BerandaMainstreamAlumni LBH YLBHI Tuntut Copot Tito dan Wiranto

Alumni LBH YLBHI Tuntut Copot Tito dan Wiranto

Kerusuhan di kawasan Tanah Abang. (foto: tagar.id)
Bentrokan di kawasan Tanah Abang, antara pendemo dengan pihak aparat memakan korban. (foto: tagar.id)

Laporan: Etta Adil

PALONTARAQ.ID – Alumni Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH YLBHI) menuntut Presiden Jokowi agar segera mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto. Keduanya dianggap membiarkan aparat bertindak represif kepada demonstran dalam rangkaian aksi kedaulatan rakyat 21-22 Mei.

Dalam siaran persnya Kamis (23/5/2019), alumni LBH YLBHI menyoroti gelombang aksi unjuk rasa terus berlangsung. Benturan dengan aparat keamanan (Kepolisian) dan Tentara (TNI) terus terjadi. Benturan ini menimbulkan korban pada masyarat sipil.

“Kami mendesak agar Presiden Joko Widodo untuk segera mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto, yang membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM,” tegas Abdul Fickar Hajar, salah satu alumni LBH YLBHI.

Lihat juga: 108 Purnawiran Jenderal TNI-Polri Tolak Hasil Pilpres 2019

Kepada Aparat Keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, alumni LBH YLBHI juga meminta dengan agar mengedepankan tindakan persuasif dan manusiawi dalam menghadapi massa aksi. Polri jangan melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif.

Menurutnya, timbulnya korban pada masyarakat sipil merupakan preseden buruk bagi penegakan dan pemenuhan Hak Azasi Manusia. Hal ini mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, diluar prosedur penanggulangan aksi massa. Padahal seharusnya mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.

Sebaliknya, Alumni LBH YLBHI ini juga meminta kepada massa aksi unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggungjawab. Tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar.

Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Tito Karnavian. (foto: ist/palontaraq)
Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Tito Karnavian. (foto: ist/palontaraq)

“Kami menyarankan agar kekecewaan atas hasil Pemilu atau Pilpres disalurkan sesuai kanal hukum yang tersedia. Penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem Demokrasi. Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik,” tuturnya.

Lihat juga: Pak Wiranto, Apa Anda tidak Ingin Husnul Khotimah?

Abdul Fickar Hajar, yang juga pakar hukum pidana Universitas Trisakti ini mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan. Terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh petahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidensial treshold.

Alumni LBH YLBHI juga meminta Komnasham untuk segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjuk rasa. “Kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini. Berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyatnya. Jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat. Presiden harus bertanggung jawab,” tegasnya. (*)

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT