BerandaBeritaNasionalVirus Corona mengalienasi Kekuasaan Jokowi?

Virus Corona mengalienasi Kekuasaan Jokowi?

Oleh: Nasrudin Joha

PALONTARAQ.ID – Tanpa kasus virus Corona, sebenarnya kekuasaan Jokowi telah lama teralienasi dari rakyat. Jokowi, hanya menjelma menjadi presiden untuk segenap kaum cebong dan para buzzer bayaran.

Kaum cebong pun, sudah mulai membuat jarak dan ikut latah mengkritik Jokowi. Belum lama ini, Ade Armando melakukan hal ini.

Cebong Die Hard Jokowi ini, tak ayal ikut mengkritik kebijakan Jokowi, dari soal pelemahan KPK hingga RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Padahal, Ade Armando sebelumnya adalah Cebong tulen, Kanebo kekuasaan Jokowi yang selalu siap sedia setiap saat mengelap borok-borok kekuasaan Jokowi.

Kembali, tanpa wabah virus Corona kekuasaan Jokowi sebenarnya telah teralienasi dari rakyat. Jokowi, hanya wujud sebagai presiden Koalisi Partai pendukung, bukan Presiden segenap rakyat Indonesia.

Kemenangan Jokowi pada Pilpres 2019 menyisakan banyak masalah, dari misteri 800 KPPS yang meninggal tak jelas, 17,5 juta DPT siluman, pengumuman kemenangan KPU pada dini hari, protes hasil pemilu yang menimbulkan demo dengan korban ratusan orang.

Terakhir, dua komisioner KPU bermasalah, satu karena kasus korupsi Harun Masiku dan yang satu terlibat dalam intervensi hasil pemilu.

Tentu saja, semua kejadian ini mendelegitimasi kemenangan Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Satu-satunya legitimasi Jokowi yang menyebabkannya menjadi presiden adalah karena keputusan KPU yang memenangkan Jokowi yang kemudian dilegitimasi melalui putusan MK.

Selebihnya, Jokowi tak memiliki legitimasi, rakyat menjaga jarak dengan kekuasaan Jokowi.

Apalagi dalam periode kekuasaan Jokowi yang kedua ini, sejumlah target ekonomi meleset. Pertumbuhan ekonomi dibawah 5 %, utang yang menggunung, problem proyek infrastruktur, peningkatan pengangguran, serta kelesuan ekonomi.

Termasuk diantaranya dolar yang menembus angka 16.000 rupiah hingga soal kriminalisasi terhadap ulama, aktivis, hingga simbol dan ajaran Islam khilafah, menjadikan rakyat semakin membuat jarak dan mengalienasi kekuasaan Jokowi.

Namun puncak alienasi kekuasaan Jokowi adalah sejak serangan brutal virus Corona, tepatnya sejak pengumuman resmi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang positif mengidap virus Corona (Covid-19).

Perlahan, Jokowi tidak hanya dialienasi oleh rakyat tetapi juga teralienasi dalam kabinet kekuasaannya. Tidak ada lagi rapat langsung, semua serba menggunakan sarana informasi dan teknologi telekomunikasi.

Jokowi ‘terpenjara’ di istana kekuasaannya, tak dapat berinteraksi, menyerap informasi secara utuh langsung dari menteri, termasuk memberi instruksi dan arahan langsung terhadap para menteri. Semua instruksi dan koordinasi mengandalkan prescomference online, serba mengandalkan sarana IT.

Wajar saja jika Jokowi belum lama ini ‘keliru’ mengintroduksi obat malaria sebagai obat untuk pasien Covid-19.

Mungkin, info yang diterimanya tidak utuh Karena tidak diperoleh langsung dari bawahannya, melainkan hanya mengandalkan komunikasi online.

Wajar saja terjadi distorsi atau miskomunikasi bahkan bisa juga terjadi mispersepsi.

Yang sangat memalukan adalah kekeliruan itu sudah terlanjur dipamerkan sebagai sebuah ikhtiar maksimal pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan nyawa rakyat dari wabah virus Corona. Lebih miris, kekonyolan ini disaksikan oleh dunia internasional.

Pemerintah dan rakyat negara lain mungkin saja termehek-mehek karena kelakuan Jokowi. Bagaimana mungkin, obat malaria diklaim sebagai obat untuk pasien Covid-19?

Lebih parahnya lagi, pemerintah menurut Jokowi telah memesan 5 juta butir obat malaria tersebut ?

Saya kira, kekuasaan Jokowi akan semakin teralienasi karena kebijakannya yang amatiran dalam menanggulangi wabah virus Corona.

The Jakarta Post, koran bacaan ekspatriat di Jakarta, sampai berani menyebut Jokowi amatiran.

Kekuasaan yang teralienasi pada hakekatnya adalah kekuasaan yang sepi, kekuasaan yang sunyi dari dukungan atau atensi dari publik.

Kekuasaan model ini, telah berjalan sendiri diatas rel ‘ego dan kemauan Jokowi’ dan tak lagi mengikuti rel kehendak dan aspirasi rakyat.

Kekuasaan model seperti ini, akan melambat sebelum akhirnya digudangkan, karena rakyat emoh dan tak mau lagi menumpang menjadi pengisi gerbongnya. [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT