Ampe Kaluku

Oleh: La Oddang Tosessungriu

PALONTARAQ.ID – Bahwa keteladanan bahkan diletakkan oleh Sang Maha Pencipta kepada tetumbuhan, tak lain dimaksudkan sebagai pembelajaran kepada manusia yang ditakdirkan oleh-Nya sebagai khalifah di permukaan bumi. Salahsatu dalam hal ini adalah kelapa.

Buah kelapa yang terikat pada tandannya senantiasa perkembangannya berurutan. Bermula sebagai tandan kecil yang disebut mayang kelapa yang keluar dari pucuk paling puncak pohon itu.

Kemudian setelah berkembang menjadi bakal (ceddi’ kaluku), posisi puncaknya tergantikan mayang lain yang baru lahir. Hingga kemudian tumbuh menjadi buah kelapa muda, lalu perlahan menua menjadi kelapa kering yang dagingnya kaya dengan kandungan santan.

Maka kelapa memiliki sifat keteladanan: semakin tua ia, semakin kental santan yang dikandungnya. Namun hikmah yang dikandung paragraph ini tak lain adalah buah kelapa yang “taat” terhadap mekanisme organisasi.

 

AmpE-ampEna kalukuE, bua coppo’ riappongengna

RiEnrEkipi nariakkarEsoi nariyala buana,

Riyalasi parimeng, riyakkarEsomui parimeng nariwekka,

Riwekkasi parimeng, nariparu’muasi

Nainappa riperra’ santangna,

NaEkia mEmeng santangna kalukuE.

Siame’ nakkaluri iya maneng.

Makkalu’i ri golla cella’E, palopo’i ritu asengna.

Makkalu’i ri berre’ pulu’E, sokko’i ritu asengna.

Makkalu’i ri durona nasu manu’E, nasu kari’i ritu asengna.

Makkalu’i ri labbu’ pulu’E, putu ritu asengna.

Tongengna kalukuE, nalunraki maneng temmappassangadi

Terjemahan:

Sesungguhnya sifat sejati kelapa itu, buah yang ditinggikan oleh pohonnya
Nantilah jika dipanjat serta diupayakan barulah buahnya dapat dipetik.

Pun setelah dipetik, kemudian berdaya upayalah membuka kulitnya,
Setelah kulitnya terbuka, dagingnya mestilah diparut,

Barulah diperas santannya
Namun jua santan kelapa itu.

Senyawa dan menyatu dengan semuanya.
Jikalau ia menyatu dengan gula merah, maka saus “palopo’” namanya.

Tatkala menyatu dengan beras ketan, maka “sokko”-lah sebutannya.
Lalu ketika menyatu dalam kuah masakan ayam, maka masakan “kari”-lah namanya.

Ketika ia menyatu dengan tepung beras ketan, maka iapun bernama kue putu.
Maka sesungguhnya kelapa itu, segalanya dibuat menjadi gurih tanpa kecuali.

 

Buah kelapa tempat lahirnya pada ketinggian pucuk pohonnya diatas sana. Namun manfaatnya tidaklah seberapa jika bertahan diatas sana. Nantilah ketika turun ke permukaan tanah, barulah azas manfaatnya terkembang pada kehidupan.

Bahkan iapun dapat tumbuh menjadi cikal yang bertunas hingga berbatang dan berakar sebagai pohon muda, pelanjut generasi.

Olehnya itu, seorang manusia yang hidup dengan atribut derajat setinggi-tingginya dengan gelar kemuliaan ataupun kesarjanaan yang panjang-panjang, tak ada gunanya jika tidak bermanfaat bagi masyarakat dimana ia tumbuh dan bercokol.

Syahdan pada suatu ketika, Cendekiawan La MEllong TosuwallE Kajao Laliddo mengutarakan petunjuknya kepada junjungannya, yakni ArumponE.

“EE.. ArumponE, alai ampE-ampEna kalukuE. Nanoori coppo’na, nawElai appongenna, sarEkuwammengngi mappEdEcEngngi ri tana atuongenna.”

Artinya:

Wahai.. Raja Bone, teladanilah sifat kelapa. Turun dari puncaknya, hingga menjauh dari batangnya, demi agar bisa mendatangkan kebaikan bagi tanah dimana ia tumbuh.

Maka bertanyalah ArumponE: “KEgaEro diyaseng dEcEng, kajao ?”

Artinya:

Apakah yang dimaksud kebaikan, kek?

“Naiyyapa nadiyaseng dEcEng narEkko madEcEngngE ri tau maEgaE, paimeng lao dialEta”

Artinya:

Nantilah itu bisa disebut sebagai suatu kebaikan, jika itu bermanfaat bagi orang banyak, serta bermanfaat pula bagi sendiri), timpal Kajao Laliddo.

Wallahu ‘alam Bish-shawab.

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT