BerandaEdukasiSejarah Kongres PGRI 1-21 (Part 1)

Sejarah Kongres PGRI 1-21 (Part 1)

Laporan: Muhammad Farid Wajdi

PALONTARAQ.ID – Perkembangan Pendidikan Nasional di negeri ini tak bisa dipisahkan dari eksistensi dan perkembangan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), sejak berkongres untuk pertama kalinya dalam Tahun 1945, hanya selisih tiga bulan lebih sejak proklamasi kemerdekaan RI.

Nah, di Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2022 ini, redaksi Palontaraq.id mengetengahkan Sejarah Kongres PGRI. Semoga bermanfaat adanya sebagai sebuah catatan sejarah pendidikan di negeri ini.

KONGRES KE I PGRI

Kongres ke I PGRI dilaksanakan di Surakarta (Solo), Jawa Tengah pada tanggal 23-25 November 1945, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua I               : Amin Singgih

2)      Ketua II             : Rh. Koesnan

3)      Ketua III            : Soekitro

4)      Penulis                : Djajeng Soegianto

5)      Bendahara          : Siswowidjojo

Beberapa bulan kemudian Ketua I Amin Singgih di angkat sebagai Bupati Mangkunegaran, sehingga terpaksa diadakan perombakan susunan Pengurus Besar dengan formasi berikut:

1)      Ketua I               : Rh. Koesman

2)      Penulis I             : Sastrosoemarto

3)      Penulis II            : Kadjat Matosoebroto

4)      Bendahara          : Soemidi Adisasmito

Hasil Kongres I PGRI

1)      Hubungan PGRI dengan Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945

Lahirnya PGRI berhubungan dengan 100 harinya kemerdekaan Indonesia

2)      PGRI lahir karena hikmah Proklamasi kemerdekaan RI 1945 dan juga merupakan maniprestasi aspirasi kaum guru Indonesia

3)       PGRI memiliki komitmen kepada NKRI yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945

4)      PGRI berbatang tubuh suatu organisasi berlandaskan proklamasi, suatu organisasi pemersatu kaum guru yang bersifat pada Unitaristis, Independent, Non partai politik, dan PGRI adalah suatu organisasi profesi guru yang lahir  yang mewariskan jiwa, semangat dan nilai-nilai 45 secara terus menerus pada setiap generasi bangsa Indonesia.

5) Tujuan kelahiran PGRI :

  1. Turut aktif mempersatukan kemerdekaan Indonesia.
  2. Berkat kongres I  lahir PGRI

–  Mempersatukan dan menyempurnakan RI

–  Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan

–  Membela hak dan nasib buruh pada umumnya dan guru pada khususnya

6) Disampaikannya protes kepada seluruh dunia terhadap tindakan-tindakan tentara penduduk di Indonesia, garis besar protes tersebut adalah sebagai berikut :

  • Alasan protes perbuatan-perbuatan tentara penduduk yang tidak sesuai dengan maksud penduduk.
  • Maksud protes agar tentara pendudukan ditarik kembali dan tidak usah diganti karena negara republik Indonesia telah menyelenggarakan keamanan dan ketentraman dalam negeri
  • Protes ditujukan kepada : negera-negera serikat, Vietnam dan negara Arab juga akan diberi tahu.
  1. KONGRES KE II PGRI

Kongres ke II PGRI dilaksanakan di Surakarta (Solo) Jawa Tengah pada tanggal  21-23 Desember 1946, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)  Ketua I   : Rh. Koesnan

2)  Ketua II  : Soejono Kromodomejo

3)  Ketua III : Soedjono

Hasil Kongres II PGRI

Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah yaitu:

  • Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan nasional.
  • Gaji guru supaya tidak dihentikan.
  • Diadakannya undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang perburuhan.
  • Menghasilkan keputusan yang merupakan wujud dari tanggung jawab nasional PGRI dalam upaya mempelopori perubahan sistem pendidikan kolonial kparah sistem pendidikan nasional.

Tuntutan tersebut mendapat perhatian pemerintah, terbukti dengan ditunjuknya Rh. Koesnan menjadi anggota Panatia Gaji Penerintah yang di bentuk oleh Departemen Kuangan RI.

  1. KONGRES KE III PGRI

Kongres ke III PGRI dilaksanakan di Madiun Jawa Timur pada tanggal 27-29 Februari 1948, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua I     : Soedjono kromodimoeldjo

2)      Ketua II    : Soedjono

3)      Ketua III  : Soedarsono

Pada akhir tahun 1948 sampai dengan awal tahun 1949 dengan kembalinya kekuasaan pemerintah RI ke Yogyakarta, maka kembali pula PGRI menggerakkan organisasinya dan memindahkan kedudukan Pengurus Besar dari Solo ke Yogyakarta, dengan susunan pengurus sebagai berukut:

1)      Ketua Umum I   : Soedjono Kromodimedjo

2)      Ketua Umum II  : Soedjono ( Wakil Pengurus Besar di Jakarta )

3)      Sekretaris           : Soekirno

4)      Bendahara          : Soewandi

Hasil Kongres III PGRI

1)  Memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.

2)  Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri kongres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.

  1. KONGRES KE IV PGRI

Kongres ke IV PGRI dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 26-28 Februari 1950, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua I   : Rh. Koesman

2)      Ketua II  : Soedjono

3)      Ketua III : Soejono Kromodimoeljo

Rh.Koesnan dan Pengurus-pengurus Besar lain berkedudukan di Yogyakarta. Mereka secara bersama memelihara hubungan Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY. Mereka juga bertugas memelihara hubungan Jawa Barat, Sumatra, Kalimantan Indonesia Timur, dan Sunda Kecil.

Hasil Kongres IV PGRI

  • Mempersatukan guru-guru seluruh tanah air dalam satu organisasi, yaitu PGRI
  • Menyingkirkan rasa saling curigai dan semangat kedaerahan yang menjangkit para guru yang politik yang memecah belah wilayah Republik Indonesia.
  • Mengeluarkan ”Maklumat Persatuan” yang bersisi seruan masyarakat khusunya kepada para guru, untuk membantu menghasilkan suasana yang membahayakan anggota golongan yang pro-republik dan golongan yang kontra republik, serta menggalakkan persatuan demi perjuangan untuk menghasilkan kemerdekaan.

Beberapa peristiwa penting yang terjadi setelah kongres IV adalah seperti berikut:

  • Tiga puluh cabang serikat guru Indonesia menyatakan gabung dengan PGRI.
  • Keluarnya peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1950 yang antara lain berisi tentang penyesuaian gaji guru yang tadinya digaji menurut Herdziende Bezal Dingding Sregeling der Burgelijke Landsdie Haren (HBBL)
  • Didirikannya sekolah yang diperuntukkan khusus bagi para pelajar pejuang.
  1. KONGRES KE V PGRI

Kongres ke V PGRI dilaksanakan di Bandung pada tanggal 19-24 Desember 1950 tepatnya di Hotel Savoy Homann, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua I   : Soedjono

2)      Ketua II : M.E.Subiadinata

Tugas Pengurus Besar yang di bebankan oleh Kongres seharusnya dapat di laksanakan oleh Pengurus Besar yang lengkap, karena sampai 3 bulan susudah Kongres baru 9 orang yang dapat berdomisili di Jakarta. Komisariat-komisariat Daerah di bentuk pada tahap pertama adalah untuk daerah-daerah:

  1. a)      Sumatra Utara    : T.Z.Answar
  2. b)      Sumatra Tengah : A.Manan
  3. c)      Sumatra Selatan : Noezoear
  4. d)      Jawa Barat         : Jaman Soedjono Prawiro
  5. e)      Jawa Tengah       : Soenarto
  6. f)      Yogyakarta         : Moh.Djoemali
  7. g)      Jawa Timur         : Soebandri
  8. h)      Sulawesi Selatan: A.N. Hardjarati
  9. i)       Jakarta Raya       : Soemadi (Koordinaror)

Pada tahun 1952 terbentuk Komisariat Daerah yang baru yaitu:

  1. a)     Kalimantan                      : E. Simorangkir (digantikan Sjahran)
  2. b)     Sulawesi Utara                : E.A. Parengkuan
  3. c)     Maluku                            : O. Nanulaita
  4. d)     Bali                                 : Made Mendra

Hasil Kongres V PGRI

1)      Menegaskan kembali pancasila sebagai asas organisasi.

2)      Menugaskan Pengurus Besar PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra politik.

3)      Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk pengurus komisariat-komisariat daerah.

Peristiwa penting terjadi pasca kongres ke V adalah :

  • Memasukkan 47 cabang di Kalimantan dan Sulawesi ke dalam PGRI yang mengakibatkan 2.500 orang guru yang berbeda-beda menurut ketentuan dapat digaji menurut sesuai dengan standar dari pusat.
  • PGRI berhasil memperjuangka nasib para guru disekolah-sekolah lanjutan, jumlah honorarium meningkat dan maksimum jam dikurangi.
  1. KONGRES KE VI PGRI

Kongres ke VI PGRI dilaksanakan di Malang Jawa Timur pada tanggal 24-30 November 1952, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua I                                       : Soedjono

2)      Ketua II                                     : M.E.Subiadinata

3)      Panitera Umum                          : Moehammad Hidajat

4)      Tata Usaha                                 : Soebandri

5)      Panitera Pendidikan                   : Ktut Nara

6)      Redaksi Majalah  Suara Guru    : Soeprdo, Soedjono Soebandri

Hasil Kongres VI PGRI

1) Dalam Bidang Organisasi, Kongres menetapkan bahawa asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya adalah “Demokrasi”, dan PGRI tetap berada di bawah GBSBI ( Gabungan Serikat Buruh Indonesia ). Dalam bidang perburuhan diputuskan untuk memperjuangkan kendaraan bermotor bagi penilik sekoleh, instruktur Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Masyarakat.

2) Dalam Bidang Pendidikan, di setujui agar (a) sistim pengajaran di selaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan, (b) KPKB(Kursuss Persamaan Kewajiban Belajar) di ubah menjadi SR 6 tahun, (c) KPKPKB di hapus pada ahir tahun 1952/1953, (d) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA di atur sebaik-baiknya dan, (e) di adakan Hari Pendidikan Nasional.

3) Dalam Bidang Umum, di sepakati supaya anggaran belanja Kementrian PP & K di tingkatkan menjadi 25%  dari seluruh anggaran belanja Negara dan agar Jawatan PP & K di pusatkan sampai tingkat propinsi saja. Dalam Kongres ini di syahkan pula “Mars PGRI” ciptaan Basoeki Endropranoto.

Pada Kongres ke VI untuk pertama kalinya PV PGRI berusaha mengajukan konsep tentang isi dan pengertian “Pendidikan Nasional”.

Peristiwa penting yang terjadi pada kongres VI adalah seperti berikut :

o   Pengurus Besar PGRI membangun panitia konsepi pendidikan nasional yang diketuai oleh F.Wachen droff dengan tugas yang  sangat luas.

o   Diangkatnya wakil PGRI dalam bidang kongres pendidikan Indonesia (BKPI)

o   Ikutserta PGRI dalam kongres bahasa dan berbagai konferensi lain baik yang berhubungan dengan kedinasan maupun berkaitan dengan organiasi-organisasi pendidikan.

o   Dikeluarkannya SK Mentri PP & K Nomor. 20/G.I/C tgl. 14 Mei 1954 yang berisi hal-hal berikut :

  1. Dihapusnya KPK PKB dan diubah menjadi sekolah guru B (SGB)
  2. Ditiadakannya KPKB diubah menjadi SR 6 tahun
  3. Diuabahnya semua SR 3 menjadi SR 6 tahun
  4. Diubahnya KP-SGA menjadi KGA
  5. Ditiadakannya syarat dinas 4 tahun

o   Adanya wakil PGRI dalam panitia nasional UNISCO pada tahun 1953

o   Diangkatnya pengkaderan anggota pengurus di Bandung pada tanggal 22-27 Juli 1954

o   Disahkan pula MARS PGRI ciptaan Basoeki Endopranoto.

  1. KONGRES KE VII PGRI

Kongres ke VII PGRI dilaksanakan di Semarang tepatnya di SMA-BCandi Semarang pada tanggal 24 November – 1 Desembar 1954 dan di hadiri 639 orang utusan dari 351 cabang yang menbawakan 1,414 suara dari 1.581 seluruh suara dalam organisasi ( 89%). Untuk pertama kalinya Kongres ini di hadiri oleh tamu-tamu dari luar nageri yaitu Maria Marchant, wakil FISE yang berkedudukan di Paris , Marcelini Bausta dari PPTA Filipina mewakili WCTOP, serta Fan Ming, Chang Chao dan Shen Pei Yung dari Serikat Buruh Pendidikan RRC.

Empat orang formatur terdiri atas Soedjono (944 suara), M.E. Subiadinata (9784 suara), Hermanoe Adi (264 suara), dan Moehammad Hidajat (258 suara) di pilih oleh Kongres untuk mekengkapi susunan Pengurus Besar berikut:

1)  Ketua I   : Soedjono

2)  Ketua II : M.E.Subiadinata

3)  Ketua III : Hermanoe Adi

Terjadi pergantian Komisaris Daerah dan penambahan Komisaris Daerah sebagai berikut:

  1. Sumatra Utara                : Idris M, Hutapea
  2. Sumatra Tengah             : Achmad Chatib
  3. Sumatra Selatan             : Madian
  4. Jakarta Raya                  : Baheransjah Sutan Indera
  5. Jawa Barat                      : M. Hosein
  6. Jawa Tengah                   : Soenarto
  7. Yogyakarta                    : Muh,Djumali
  8. Jawa Timur                     : Hermanoe Adi
  9. Kalimantan Barat           : R.Sujo
  10. Kalimantan Selatan        : Sjahran
  11. Sulawesi Utara               : E,A Parengkuan
  12. Sulawesi Selatan            : J.E.Tatengken
  13. Bali                                 : Madae Mendra
  14. Maluku                           : M.Ruhupatty

Hasil Kongres VII PGRI

1) Bidang Umum, Pernyataan mengenai Irian Barat, Pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP & K, dan mengenai penyempurnaan cara kerja Kementrian PP & K,

2) Bidang Pendidikan, resolusi mengenai anggaran belanja PP & K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, mengenai UU Sekolah Rakyat, dan UU Kewajiban Belajar, mengenai Film, iektur, gambar, serta radio dan pembentukan Dewan Bahasa Nasional.

3) Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.

4)      Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.

  1. KONGRES KE VIII PGRI

Kongres VIII PGRI dilaksanakan di Bandung pada tanggal Oktober 1956, hampir di hadiri seluruh cabang PGRI. Tetapi saat pemilihan ketua umum Pengurus Besar PGRI keadaan menjadi tegang , karena pihak Soebandri dkk menambah kartu pemilihan (kartu palsu), sehingga pemilihan tersebut harus di ulangi. Otak pemalsuan ini  Hermanoe Adi, tokoh PKI Jawa Timur yang saat itu menjabat Ketua II Pengurus Besar PGRI. Ahirnya yang terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PGRI ialah M.E.Subiadinata, menggantikan Sudjono. Hermanoe Adi tidak lagi dipilih menjadi ketua Pengurus Besar PGRI jabatanya digantikan oleh M. Husen yang sebelumnya menjabat Ketua PGRI Komisariat Daerah Jawa Barat. Susunan Pengurus Besar PGRI sebagai berikut:

1)      Ketua Umum     : M.E.Subiadinata

2)      Ketua I               : Soedjono

3)      Ketua II             : M.Hosein

Hasil Kongres VIII PGRI

Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:

  • Kunjungan kecabang-cabang
  • Korespondensi Pengurus Besar PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
  • Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
  • Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
  • Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar, Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.

Pokok-pokok bahasan:

1) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya

2) Perlu adanya Indonesianisasic Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD

Peristiwa yang terjadi pasca kongres VIII adalah sebagai berikut :

  1. Terbentuk komisariat Kalimantan Timur pada bulan Maret 1957 dengan ketua Sanoesi dan komisaris daerah Aceh pada bulan Maret 1958 dengan ketua Ibrahim Siagian;
  2. Diadakannya kursus kader tingkat khusu pada tanggal 23 Desember 1957-Januari 1958 dengan di Jakarta dengan ketentuan setiap 15 cabang mengirim satu orang peserta;
  3. Mengadakan dialog segitiga antara Pengurus Besar PGRI, materi PP & K, dan menteri dalam negeri dikantor mentri PP & K tentang tuntutan PGRI untuk menaikkan anggara belajar kementrian PP & K hingga 25%;
  4. Sosialisasi tuntutan PGRI untuk menaikkan anggaran kementrian PP & K hingga 25% kepada para anggota;
  5. Mendesak pemerintah untuk segera memberantas penyelewengan dana dalam kementrian PP & K;
  6. Mendesak pemerintah untuk segera mengubah sistem pendidikan yang mengandung unsur-unsur pendidikan kolonia menjadi sistem pendidikan yang lebih bersifat nasional;
  7. Dikembangkan usaha kesehatan sekolah (UKS) akibat dari usulan PGRI kepada pemerintah agar lebih memperhatikan kesehatan atau memfasilitasi pemeriksaan kesehatan murid dan guru oleh dokter sekolah dan menyediakan obat-obatan di sekolah;
  8. Ditolaknya rencana kenaikan uang ujian sekolah tahun 1956/1957, penolakan ini dilakukan PGRI organisasi pelajar;
  9. Dikeluarkannya buletin khusus yang berjudul ”Marilah kita berantas bacaan cabul” dalam upaya PGRI memberantas bacaan dan film porno;
  10. Menjadi permasalahan dalam simposium Badan Musyawarah Nasional (BMN) di Denpasar;
  11. Menegerikan beberapa sekolah PGRI, yaitu 6 KG A, 2 SMA, 2 SMP pada periode 1956 – 1959. PGRI memiliki 189 sekolah yang terdiri atas 3 SGA, 10 KG A, 6 SG B, 3 KG B, 1 SMPE dan masih banyak lainnya;
  12. Mengusahakan agar ditetapkannya Hari Pendidikan, PGRI mengusulkan tanggal 25 November sebagai Hari Pendidikan;
  13. Mengusahakan kenaikan pangkat otomatis bagi setiap guru yang pada tanggal 30 September sudah memenuhi persyaratan kepangkatan meskipun mereka belum diusulkan naik pangkat;
  14. Dibentuknya panitia amandemen PGPN dan M.E Soebidanata duduk dalam panitia sebagai wakil PGRI;
  15. Diperhitungkannya masa kerja guru SR di sekolah-sekolah swasta.
  1. KONGRES KE IX PGRI

Kongres ke IX PGRI dilaksanakan di Surabaya, pada tanggal 31 Oktober-4 November 1959. Susunan Pengurus Besar sebagai berikut :

1)      Ketua Umum                                           : M.E Subiadinata

2)      Ketua I                                                    : M. Hoesein

3)      Ketua II                                                   : Soebandri

4)      Panitia Umum                                          : Soekarno Prawira

5)      Panitia Umum dan Keuangan                 : A. Zachari

6)      Panitia Perburuhan                                  : Moejono

7)      Panitia Pendidikan                                  : L. Manusama

8)      Panitia Keuangan                                    : A. Zachari

9)      Panitia Organisasi                                    : Moersid Idris

10)  Panitia Sosial / Ekonomi                          : Ismartojo

11)  Komisaris Umum Urusan Perburuhan     : A. Sanoesi

12)  Komisaris Umum Urusan Pendidikan     : A.H. Arahap

13)  Komisaris Umum Urusan Perburuhan     : Alam Sjahroeddin

14)  Komisaris Umum Urusan Keuangan       : Nj. Soenardi

Pada bulan – bulan pertama sesudah kongres IX, PGRI menghadapi kesulitan besar terutama karena kekurangan dana. Bukan karena jumlah iuran anggota yang kecil (Rp 150), melainkan pemasokan dana dari jawa tengah dan jawa timur sangat seret. Dari beberapa cabang yang setia Pengurus Besar PGRI dikedua provinsi tersebut diserobat oleh pengurus daerah yang Pro-PKI. Meskipun demikian kegiatan PGRI berjalan dalam upayanya memperjuangkan nasib para guru.

Masalah dukungan PGRI terhadap masuknya PSPN kedalam soksi yang diputuskan dengan 12 suara Pro lawan 2 suara kantor pada hakekatnya tidak mengubah kekompakan di lingkungan Pengurus Besar PGRI. Hal ini disebabkan adanya kejelasan pada semua pihak pada saat itu. Bahwa dukungan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku lagi jika dua syarat diajukan oleh Pengurus Besar PGRI, yakni ”soksi bukan merupakan vaksentral dan nama soksi harus diganti”, tidak terpenuhi.

  1. KONGRES KE X PGRI

Kongres ke X PGRI dilaksanakan di Gelora Bung Karno Jakarta, Oktober 1962, periode tahun 1962-1965. PGRI mengalami masa sulit karena terjadinya perpecahan di dalam tubuh PGRI. Susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua Umum     : M.E.Subiadinata

2)      Ketua I               : M.Hosein

3)      Ketua II             : Soebandri *)

Pada bulan Juni1964 Soebandri di pecat kerana terlibat dalam penghianatan/sparatis dengan mendirikan PGRI Non Vak sentral/PKI. Pada bulan-bulan pertama kongres X mengalami kesulitan-kasulitan terutama keuangan, Setelah mengalami beberapa reshuffle , maka susunan Pengurus Besar PGRI berubah sebagai berikut:

1)      Ketua Umum     : M.E, Subiadinata

2)      Ketua I               : M.Hosein

Untuk  menyelamatkan pendidikan dari ancaman dan perpecahan di kalangan guru Presidan Soekarno membentuk Majelis Pendidikan Nasional yang menerbitkan PenPres No.19 tahun 1965 tentang  Pokok – pokok Sistim Pendidikan Nasional Pancasila sebagai hasil kerja dari Panetia Negara untuk penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana.

Hasil Kongres X PGRI

  1. Untuk  menyelamatkan pendidikan dari ancaman dan perpecahan di kalangan guru Presidan Soekarno membentuk Majelis Pendidikan Nasional yang menerbitkan PenPres No.19 tahun 1965 tentang  Pokok – pokok Sistim Pendidikan Nasional Pancasila sebagai hasil kerja dari Panetia Negara untuk penyempurnaan Sestem Pendidikan Pancawardhana;
  2. PGRI bersama-sama guru NU, Ikatan Guru Muhammadiyah, Ikatan Guru Serikat Islam Indonesia, Ikatan Guru Marhaenis, Persatuan Guru Kristen Indonesia, Ikatan Guru Katolik, Persatuan Guru Islam Indonesia dan Persatuan Guru PERTI membentuk KAGI, khusus di Jawa Barat dibantu KAPP.

3)      Kemudian KAGI terbentuk pula diberbagai provinsi

Tugas utama KAGI adalah :

  • Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari urusan-urusan PKI dan Orde Lama PGRI non Vaksentral, serikat sekerja pendidikan dan PETI ( Persatun Guru Tekhnik Indonesia)
  • Menyatukan guru didalam satu wadah organisasi guru yaitu PGRI.
  • Memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak unitaristik, tetapi juga independen dan non partai politik.
  1. KONGRES KE XI PGRI

Kongres ke XI PGRI dilaksanakan di Bandung 15-20 Mart 1967, dengan susunan Pengurus Besar PGRI (1967-1970), sebagai berikut:

1)      Ketua Umum     : M.E, Subiadinata

2)      Ketua I               : Dra.Mien S. Warnaen

3)      Ketua II             : Maderman B.A.

Hasil Kongres XI PGRI

Ø  Di bidang umum dan politik diantaranya sebagai berikut :

  • Memenangkan perjuangan untuk menagakkan dan mengembangkan orde baru demi suksesnya Dwi Dharma dan Catur Karya Kabinet Ampera.
  • Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan Sidang Umum Istimewa MPR.
  • Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 45.
  • Menjujung tinggi hak asasi manusia.
  • Mengikis habis sisa-sisa Gestapu/PKI.
  • PGRI Non Vaksentral, SSP, PGTI di nyatakan sebagai ormas terlarang karena merupakan ormas anthek PKI.
  • Diaktifkanya kembali 27 pejabat kementrian P & K yang di pecat oleh, Prof.Prijono.
  • Di setujuinya PGRI untuk bergabung dalam Sekber Golkar.

Ø  Di bidang organisasi antara lain:

  • Konsolidasi pengembangan organisasi ke dalam dan ke luar untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi kependidikan.
  • Perubahan dan penyampurnaan AD/ART/PGRI yang sesuai dengan perkembangan politik Orde Baru
  • Perluasan keanggotaan PGRI dari guru TK sampai dengan dosen PT.
  • Penentuan criteria/persyaratan pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar, PD, PC hingga Ranting.
  • Intensivikasi penerangan tentang kegiata organisasi melalui pers, radio, TV, dan majalah Suara Guru.
  • Pendidikan kader organisasi secara teratur dan berencana.
  • PGRI menjadi anggota WCOTP ( World Confederation of Organisation of Teaching Prifession )
  • Menyatakan PGRI siap menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Regional Confrence ( ARC WCOTP .

Pada tanggal 19 Desember 1969, ketua Umum Pengurus Besar PGRI M.E.Subiadinata wafat, di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata,dengan inspektur upacara jendral TNI Abdil Haris nasution,sehingga Ketua Umum di gantikan oleh ketua I yang baru Slamet (1967-1970).

  1. KONGRES KE XII PGRI

Kongres ke XII PGRI dilaksanakan di Bandung pada tanggal 29 Juni – 4 Juli 1970, dengan susunan Pengurus Besar PGRI (1970-1973), sebagai berikut:

1)      Ketua Umum                 : Basyuni Suriamiharja

2)      Ketua I                           : Slamet I

3)      Ketua II                         : Maderman B.A

4)      Sekretaris Jendaral         : AMD Jusuf

Konpus II Tahun 1972 memutuskan bahwa susunan Pengurus Besar PGRI harus di sempurnakan di sebabkan oleh:

  • Ketua I Slamet pindah ke nageri Belanda, digantikan oleh Ketua II Maderman.
  • Ketua II diisi oleh Drs.WDF Rindhorindo
  • SekJen AMD Jusuf wafat digantikan oleh M Hatta (sebelumnya menjabat Sekretaris Perburuhan).

Hasil Kongres XII PGRI

  1. Perubahan struktur dan basis-basis organisasi PGRI, yaitu tngkat Cabang meliputi wilayah kabupaten/kotamadya, sedangkan wilayah anak cabang adalah kecamatan;
  2. Administrasi Organisasi di sederhanakan dan di seragankan untuk seluruh wilayah Indonesia;
  3. Lambang PGRI dan Mars PGRI di lampirkan dalam buku AD/ART PGRI.
  1. KONGRES KE XIII PGRI

Kongres ke XIII PGRI dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 21-25 November 1973, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1)      Ketua Umum                 : Basyuni Suriamiharja

2)      Ketua I                           : Prof. Dr.Wnarno Surakmad

3)      Ketua II                         : DRS. Madorman.

4)      Sekretaris Jendral           : Drs. WDF Rindorindo

Dalam menjalankan tugasnya Pengurus Besar PGRI untuk pertama kalinya mendapat bimbingan dari Dewan Pembina Pusat yakni Mentri Pendidikan Dan kebudayaan, Mentri Dalam Negeri, Mentri Agama, Dr. Midian Sirait, Prof. Sadajoen Siswomartojo, Prof. IP Simanjuntak, M.A.AE Manihuruk.

Hasil Kongres XIII PGRI

Ditetapkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam bidang organisasi yaitu;

  1. Berubahnya sifat PGRI dari organisasi serikat pekerja menjadi organisasi Profesi, di tetapkanya Kode Etik Guru Indonesia;
  2. Perubahan lambang panji Organisasi PGRI yang sesuai dengan organisasi profesi guru;
  3. Adanya Dewan Pembinaan PGRI.
  1. KONGRES KE XIV PGRI

Kongres ke XIV PGRI dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 26 – 30 Juni 1979, dengan susunan Pengurus Besar (1979-1984) sebagai berikut:

1)      Ketua Umum                 : Basyuni Suriamiharja

2)      Ketua                             : Prof. Dn Amran Halim

3)      Wakil Ketua                   : Dra, Ny.M. Wahyudi

4)      Wakil Ketua                   : Drs. Sudarmaji

5)      Wakil Ketua                   : Drs. Aidil Fitrisyah

6)      Sekretaris Jendral           : Drs. WDF Rindorindo

7)      Wakil SekJen                 : Mohammad Hatta

Hasil Kongres XIV PGRI

  1. Pendirian Wisma Guru yang di rencanakan berdirinya di Jl.Tanah Abang III No.24 Jakarta Pusat ini sekaligus akan menjadi kantor Pengurus Besar PGRI;
  2. Memutuskan dan menegaskan bahwa pembinaan lembaga pendidikan PGRI perlu di lakukan secara konsepsional, nasional, dan terkendali secara organisator;
  3. Untuk melaksanakan keputusan Kongres, Pengurus Besar   PGRI membentuk YPLP – PGRI dengan Akta Notaris Moh. Ali No.21 tanggal 31 Mart 1980 yang berlaku surat sejak 1 Januari 1980. Dengan SK Pengurus Besar PGRI No.951/SK/PB/XIV?1980 tanggal 10 Oktober 1980 diangkat Pengurus Pusat YPLP-PGRI yang pertama sebagai berikut :

Ketua                    : Slamet I

Wakil Ketua           : Drs. Soepojo Padmodipuro

Sekretaris              : Surdilani

  1. KONGRES KE XV PGRI

Kongres ke XV PGRI dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 16-21 Juli 1984, dengan susunan Pengurus Besar (1984-1989) sebagai berikut:

1)      Ketua Umum     : Basyuni Suriamiharja

2)      Ketua                 : Dr.Anwar Jasin, M.Ed

3)      Ketua                 : Prof. Dr. Amran Halim

4)      Ketua                 : Ny. M Wahyudi

5)      Ketua                 : Drs. Is Riwidikdo

6)      Ketua                 : Drs. I Gusti Agung Gde Oka

7)      Ketua                 : Drs. Adil Fitrisyah

Susunan Dewan pembinaan pusat PGRI Masa Bhakti (1984-1989) sebagai berikut:

  1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai Ketua
  2. Menteri Dalam Negeri , Menteri Agama, Menteri Penerangan, Menteri Sosial, Ketua Umum DPP Golkar, AE. Mamehuruk, Dr. Midian Sirait, dan Prof. Dr.D.A sebagai anggota.
  3. Sekretaris Jendral Pengurus Besar PGRI, sebagai Sekretaris.

Hasil Kongres XV PGRI

  1. Kongres ini menggariskan pokok-pokok PGRI untuk kurun waktu lima tahun mendatang (1984-1989) yang meliputi: ruang lingkup pembinaan dan pengembangan organisasi PGRI, tanggung jawab dan peran PGRI dalam menyukseskan SU MPR 1983, Repelita IV dan Pancakrida Kabinet Pembangunan V;
  2. Salah satu larya besar PGRI masa bhakti ke- XV adalah pembangunan Gedung Guru Indonesia ( GGI ) di Jl.Tanah Abang III No.24 Jakarta, pelaksanaan pembangunan di mulai 20 Mart 1986 dan di serahkan kepada PGRI pada 21 Mart 1987, kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto 21 April 1987.
  1. KONGRES KE XVI PGRI

Kongres XVI PGRI dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3-8 Juli 1989, dengan susunan Pengurus Besar PGRI masa bhakti (1989-19941) sebagai berikut:

Pengurus Harian:

1)      Ketua Umum     : Basyuni Suriamiharja

2)      Ketua                 : Drs. I Gusti Agung Gde Oka

3)      Ketua                 : Dr. Anwar Jasin, M.Ed

4)      Ketua                 : Dra. Mien S.Warnaen

5)      Ketua                 : H.R taman sastrodikromo

6)      Ketua                 : Taruna S.H.

7)      Ketua                 : Drs. Sutrisno

Hasil Kongres XVI PGRI

  • Menetapkan kode etik guru Indonesia
  1. KONGRES KE XVII PGRI

Kongres ke XVIII PGRI dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3-8 Juli 1994, dengan susunan Pengurus Besar PGRI (1994-1998) sebagai berikut:

Ketua Umum     : Basyumi Suriamiharja

Ketua                 : Drs. I Gusti Agung Gde Oka

Ketua                 : Dr. Anwar Jasin, M.Ed

Ketua                 : Dra. Mien S. Warnaen

Ketua                 : H.R. Taman Sastridokromo

Ketua                 : Taruna, S.H

Ketua                 : Prof. dr. Marsetio Danusaputro

Hasil Kongres XVII PGRI

Pertama kalinya Kongres PGRI ke XVII menetapkan dewan Pembina menjadi Dewan Penasehat dan tidak lagi ada Menteri yang menjadi anggota Dewan Penasehat.

  1. KONGRES KE XVIII PGRI

Kongres ke XVIII PGRI dilaksanakan di Lembang, Bandung pada tanggal 25-28 November 1998, dengan susunan Pengurus Besar PGRI masa bhakti (1998-2003), sebagai berikut:

Ketua Umum     : Prof.Dr. H Mohammad Surya

Ketua                 : Drs. H.Alwi Nurdin, MM

Ketua                 : Drs. WDF Rindorindo

Ketua                 : Drs. Soekarno

Ketua                 : Prof.Dr. Amran Halim

Ketua                 : Koesrin Wardojo, SIP, SH

Ketua                 : Dr.M. Ali, SH.Dipl.Ed,M.Sc

Pada Kongres ini kelihatan kuatnya pengaruh reformasi dalam pemilihan susunan Pengurus-pengurus Besar PGRI.

Kalau pada masa lampau ketua umum selalu dipilih secara aklamasi kini mulai ada peraturan antara kedua calon ketua umum, sekretaris bidang diganti ketua.

  1. KONGRES KE XIX PGRI

Kongres ke XIX PGRI dilaksanakan di Semarang pada tanggal 8-12 Juli 2003, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

Ketua Umum             : Prof.Dr. H Mohammad Surya

Ketua                        : W.D.F Rindo

Hasil Kongres XIX PGRI

  1. PGRI meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta aparat keamanan untuk memberikan jaminan keamanan kepada guru dalam menjalankan tugasnya;
  2. Penegasan kembali PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan;
  3. PGRI juga mendesak pemerintah untuk menindaklanjuti Undang-Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan memberikan jaminan konstitusional bagi terselenggaranya pendidikan nasional dalam bentuk antara lain peningkatan akses bagi masyarakat untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan biaya yang relatif murah;
  4. Diadakan UU Guru dan Dosen;
  5. Pengakuan Guru sebagai profesi oleh presiden pada tanggal 2 Desember 2004;
  6. PGRI mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan dana pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di luar gaji tenaga pendidikan dan pendidikan kedinasan, paling lambat tahun 2005;
  7. PGRI meminta pemerintah pusat dan daerah, serta aparat keamanan untuk memberikan jaminan keamanan kepada guru dalam menjalankan tugasnya, terutama yang bertugas di daerah konflik dan di daerah terpencil;
  8. PGRI mengimbau kepada para guru, agar mereka menggunakan hak politiknya dalam pemilu mendatang. Yaitu dengan menentukan pilihan terhadap wakil rakyat dan calon presiden/wakil presiden.
  1. KONGRES KE XX PGRI

Kongres ke XX dilaksanakan di Novotel Hotel Palembang Sumatra Utara pada tanggal 30 Juni-4 Juli 2008, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

Ketua Umum                   : Dr. Sulistyo, M.Pd

Ketua                              : Prof.Dr. Anah Suhaenah Soeparno

Hasil Kongres XX PGRI

  1. Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Guru Republik Indonesia;
  2. Menyatakan berlakunya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI yang disempurnakan tersebut di semua  tingkat, dan jajaran organisasi PGRI;
  3. Dengan hasil Mendiknas memaparkan dengan berbagai dinamika dan problematika guru kepada Menteri.
  1. KONGRES KE XXI PGRI

Kongres ke XXI PGRI dilaksanakan di Istora Senayan Jakarta pada tanggal 1 – 5 Juli 2013, dihadiri sekitar 8.000 guru yang datang dari kabupaten dan kota di 33 provinsi di Tanah Air. Adapun tema Kongres PGRI tahun ini adalah “Peran Strategis PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru Indonesia dalam Mewujudkan Guru yang Bermartabat Menuju Pendidikan Bermutu”. Susunan Pengurus Besar PGRI untuk periode 2013-2018, sebagai berikut:

Ketua Umum                    : Dr. Sulistiyo, M.Pd.

Ketua                                : Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd.

Sekretaris Jenderal            : M. Qudrat Nugraha, Ph.D.

Bendahara                         : Prof. Dr. Dede Rosyada

Hasil Kongres XXI PGRI

  1. Pemilihan jajaran Pengurus Besar PGRI untuk periode 2013-2018 dimana salah satu keputusannya adalah terpilihnya kembali bapak Dr. Sulistiyo, M.Pd. Menjadi Ketua Umum PGRI periode 2013-2018, melalui pemilihan secara aklamasi;
  2. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendesak perombakan total desain dan kebijakan pendidikan nasional. Pasalnya, selama ini pendidikan nasional dinilai telah bergerak tanpa arah, dan kadang dikendalikan pihak-pihak tidak bertanggung jawab dengan kapabilitas tidak memadai;
  3. Untuk mengembalikan pendidikan pada arah yang benar, PGRI mendesak agar sejumlah kebijakan pemerintah saat ini dikaji ulang. Terkait pendidikan nasional. Kongres meminta agar ujian nasional (UN) dievaluasi kembali, dan merumuskan model evaluasi dalam rangka pengendalian mutu seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas;
  4. Pengusulan pembayaran tunjangan sertifikasi guru dicairkan bersamaan dengan gaji tiap bulannya;
  5. Peningkatan penghasilan guru honorer (GTT dan PTT) didasrakan pada aturan Upah Minimal yang ditetapkan pemerintah dan pembayarannya melibatkan APBN;
  6. Pengembangan kualitas dan kuatitas kompetensi guru khususnya guru Sekolah Dasar dengan pengadaan Sekolah Pendidikan Guru di daerah-daerah.

 

Bersambung ….

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT