BerandaHukum50 Guru Besar minta Arief Hidayat mundur dari MK

50 Guru Besar minta Arief Hidayat mundur dari MK

Laporan: Etta Adil

PALONTARAQ.ID, JAKARTA – Sebanyak 50 guru besar dari berbagai perguruan tinggi  meminta Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Para guru besar berpendapat, Arief semestinya mundur dari jabatannya karena sudah dua kali dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Etik MK. “Mudah-mudahan desakan dari kolega guru besar ini mengetuk hati Pak Arief Hidayat,” kata akademisi dari Universitas Airlangga (UNAIR), Herlambang Perdana, di Jakarta, pada Jumat (9/2/2018).

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, permintaan dari 50 Professor Hukum itu akan disampaikan dalam bentuk surat kepada Arief dan tembusan kepada delapan hakim konstitusi. “Surat ini akan kami kirimkan ke MK tanggal 13 Februari,” kata Bivitri.

Berikut adalah isi surat dari ke-50 guru besar tersebut:

Dengan hormat, Melalui surat ini kami ingin menyampaikan pandangan kami sebagai sejawat dan profesor atau guru besar dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia terkait penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Profesor Arief Hidayat dan upaya menjaga martabat dan kredibilitas MK di mata publik.

Kami prihatin atas penjatuhan dua kali sanksi etik yang diberikan oleh Dewan Etik MK terhadap Profesor Arief Hidayat. Kami sadari menjaga amanah dan melaksanakan tanggungjawab sebagai pejabat publik termasuk Hakim MK bukanlah sesuatu yang mudah dan sudah tentu seringkali mendapatkan tantangan maupun hambatan.

Sebagai kolega, kami ingin mengingatkan bahwa jika seseorang yang dipercaya publik di puncak lembaga penegak hukum – dalam hal ini MK – ternyata gagal memegang teguh moral kejujuran, kebenaran, dan keadilan, maka ia telah kehilangan sumber legitimasi moralnya sebagai agen penegak hukum.

Menurut kami, MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakikat kejujuran, kebenaran, dan keadilan tersebut. Tanpa pemahaman hakiki tersebut, hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran. Vested interests dan ambisi pribadi terhadap kekuasaan hanya akan meruntuhkan lembaga konstitusi.

Kami juga ingin menyampaikan pandangan bahwa seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka dia tidak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati adalah orang yang tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhkan sanksi pelanggaran etika.

Negarawan yang sesungguhnya bukan hanya tidak akan melanggar hukum, tetapi dia akan sangat menjaga etika pribadi atau pergaulan dan terutama etika bernegara. Negarawan tanpa etika moral batal demi hukum kenegarawanannya. Dan karenanya, tidak memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi.

Berdasarkan uraian di atas, dengan segala hormat dan demi menjaga martabat serta kredibilitas MK, maka kami meminta Profesor Arief Hidayat untuk mundur sebagai ketua dan hakim MK.

Selama menjabat sebagai Ketua MK, Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran etik.  Pada 2016, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK karena dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan (katebelece) kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk “membina” seorang kerabatnya.

Dewan Etik MK juga pernah menyatakan Arief Hidayat terbukti melakukan pelanggaran ringan dan melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR, padahal tidak diundang di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.  Pertemuan itu terkait proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonan kembali Arief sebagai hakim konstitusi.

Aksi teatrikal tuntut Arief Hidayat mundur dari Ketua MK
Aksi teatrikal tuntut Arief Hidayat mundur dari Ketua MK. (foto: ist/palontaraq)

Lihat tayangan Kompas TV berikut:

Atas pelanggaran etik yang dilakukan Arief Hidayat tersebut,  Madrasah Anti Korupsi, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) dan sejumlah aktivis mahasiswa juga pernah menggelar demonstrasi dan aksi teatrikal menuntutnya mundur.

Sebelumnya, Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara kepada Pers (31/1/2018) menyebutkan bahwa Arief Hidayat, tidak melakukan pelanggaran hukum, namun secara etik, melanggar dan itu mencoreng integritas sebagai seorang hakim. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT