BerandaGaya HidupGejala dan Cara Menghadapi Wanita Lesbi

Gejala dan Cara Menghadapi Wanita Lesbi

Pasangan lesbi (foto: gelorasriwijaya)
Pasangan lesbi (foto: gelorasriwijaya)

Oleh:  Etta Adil

PALONTARAQ.ID – SEJAK  Postingan “Akhirnya Saya Tahu Kenapa Wanita bisa Jadi Lesbi” terpublish di social blog Kompasiana, yang pada akhirnya penulis hapus setelah Palontaraq hadir, penulis menerima banyak pertanyaan via email terkait masalah lesbi ini.

Tentang sebab terjadinya, gejalanya dan bagaimana mengatasinya dari banyak pembaca tulisan tersebut.

Salah satu surat tersebut menanyakan bagaimana menghadapi temannya yang menunjukkan gejala-gejala lesbi, bahkan ada yang mengeluhkan keluarganya, adik perempuannya yang sudah berpacaran sesama temannya (pasangan lesbi) selama setahun.

Bagaimana cara mengatasinya agar sang lesbi ini kembali normal?

Nah, gaes,  benarkah kalau cewek menjadi lesbi itu karena memang ‘takdir’ atau ada faktor lain dibalik itu semua.

Perlu diingat ya, bahwa seseorang itu dapat menjadi lesbi karena beberapa faktor. Yang paling banyak penulis dapati, salah satu sebabnya karena keterasingan dari keluarga.

Wanita yang terasing dari keluarganya cenderung akan melarikan masalahnya ke teman sepermainan atau sahabatnya. Lebih memilih curhat ke teman yang disukainya dibanding dengan ibu, ayah atau saudaranya.

Perkembangan kaum lesbian di kekinian yang semakin marak, sekaligus menunjukkan rapuhnya keluarga sebagai benteng pertahanan, bahkan keluargapun terimbas pergaulan bebas lewat media televisi yang semakin marak menampilkan tayangan hedonis.

Maraknya wanita lesbi ini sudah sangat memprihatinkan, bahkan tak jarang mempertontonkan kemesraan di depan umum.

Ciri-ciri cewek lesbi dan cewek normal memang agak sulit diketahui hanya dari segi penampilannya saja.

Terkadang ketika cewek lesbi berpakaian dan bertingkah seperti wanita pada umumnya, takkan ada seorangpun yang menyadarinya, apalagi karena memang wanita umumnya pintar menyimpan rahasia, terlebih lagi untuk aib yang dianggap akan menjatuhkan harga dirinya.

Lihat juga: Waria dan Umpatan Sundala’

Keterasingan dari keluarga juga cenderung membuat seseorang melakukan kegiatan yang bisa menyenangkan pikiran dan perasaannya dengan sebayanya di luar rumah atau di sekolah.

Disinilah pentingnya keluarga untuk selalu mendialogkan masalah anggotanya, hubungan orangtua dengan anak, hubungan anak di sekolahnya, hubungan anak di lingkungan sosialnya, dan lain sebagainya.

Jika seseorang dalam masa labil dan puberitas, ia cenderung melarikan kegiatannya tersebut ke hal-hal yang tidak jelas, sekadar bisa memuaskan rasa ingin tahunya tentang sesuatu, maka ia cenderung mudah terpengaruh oleh pengaruh negatif lingkungannya. Salah satunya tentang lawan jenis dan pertemanannya dengan sesamanya.

Kim dan Pai dalam Film Thailand, "Yes or No". (foto: NifaFani)
Kim dan Pai dalam Film Thailand, “Yes or No”. (foto: NifaFani)

Wanita yang seringkali curhat dan lebih percaya kepada teman wanitanya untuk memecahkan masalahnya punya potensi untuk menjadi lesbi, apalagi jika teman wanitanya tersebut agak kelaki-lakian atau yang sering diidentifikasi sebagai perempuan yang kelaki-lakian (tomboi).

Pasangan lesbi terjadi kalau ada salah satunya yang agak kelaki-lakian, jadi sama saja di perasaannya teman wanitanya tersebut layaknya laki-laki, yang dianggapnya dapat menyenangkan perasaannya, melindunginya, dan memuaskan libidonya. Jadi, lebih kepada faktor psikologi.

Seorang wanita juga terdorong jadi lesbi karena sakit hati atau pernah tersakiti laki-laki, termasuk rendahnya kepercayaannya terhadap laki-laki yang dianggapnya hanya suka menggombal dan tidak menepati janji.

Disinilah pentingnya sejak awal mengenalkan agama dan pendidikan budi pekerti yang baik kepada anak dan keluarga, menjadwalkan secara khusus untuk mengikuti ceramah atau pengajian, atau menyibukkan diri dengan kegiatan positif lainnya.

Penyimpangan orientasi seksual secara dini akan semakin parah jika ternyata seorang wanita banyak menikmati film-film bertema lesbi, seperti film Thailand, “Yes or No” yang banyak digemari remaja putri beberapa tahun lalu.

Karena keseringan nonton film lesbi, seorang wanita berpotensi untuk mencoba-coba atau merasakan sesuatu yang berbeda lebih dari sekedar pertemanan, apalagi jika teman wanitanya tersebut dianggapnya memiliki kecocokan secara verbal dan emosional.

Lihat juga: Waspadai, Lahirnya Lesbian di Lingkungan Sekolah

Seorang teman yang concern terhadap masalah penyimpangan seksual ini ternyata mendapati banyak film triple x (remaja dan anak muda lebih senang menyebutnya dengan istilah “film bokep” atau “porn film” di internet didominasi pula percintaan sesama jenis (lesbi) dan biseksual, bahkan beberapa waktu lalu  diluncurkan primier film Indonesia bertema lesbi dan biseksual “Dilema” yang diproduseri dan dibintangi Wulan Guritno.

Ini artinya, Lesbi telah menggejala sedemikian rupa dan ada begitu banyak orang dan lingkungan yang turut berusaha menciptakan terciptanya “symptoms of lesbian” (gejala lesbi). Perkembangan gaya berpakaian (fashion) dan model rambut turut menciptakan tampilan “kelaki-lakian (tomboy) dari seorang wanita.

Banyak yang kemudian wanita tampil layaknya laki-laki, menempatkan diri berbeda dari kodratnya sebagai seorang perempuan, bukan hanya soal penampilan tetapi juga gaya bicara dan kelakuan yang seperti laki-laki.

Percayalah, tidak ada pasangan lesbi yang keduanya feminim, pasti ada salah satunya yang sedikit tomboy sedang pasangannya lebih tampil modis.

Tips Menghadapi Wanita dengan Gejala Lesbi

Saran penulis, seorang remaja putri harus didekatkan dengan keluarganya. Ayah, ibu atau saudaranya harus sering mengajaknya untuk berdiskusi atau curhat, dan melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan positif.

Orang tua juga harus mengetahui benar dengan siapa anaknya bergaul, bukan untuk membatasi pergaulannya tapi untuk memantau dan mengetahui ciri pergaulannya. Jika sang anak perempuan sudah menunjukkan gejala lesbi, segera pisahkan dari teman wanitanya dan meminta pihak sekolah untuk mengawasinya secara khusus.

Lihat juga: Jika Mendapati Ciri Gangguan Jin ini, Segeralah minta diruqyah

Penyimpangan orientasi seksual bukanlah kondisi permanen, ia dapat segera diobati dengan pendekatan kasih sayang dan perhatian keluarga.

Jauhkan anak dari pengaruh negatif lingkungannya, dan lebih sering lagi mengajak anak berdiskusi atau mendialogkan masalah sosial yang dihadapinya serta memberikan motivasi untuk masa depannya.

Bagi wanita yang terindikasi lesbi bisa juga diberi efek kejut dengan cara diruqyah. Karena lesbi juga terjadi karena kesalahan dalam memandang dan menilai keperibadiannya, sehingga terkadang menyalahkan Tuhan atas ‘takdir hidup’ yang mesti dijalani dengan penuh beban perasaan.

Waspadalah, pasangan lesbi bisa bertambah parah kalau keduanya menemukan jalan untuk mengonsumsi alkohol dan narkoba.

Jika yang terjadi demikian, pasangan lesbi yang tercipta bukan hanya “pasangan kasih sayang” tapi bisa menjurus ke “pasangan percintaan”.

Kita sangat tidak boleh menutup mata karena pengaruh lingkungan yang sangat luar biasa saat ini, Internet dan media audio visual lainnya telah mendidik anak-anak berperilaku negatif, lebih dari yang diketahui oleh orang tuanya, termasuk gejala lesbi bisa lahir dari akibat nonton film bokep di kamar. (*)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT