BerandaArtikel17 Penghibur Duka

17 Penghibur Duka

Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

PALONTARAQ.ID – Dunia adalah tempat ujian dan cobaan, maka seharusnya seseorang tidak mengingkari terjadinya bencana dan kesusahan. Sungguh, semua kesenangan di dunia ini seperti fatamorgana. Bangunan-bangunan megahnya akan roboh dan sirna, orang-orang yang datang dengan menyenangkan akan pergi semua. Seluruh makhluk akan menghadap Penciptanya.

Sebagian orang, saat mendapatkan kesusahan, dia terlalu berkeluh-kesah hingga melewati batas, seolah-olah dia tidak mengetahui bahwa itulah dunia. Bukankah orang sehat hanya menanti sakit ? Anak muda hanya menanti ketuaan dan kepikunan, dan makhluk yang diciptakan hanya menanti kematian ?

Diantara bentuk kesusahan dan derita yang dirasa berat yaitu kehilangan orang yang tercinta, sehingga seseorang membutuhkan sesuatu yang bisa mengokohkan jiwanya. Marilah kita perhatikan beberapa ponit di bawah ini semoga bisa menghilangkan atau meredakan kesusahan yang ada.

Pertama : Seseorang harus mengetahui bahwa semua kejadian telah ditakdirkan dan tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allâh.  [Al-Hadid/57: 22]

Kemudian Allâh Azza wa Jalla menyebutkan hikmahnya:

 

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

 

Artinya:

Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa Allâh berikan kepadamu. Dan Allâh tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. [al-Hadid/57: 23]

Dengan demikian, semua musibah itu telah ditetapkan oleh Allâh Yang Maha Bijaksana. Bukan terjadi secara kebetulan atau gejala alam saja, sebagaimana anggapan orang-orang yang tidak beriman ! Dan bukan terjadi dengan sia-sia tanpa hikmah. Musibah kemungkinan untuk menghentikan suatu kerusakan, atau hukuman suatu dosa, atau sebab untuk meraih pahala.

Kedua : Mengetahui bahwa dunia adalah tempat ujian dan bencana, sehingga tidak bisa diharapkan kesenangan yang kekal darinya.

Ketiga : Mengetahui bahwa keluh-kesah adalah musibah kedua yang menimpa hamba!

Keempat : Hendaklah membandingkan dan membayangkan jika musibah yang terjadi lebih besar dari yang ada, seperti membayangkan kehilangan dua anak, saat kehilangan satu anak, dan seterusnya. Demikian musiah yang ada akan terasa lebih ringan.

Kelima : Hendaklah meneladani sikap orang shalih lain yang mengalami musibah serupa. Karena meneladani orang lain itu akan membawa kepada ketenangan yang besar.

Keenam : Hendaklah membandingkan keadaan orang lain yang mendapatkan musibah yang lebih besar darinya, sehingga hal itu akan meringankannya.

Ketujuh : Mengharap ganti, jika memang musibah itu mengenai sesuatu yang mungkin untuk mendapatkan ganti, seperti kehilangan anak atau istri.

Kedelapan : Mengharapkan pahala dengan cara bersabar. Seyogyanya orang yang terkena musibah memahami nilai kesabaran, pahala orang yang bersabar dan kisah kesabaran mereka. Jika bisa meningkat kepada sikap ridha, maka itu adalah puncak keutamaan.

Kesembilan : Hendaklah seorang Mukmin mengetahui bahwa takdir Allâh Azza wa Jalla  itu paling baik untuknya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan tentang keadaan orang Mukmin yang mengherankan, yaitu karena semua urusannya baik baginya.

 

عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ

ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

 

Artinya:

Dari Shuhaib, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh mengherankan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusan orang mukmin itu baik, dan hal itu tidaklah terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika kesenangan mengenainya, dia bersyukur, maka syukur itu baik baginya. Dan  jika kesusahan mengenainya, dia bersabar, maka sabar itu baik baginya [HR. Muslim, no: 2999]

Kesepuluh : Memahami bahwa ujian yang berat itu dikhususkan oleh Allah Azza wa Jalla bagi orang-orang pilihan. Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam :

يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ النَّاس أَشَدُ بَلاءً ؟

 

Artinya:

“Wahai Rasûlullâh , siapakah manusia yang paling berat musibahnya?”

Beliau menjawab:

الأنبِياءُ ثُم الصَالِحُونَ

 

Para Nabi, kemudian orang-orang shalih. (HR. Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad, Ibnu Majah, dan lainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani)

Kesebelas : Hendaklah seorang Mukmin mengetahui bahwa dia adalah makhluk Allâh , tidak memiliki kekuasaan sedikitpun terhadap dirinya.

Keduabelas : Mengetahui keagungan dan kebesaran Allâh yang menimpakan musibah, sehingga bisa menghibur kesusahannya.

Ketigabelas: Mengetahui bahwa musibah, jika merupakan ujian, maka terjadi dengan ridha dan kehendak Allâh Raja seluruh raja. Maka selayaknya seorang hamba ridha terhadap perkara yang telah diridhai oleh Sang Raja diraja.

Keempatbelas : Hendaklah dia menegur jiwanya jika berkeluh-kesah, yaitu dengan mengatakan kepadanya, “Tidakkah engkau tahu bahwa hal ini harus terjadi, maka apa alasanmu berkeluh-kesah terhadap sesautu yang harus terjadi?”

Kelimabelas : Hendaklah dia mengatakan kepada dirinya sendiri, “Musibah ini hanyalah sebentar, kemudian akan hilang”. Dan hendaklah dia mengingat penyakit-penyakit yang pernah dia derita, sampai dia merasakan puncak sakitnya, kemudian penyakit-penyakit itu hilang seolah-olah tidak pernah diderita. Sesuatu itu dinilai dengan akhirnya. Barangsiapa memperhatikan akhir sesuatu, maka musibah menjadi ringan baginya.

 

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ

يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ

فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ

فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ

قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Artinya:

Dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seorang penduduk dunia yang paling banyak mendapatkan kenikmatan, namun dia termasuk penduduk neraka. Lalu dia dimasukkan sebentar di dalam api neraka, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kebaikan? Pernahkan engkau mendapatkan kenimatan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allâh , wahai Rabbku”.

Dan akan didatangkan seorang yang paling sengsara di dunia, namun dia termasuk penduduk sorga. Lalu dia dimasukkan sebentar di dalam sorga, kemudian dia ditanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kesengsaraan? Pernahkan engkau mendapatkan kesusahan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allâh , wahai Rabbku. Aku tidak pernah mendapatkan kesengsaraan sama sekali, dan aku tidak pernah melihat kesusahan sama sekali”. (HR. Muslim,no. 2807)

Keenambelas: Hendaklah dia mengkhayalkan telah berpindah menuju kenikmatan sorga yang kekal. Maka apakah nilai lamanya musibah itu? Bahkan apakah nilai lamanya umur manusia atau bahkan umur dunia, dibandingkan dengan kesenangan abadi di dalam sorga?

Barangsiapa membayangkan kesenangan abadi yang tidak ada putus-putusnya, maka dia akan sangat bersuka cita dan melupakan semua kesusahan. Walaupun kematian adalah jalan untuk menuju kesenangan abadi itu, hal itu ringan baginya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« يُنَادِى مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ أَنْ تَصِحُّوا فَلاَ تَسْقَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَحْيَوْا فَلاَ تَمُوتُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا

فَلاَ تَهْرَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلاَ تَبْتَئِسُوا أَبَدًا ». فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ (وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ

أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya:

“Seorang penyeru akan menyeru (kepada penduduk sorga ketika di dalam sorga-pen), “Sesungguhnya kamu akan selalu sehat, sehingga kamu tidak akan sakit selamanya.
Sesungguhnya kamu akan selalu hidup, sehingga kamu tidak akan mati selamanya.
Sesungguhnya kamu akan selalu muda, sehingga kamu tidak akan tua selamanya.
Sesungguhnya kamu akan selalu bersenang-senang, sehingga kamu tidak akan putus asa selamanya!”. Itulah maksud firman Allâh Azza wa Jalla : “Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Al-A’raaf/7: 43) [HR. Muslim, no: 2837]

Ketujuhbelas : Hendaklah dia menganggap kecil kesabaran yang dia lakukan dibandingkan dengan keagungan hak Allâh , seperti hadiah yang remeh  kepada seorang raja yang besar. Dan hendaklah dia mengetahui bahwa kesabaran itu hanyalah sebentar saja waktunya.

Dan hendaklah kita mengetahui bahwa barangsiapa yang menjaga perintah-perintah Allâh pada waktu sehat dan lapangnya, maka Allâh Ta’ala akan menjaganya pada waktu kesusahannya. Semoga Allâh selalu membimbing kita di dalam kebaikan dan menjaga kita dari seluruh keburukan. Wallâh ul Musta’an.

Rujukan:

Al-Qur’anul Karim, terjemah Depag.

Shahih Bukhari.

Shahih Muslim.

Sunan Abu Dawud.

Sunan Tirmidzi.

Sunan Nasai.

Sunan Ibnu Majah.

Adabul Mufrad, karya Imam al-Bukhari.

Ats-Tsabaat ‘indal Mamaat, karya Imam Ibnul Jauzi

Ats-Tsabat ‘alal Islam, karya Syaikh Salim al-Hilali

Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT