BerandaNarasi SejarahKembalikan Sejarah Kami!

Kembalikan Sejarah Kami!

 

Oleh:  M. Farid W Makkulau

PALONTARAQ.ID – Sembilan tahun lalu, di akhir tahun 2008, saya pernah memohon kepada beberapa Guru Besar, Dosen dan Peneliti Sejarah serta Arkeolog, yang hadir rekreasi bersama di Taman Suaka Purbakala Sumpangbita, Balocci, Kabupaten Pangkep.

Dua Sejarawan dan Arkeolog yang saya kenal itu adalah Dr Rasyid Asba, MA (Sekarang sudah Profesor, Guru Besar Sejarah Universitas Hasanuddin) dan Prof Dr A. Ima Kusumah, M.Hum, waktu itu Kepala Museum Negeri Makassar (Sekarang Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Makassar).

Karena diminta oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangkep berbicara di hadapan puluhan sejarawan dan arkeolog itu, bersama dengan HM Taliu, BA (Budayawan Pangkep), akhirnya saya sampaikan kepada mereka bahwa saya mewakili generasi muda Pangkep memohon agar salah satu benda peninggalan sejarah kami dikembalikan.

Penulis  sampaikan bahwa Kabupaten Pangkep adalah salah satu kabupaten yang kehilangan jejak sejarahnya, hingga sejarah daerah Pangkep tidak banyak dikenal, terlupakan dan dilupakan oleh generasi mudanya sendiri.

Saya ungkapkan bahwa generasi muda Pangkep kehilangan salah satu benda peninggalan sejarah terpenting daerah ini, yaitu topeng emas dari situs Matojeng.

Disini, di Pangkep, pada masa pemerintahan Bupati (Kol) Hasan Sammana (1979-1984), pernah ada permintaan dari Panitia Pameran Sejarah Budaya di Jakarta untuk memamerkan semua peninggalan sejarah budaya Sulawesi Selatan.

Ceritanya, ketika itu, “Pusat” meminta Nekara dari Selayar tapi tidak dikasih, Salokoa dari Gowa juga diminta tapi juga tidak dikasih, semua daerah di Sulawesi Selatan dimintai untuk menghadirkan benda peninggalan sejarah budayanya.

Ketika itu diminta topeng emas situs Matojeng dari Pangkep, dan mungkin karena kita ini orang baik-baik, percaya begitu saja dan berbaik sangka sama orang, maka pihak pemerintah daerah ketika itu langsung menyetujuinya.

Alhasil, sampai sekarang, sampai hari ini, topeng emas dari situs Matojeng, peninggalan sejarah budaya terpenting daerah ini tidak kembali – kembali”, ungkap penulis ketika itu.

Topeng emas dari Situs Matojeng ini penulis katakan sangat penting bukan hanya karena pernah disinggung Nugroho Nutosusanto, et. al (1992) dalam Sejarah Nasional Indonesia 1 – 3 (untuk SLTA) namun juga mengabarkan kepada kita tentang kepercayaan kuna masyarakat Pangkep masa lampau terkait praktek penguburan dan arah hadapnya.

“Sebagai generasi muda Pangkep, penulis sendiri sekarang tidak tahu harus menyalahkan siapa. Barangkali diantara bapak ibu sejarawan yang hadir disini sekembalinya di tempatnya masing-masing ada yang mengetahui keberadaan benda peninggalan sejarah tersebut dapat menghubungi Pemkab Pangkep atau Dinas Pariwisata dan Budaya daerah ini”, demikian ungkap penulis saat itu.

Apa yang saya kemukakan dihadapan para sejarawan dan arkeolog mengundang keperihatinan, namun disisi lain tidak mendapatkan apresiasi dan sambutan positif dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangkep.

Buktinya Pemkab setempat tetap tidak menindak-lanjutinya, padahal apa yang saya ungkapkan tersebut penulis uraikan lagi secara detail dalam prolog buku, “Sejarah Kelahiran Pangkep” (Pemkab Pangkep, 2009) dan dibagikan secara gratis saat Hari Jadi Pangkep.

Lewat tulisan di Palontaraq ini, kembali penulis ingin sampaikan “Kembalikan Sejarah Kami!” dan kepada Pemkab Pangkep, sudah saatnya dihadirkan Museum Sejarah dan Kebudayaan Pangkep.

Saat ini sangat perlu dilakukan pengumpulan berbagai manuskrip, lontaraq, bahan dan bukti sejarah masa lalu yang tersimpan di banyak rumah penduduk.

Semoga kita semua bisa menjadikan Sejarah sebagai cermin untuk menimba pelajaran dan kebijaksanaan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT