BerandaEdukasiSelamat Datang di Ponpes Putri IMMIM: "Selamat Berproses, Nak!"

Selamat Datang di Ponpes Putri IMMIM: “Selamat Berproses, Nak!”

Tulisan terkait:  Hari Ini, 55 Calon Santri Putri IMMIM Jalani Tes Gelombang II

PALONTARAQ.ID – SATU persatu wajah polos, lugu dan imut memasuki ruang kelas yang sudah ditentukan.

“Masuklah, Nak!” ujar seorang pembina. Tak lama ruangan pun penuh dan ujian penerimaan santri berlangsung dengan khidmat.

Usai kami menungguimu sampai selesai menjalani tes tulis, tes mengaji dan tes kesehatan. Kami, para orangtua calon santriwati baru diberikan penjelasan dan pencerahan tentang pendidikan dan pembinaan di Pesantren.

Dari Ketua Yayasan, Sekretaris Yayasan, Direktur, Kepala Sekolah dan Humas Pesantren, banyak benar proses yang harus kamu lewati, anakku!  Kami yakin, kamu pasti bisa melewatinya, Nak!

“Anakku … !”

“Kamu memang baru saja menyelesaikan pendidikan SD. Masih sangat kecil untuk melepasmu pergi. Tubuhmu masih sangat lemah, kecil, dan gemulai.

Umurmu baru saja 11 tahun, tapi kami harus ikhlas melepasmu pergi. Demi masa depanmu sendiri, Nak!”

“Ada pula kakak-kakakmu yang dari sekolah umum SMP di luar sana, juga harus menerima takdirnya mondok di pesantren.

Di luar sana, begitu banyak godaan dan biang kerusakan akhlak yang mengintaimu, merekayasa untuk merusak masa depanmu. Itulah sebabnya, pilihan kami: hanya pesantren!

“Selamat mondok, Nak!”

“Demi Allah, bukan Kami benci hingga harus mengirimmu jauh ke pesantren. Bukan kami tak cinta wahai anak kesayanganku. Kami bahagia melihat tangismu hari ini saat kami tinggal pulang. Kelak suatu saat kau kan merindukan tangis perpisahan itu”.

“Selamat berjuang, Nak! Nanti juga kau kan paham mengapa kami titipkan engkau di pesantren.”

“Maafkan kami tidak bisa seperti orang tua lain. Memberimu segudang fasilitas dan kemewahan. Maafkan kami hanya bisa memberikanmu fasilitas akhirat.”

“Jadilah pembela ibu dan Bapak di hari pengadilan Alloh kelak. Dengan menjadi #santri kami harap engkaulah yang mengimami sholat jenazah kami nanti, menggotong keranda kami, memandikan diri kami, membungkus kain kafan kami, Tak perlu kami memanggil Ustadz-ustadz untuk mendoakan.”

“Untuk apa…?”

“Bukankah nanti saat kami berbaring di ruang tengah rumah dengan kaku. Ada anak-anakku di samping kepalaku. Itulah hari terbahagia kami nanti menjadi orang tua, Nak. Jenazah kami teriring #doa anak-anak kami sendiri.”

“Bukankah junjungan kita Baginda Nabi ﷺ pernah berkata, saat kita semua mati semua amal akan terputus kecuali tiga perkara. Do’amu lah salah satunya.”

Laa takhof wa laa tahzan, Nak.

“Di pesantren sangat mengasyikkan. Temanmu teramat banyak seperti keluarga sendiri. Pengalamanmu akan luas. Jiwamu akan tegar. Kesabaranmu akan gigih. Kami hanya ingin kau bisa mendoakan kami sepanjang waktumu. Menyayangi kami dihari tua kami nanti.”

“Selayaknya kami sayangi engkau dihari kecilmu. Kami tak ingin nanti ketika jenazah kami belum dikuburkan. Namun kau dan adikmu sudah menghitung-hitung harta, hingga permusuhan pun terjadi.”

“Selamat berjuang, Nak! Dengarkan ustadz dan semua gurumu, muliakan mereka. Seperti kau muliakan ibu Bapakmu. Beliau-beliau adalah pengganti ibu Bapakmu di rumah.

“Selamat berproses, Nak!, Berbahagialah, Nak… !”

“Tersenyumlah, Nak..!  Kelak kau, kan paham!”

 

(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT