BerandaBeritaDaerahAsal Muasal Nama "Pangkajene"

Asal Muasal Nama “Pangkajene”

Oleh:  M. Farid W Makkulau

PALONTARAQ.ID – Jika anda datang ke Pangkep, anda pasti mengenal nama tempat ini. Ya, Pangkajene. Pangkajene adalah nama ibukota Kabupaten Pangkep, suatu kabupaten yang terletak sekitar 50 km di sebelah selatan Kota Makassar. Daerah ini terkenal dengan Ikan Bandeng (Juko Bolu) dan Udang windunya (Doang Sitto), Sop Saudaranya, Jeruk dan Dangenya, Komunitas Bissu-nya, Taman Wisata Alam (KWA) Mattampa-nya, dan Pulau-pulaunya.

Di Pangkep, Nama atau sebutan Pangkajene melekat pada beragam identitas. Pangkajene sebagai sebuah kota kabupaten atau ibukota kabupaten, Pangkajene sebagai salah satu kecamatan di Pangkep, Pangkajene sebagai nama Pasar: Pasar Pangkajene, dan terkhusus sebagai nama sungai: Sungai Pangkajene.

Luas wilayah Kecamatan Pangkajene ini adalah 45,339 km2, terdiri atas bentangan kawasan permukiman, persawahan, empang, dan wilayah pesisir yang menjadi mata pencaharian utama masyarakatnya sebagai petani, petambak dan nelayan.

Bagian tengah wilayah Kota Pangkajene ini membujur Sungai Pangkajene yang membelah wilayah kota kecamatan daratan Pangkep, sebelah utara sungainya adalah Balocci, Minasatene dan Pangkajene dan sebelah selatan sungainya adalah Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma’rang, Segeri dan Mandalle.

Lihat pula: Barasa’: Kerajaan yang Hanya Ada dalam Narasi Tutur

Asal Muasal nama Pangkajene sebenarnya mengacu kepada keberadaan Sungai yang membelah kota Pangkep. Kata “Pangkajene” adalah Bahasa Makassar, berasal dari dua kata yang disatukan, yaitu “Pangka” yang berarti cabang dan “Je’ne” yang berarti air, dinamai demikian karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa itu, terdapat sungai yang bercabang, yang sekarang dinamai Sungai Pangkajene.

Sampai saat ini penulis belum mendapatkan keterangan yang tegas, sejak kapan nama “Pangkajene” menggantikan nama yang populer sebelumnya, ‘Marana’. Menurut beberapa sumber penulis, awalnya yang dikenal adalah Kampung Marana dan sungai yang membelah kota Pangkajene sekarang ini dulunya bernama Sungai Marana.

Kampung Marana terletak di sebelah utara sungai tua, sekitar Lembaga Pemasyarakatan lama (sekarang dijadikan tempat Pos Polisi dan Sekretariat Pemuda Pancasila) melebar ke Terminal Kompak, jadi lipat dua kali lebarnya dibanding sungai yang ada sekarang.

Lihat pula: Pangkep Masa Lampau Berkilauan Emas

Sungai Pangkajene tepatnya berada di jantung kota Pangkajene sekarang, sedangkan kampung tua yang ada di sekitar pinggiran sungai sekarang dari timur ke barat antara lain Kampung Sabila, Ujung LoE, Tumampua, Jagong, Purung-purung, Toli-toli dan Lomboka, sedangkan bagian utara sungai, yaitu dari Pabundukang, Bone-bone, Kajonga, Palampang, Binanga Polong, Bucinri sampai ke Padede dan Kampung Solo. (Makkulau, 2008).

Percabangan Sungai Pangkajene, antara Kampung Solo dan Lomboka. (foto: mfaridwm)
Percabangan Sungai Pangkajene, antara Kampung Solo dan Lomboka. (foto: mfaridwm)

Antara Kampung Solo dan Kampung Lomboka, sungai tersebut terbagi dua muaranya karena di depannya terdapat hutan bakau akibat aktifitas erosi, disekitarnya terdapat Kampung Polewali dan Lomboka.

Pada percabangan sungai tersebut, dahulunya banyak digunakan sebagai tempat aktifitas perdagangan. Dimana saja ada muara sungai yang bercabang, biasa disebut “Appangkai Je’neka” maka daerahitu akan menjadi ramai.

Sekarang tempat dimana terdapat (berdekatan) dengan percabangan sungai tersebut sudah sejak lama ramai karena dijadikan tempat pelelangan ikan. Penduduk setempatnya menyebutnya Lelonga. (Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).

Lihat pula: Pangkep lebih dulu terima Islam dibanding Gowa

Dahulu terdapat tiga sungai besar yang mengelilingi Kampung Marana yang menjadikannya tempat strategis transportasi karena berada di persimpangan sungai tua dari Paccelang, sungai tua dari Baru-baru dan sungai tua dari Siang (SengkaE).

Ketiga sungai tersebut menjadikan Kampung Marana ramai karena berada di persimpangan cabang sungai (Bahasa Makassar: Pangkana Je’neka) dan di situ pula terjadi pertemuan dalam ikatan janji, persahabatan, memperkuat kekerabatan maupun kepentingan dagang.

Para Pedagang yang memasarkan hasil bumi dan dagangannya biasanya mengadakan perjanjian dengan ucapan, “Anjorengpaki sicini ripangkana je’neka” (nanti kita bertemu di percabangan air), yang dimaksudkan sesungguhnya tempat yang dituju adalah muara Sungai Pangkajene. (*)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT