BerandaKesehatanPengasuh Ponpes Amanatul Ummah tolak Vaksin AstraZeneca

Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah tolak Vaksin AstraZeneca

Laporan: Etta Adil

PALONTARAQ.ID, MOJOKERTO – Salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Mojokerto, Ponpes Amanatul Ummah dengan tegas menolak vaksin AstraZeneca. Vaksin buatan Inggris itu dinilai haram karena kandungan tripsin pankreas babi.

Penolakan tegas vaksin AstraZeneca secara blak-blakan disampaikan Pimpinan Ponpes Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim. Menurutnya, jika merujuk kepada Fatwa MUI Pusat bahwa vaksin AstraZeneca meskipun haram karena mengandung unsur babi, tapi boleh digunakan dalam kondisi darurat.

KH Asep Saifuddin Chalim. (foto: ist/palontaraq)
KH Asep Saifuddin Chalim. (foto: ist/palontaraq)

KH Asep Saifuddin Chalim menjelaskan bahwa Pesantren Amanatul Ummah yang dipimpinnya tidak dalam kondisi darurat. “Selama setahun lebih pandemi, belum ada seorangpun di lingkungan pesantren yang terinfeksi COVID-19. Itulah sebabnya kami melarang keras vaksin AstraZeneca disuntikkan ke 12.000 santri dan mahasiswa, serta 1.000 lebih tenaga pendidik Amanatul Ummah,” ujarnya.

Pada saat yang sama, KH Asep Saifuddin Chalim juga melayangkan kritik kepada MUI Jatim yang mengeluarkan fatwa bahwa vaksin AstraZeneca halal dan bagus (halalan thoyiban). Menurutnya fatwa tersebut salah karena hanya menggunakan alasan istihalah atau perubahan bentuk dan ihlak atau penghancuran. MUI Jatim yakin tripsin pankreas babi yang digunakan dalam produksi vaksin AstraZeneca tidak lagi menjadi najis karena sudah berubah bentuk.

“Istihalah disitu disamakan dengan Ihlak, penghancuran, tidak ada Nilai-nilai babinya. Istihalah dan ihlak tertangkal oleh Intifak. Yaitu bisa menjadi vaksin sebab ada (tripsin) pankreas babinya. Intifak itu bukti yang tidak bisa dihilangkan. Buktinya apa? Jadi vaksin. Tanpa ada pankreas babinya tidak akan jadi vaksin. Keharaman intifak, baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya,” jelas KH Asep kepada Pers yang mewawancarainya di Institut KH Abdul Chalim, Desa Bendunganjati, Kecamatan Pacet, Mojokerto, Sabtu (27/3/2021).

“Imam Syafii dan Imam Hambali mengajarkan bahwa istihalah atau perubahan bentuk dari benda najis menjadi tidak najis hanya berlaku pada tiga hal, yaitu ketika arak berubah secara alami menjadi cuka, kulit yang diambil dari bangkai selain babi dan anjing, serta ayam yang menetas dari telur yang dikeluarkan dari ayam mari,” tambahnya. (*)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT