BerandaFeatureMaaf, Kalo Saya Terpaksa Main Hakim Sendiri!

Maaf, Kalo Saya Terpaksa Main Hakim Sendiri!

Oleh: Etta Adil

PALONTARAQ.ID – Ini cerita lama bahwa dalam hal berkendara, saya orang yang teguh memakai prinsip “biar lambat asal selamat”. Dengan memakai prinsip itu saya merasa aman-aman saja di jalan.

Tak pernah ada niat untuk melambung kendaraan di depan dengan cara menyalip. Mengerikan jika harus mengakhiri hidup di jalan hanya karena ketidak-patuhan dalam berkendara, tidak tertib memakai jalan atau melanggar peraturan lalu lintas.

Yang selalu ada dalam ingatan saya, ada keluarga yang setia dan penuh cinta menunggu di rumah. Dengan prinsip kehati-hatian dalam berkendara itulah, suatu waktu penulis mengalami keserempet motor.

Pada salah satu ruas jalan Minasatene Pangkep dalam perjalanan pulang menjemput anak di rumah kakeknya. Saya tidak dapat menahan amarah ketika seorang pengendara motor dengan kecepatan tinggi menabrak motor yang saya kendarai dari belakang.

Motor terpelanting ke kiri dan refleks saya pegang anak di belakang agar tidak ikut terpelanting. Dengan kaki kiri yang sedikit tergores aspal, saya berusaha meraih tangan penabrak agar tidak lari.

Saat itu saya tidak dapat menahan diri, dengan cepat segera saya copot helm di kepala dan menghantamkannya ke kepala penabrak. Sekali. Dua kali. Sampai ketiga kalinya, barulah saya berusaha ditenangkan oleh orang berkerumun.

Motor yang tergores dan rusak bagian belakangnya bukan menjadi prioritas saya. Keselamatan diri dan anak bagi saya itu jauh lebih penting.

Saya dan mungkin semua orang, tentu tak ingin diakhiri hidupnya hanya karena pengendara yang ugal-ugalan di jalan. Ada anak yang harus diselamatkan dan ada istri yang cemas menunggu di rumah, haruskah semua itu pupus hanya karena banyaknya orang tidak tertib berkendara di jalan.

Dalam konteks itu, tentunya anda dapat memaklumi apa yang saya lakukan terhadap penabrak tersebut. Bagaimana kalau anda dalam posisi saya, apa yang akan anda lakukan? “Maaf Bung, Kalau saya harus main hakim sendiri!”

* * *

Dapatkah anda bayangkan, mimpi apa semalam 9 orang pejalan kaki di dekat Tugu Tani, Jalan MI Ridwan Rais, Jakarta, Minggu (22/1/2012) lalu ketika dengan santainya Afriyani Susanti melibas mereka.

Memangnya mereka tidak punya keluarga yang menunggu di rumah? Memangnya mereka tidak punya masa depan dan rencana-rencana yang harus diwujudkan sehingga mereka harud diakhiri hidupnya oleh seorang pecandu narkoba dan miras.

Saya yakin, jika keluarga mereka ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP), tentunya mereka akan dengan sadar memilih “main hakim sendiri” terhadap pelaku penabrakan “Xenia Maut” tersebut.

Di Makassar, remaja tanpa SIM pengemudi Honda Jazz bernomor polisi DD 175 UG, Hadi Reski Ramadhani (14 tahun), menabrak dan melukai 11 orang di Makassar, Sabtu (28/1/2012) lalu.

Tak ada seorangpun yang akan merelakan dirinya “ditakdirkan” menjadi korban kecelakaan lalu lintas, karena kecelakaan di jalan seperti itu sebenarnya bisa dihindari, apalagi penyebab utamanya karena “human error” (kesalahan pada pengendaranya).

Kejadian yang lebih mengenaskan terjadi Sumedang, Jawa Barat.  Tergulingnya Bus Maju Jaya jurusan Tasikmalaya-Cikampek, Rabu (1/2/2012) lalu di Tanjakan Cae, Sukajadi, Wado, Sumedang, Jawa Barat mengakibatkan 11 dari 30 penumpang tewas.

Peristiwa terjungkalnya Bus Sumber Kencono setelah bertabrakan dengan Sedan di Magetan (Jawa Timur) yang mengakibatkan 2 orang tewas dan belasan orang lainnya luka-luka juga sungguh mengerikan.

Laporan Harian Kompas (4/2/2012) menyebutkan bahwa di negeri ini setidaknya 31.000 jiwa tewas setiap tahunnya karena kecelakaan di jalan raya.

Penyebab terbesarnya, 80-90 persen dari setiap kecelakaan ini karena faktor manusia dan selalu diawali dengan pelanggaran lalu lintas.

Siapapun pengendaranya, sangat tidaklah layak jika ugal-ugalan di jalan, mari kita belajar tertib untuk keselamatan bersama dan bagi angkutan umum.

Sopir selayaknya mempersiapkan fisik dan psikis sebaik-baiknya, disamping melakukan pemeriksaan berkala dengan teliti terhadap semua komponen kendaraan.

Berbeda dengan korupsi yang pemberantasannya “lebih cepat lebih baik”, dalam berkendara tidaklah mengapa “biar lambat asal selamat”.

Sebelum berkendara, periksalah fisik dan mesin kendaraan anda dan belajarlah tertib berlalu lintas. Hargailah pengguna jalan lainnya, karena siapapun orangnya tentu tak ingin menabrak, tak ingin ditabrak dan tak ingin “dihakimi” di jalan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT