatul anbiyaa, pewaris Nabi” pun tentu tak lepas dari segala fitnah, penistaan, pembunuhan karakter, dan percobaan pembunuhan yang sebenarnya.

Saudaraku, khususnya saudara semuslim.

Sekali lagi, sebagian besar diantara kita yang sama sekali tak pernah menuntut ilmu syariat dan awam soal ilmu syar’i, janganlah ikut-ikutan jadi “pasukan babi”, yang menista dan mendiskreditkan ulama. Bijaklah menyikapi segala informasi keagamaan yang beredar di sosial media.

Saudaraku, khususnya saudara semuslim.

Pun seringkali tanpa sadar kita terkadang mudah mengcopy dan mengshare apa saja di sosial media yang berisikan candaan meskipun isinya menyerupai konten agama (Al-Quran dan Al Hadist).

Contohnya yang beredar, “Apabila seorang istri menyiapkan makan sahur dan berbuka dengan ikhlas untuk suaminya selama bulan puasa hingga terbit THR, maka semua pintu-pintu mall akan terbuka untuk istri dan bebas memilih masuk dari pintu yang ia sukai (HR ibu-ibu). Atau, “Barangsiapa menghambur-hamburkan pulsa telpon dan SMS, maka celakalah dia dihari penagihan” (An-Nokia: 3310).

Saudaraku, khususnya saudara semuslim.

Ketahuilah kedua contoh kecil di atas merupakan bentuk dari memperolok-olok Agama Alloh (Istihza) yang dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok”. ”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. (QS.At-Taubah 65-66).

Saudaraku, khususnya saudara semuslim.

Bagi kita yang belum mengetahui hukumnya hendaknya memohon ampun kepada Allah SWT dan tidak menshare bahan olok-olok itu kepada yang lain. Dan kita tidak berhenti dalam menuntut ilmu syar’i untuk keselamatan kita di dunia dan diakherat.

Wallahu a’lam bisshawab. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT