BerandaSosial BudayaSeni PertunjukanDaeng Hasa dan Kesetiaan Bermusik Mandali'

Daeng Hasa dan Kesetiaan Bermusik Mandali’

Laporan:  M. Farid W Makkulau

PALONTARAQ.ID – KALAU ditanya, siapa sosok yang paling berjasa mengenalkan alat musik Mandali dan cara memainkannya kepada penulis maka orang itu adalah Daeng Hasa (63).

“Resapi ….. Hayati ….. kemudian biarkan jarimu menari diatas mandali,” begitu ujarnya dalam bahasa makassar yang kental.

Warga Biraeng Kecamatan Minasatene Kabupaten Pangkep ini sudah mengenal dan piawai memainkan alat musik Mandali sejak berumur belasan tahun.

Jadi, sudah sekitar 40 tahun lebih Daeng Hasa setia memainkan Mandali, alat musik tradisional Bugis Makassar tersebut.

“Saat merantau ke Irian (Papua), Mandali ini sering saya bawa kemana-mana sebagai hiburan semata untuk diri sendiri meski banyak orang heran menurut penglihatan sepintasnya yang bertanya mengapa ada ‘balok kayu’ (maksudnya alat musik Mandali) begitu nyaring bunyinya,” ujarnya.

Menurutnya, Mandali bukan hanya sekedar alat musik tradisional, tetapi merupakan jembatan menemukan teman dan mengeratkan persahabatan.

Di perantauannya, Daeng Hasa mengakui bahwa dirinya sudah bisa hidup hanya dari permintaan orang agar dirinya memainkan alat musik Mandali meski tanpa lagu yang diiringi.

Pernah suatu waktu terjadi kemacetan yang luar biasa dan hampir terjadi tabrakan beruntun di jalanan depan rumahnya, jalan poros Minasatene, disebabkan Daeng Hasa “menggila” di teras (Makassar : Dego-dego) rumah panggungnya.

Tanpa disadarinya, ternyata semua pengendara motor dan mobil yang lewat depan rumahnya berhenti dan menengok kepadanya yang sedang asyik sendiri memainkan alat musik Mandali dengan keras karena disambungkan dengan beberapa “salon” pengeras suara.

Daeng Hasa memang piawai memainkan alat musik tradisional Mandali dan Gambus, dan jika sudah memetik Mandali seperti jari-jemarinya menyatu dengan alat musik tersebut.

Alat musik Mandali’ jika dimainkan bisa membawa pengaruh psikologis yang luar biasa, baik bagi pemainnya maupun bagi pendengarnya.

Itulah sebabnya, menurut Daeng Hasa, jika dimainkan pada malam hari maka hampir semua seniman Mandali membutuhkan tuak (Makassar: Ballo’) untuk bisa ‘tenggelam’ dalam lagu dan musik yang dimainkannya.

Sayangnya, Daeng Hasa sendiri tak banyak yang diketahuinya soal asal muasal alat musik Mandali. “Alat musik ini sudah ada sebelum saya lahir,” ungkap Daeng Hasa yang juga memiliki keahlian membuat alat musik Mandali, sekalipun tak lagi membuatnya dalam lima tahun terakhir.

Daeng Hasa (foto: ist)
Daeng Hasa (foto: ist)

Kelebihan Daeng Hasa—yang kesehariannya bekerja sebagai petani—sebagai pemain Mandali  dan gambus yang piawai, membuat namanya dikenal dalam komunitas seniman di Pangkep, khususnya Sanggar Seni “Nirannuang” pimpinan Saing di Biraeng Minasatene dan “Irama Gambus Muri-muria” pimpinan Daeng Ramli di Jagong Pangkajene.

Daeng Hasa seringkali diminta nasehat terkait penampilan kedua grup seni tradisional ini, meski di satu sisi berbeda Daeng Hasa sudah meninggalkan kebiasaan minum arak (Makassar: Ballo) yang sering dilakoni seniman lokal kala tampil di malam hari.

Kesetiaan Daeng Hasa bermain musik Mandali tak perlu diragukan lagi. Keahliannya memainkan alat musik petik tradisional ini seringkali menjadi rujukan seniman lokal lainnya dalam bermandali’.

Dalam waktu dekat ini atas mediasi penulis, Daeng Hasa menjadi salah satu mentor “Kursus Mandali” yang penulis selenggarakan untuk pelajar SMP dan SMA di Pangkep sebagai salah satu upaya pelestarian alat musik tradisional tersebut. (*)

 

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT