BerandaCerita RakyatCerita Rakyat: Sitti Naharira (6)

Cerita Rakyat: Sitti Naharira (6)

ilustrated by: mfaridwm/palontaraq
foto/ilustrated by: mfaridwm/palontaraq

Oleh: H. Djamaluddin Hatibu

Tulisan sebelumnya: Cerita Rakyat: Sitti Naharira (5)

PALONTARAQ.ID – Sitti Naharira gusar menunggu kedatangan suaminya. Melihat hal itu Punggawa Bonang membujuk Sitti Naharira agar mau menjemput suaminya. Sitti Naharira pun mengikuti saran Punggawa Bonang.

“Assalamu alaikum” salam lembut Sitti Naharira kepada awak perahu.

“Wa’alaikumussalam” jawab para awak perahu hampir barsamaan, kecuali Nakhoda Hasan.

Nakhoda Hasan bukannya tidak mendengar salam itu tapi bara api sedang bergejolak di dalam hatinya. Wajahnya menunduk namun sekilas terlihat merah padam tanda sedang menahan amarah.

Sitti Naharira memasuki kamar tempat suaminya berada. Setelah berhadapan Sitti Naharira mengulurkan tangan untuk bersalaman namun, Nakhoda Hasan tidak menyambut tangan suaminya.

Mendapat reaksi dingin seperti itu, Sitti Naharira langsung menebak pasti ada yang kurang berkenan di hati suaminya. Namun demikian Sitti Naharira tetap menahan diri dan mengajak suaminya kembali ke rumah.

“Sebaiknya kita ke rumah, ada tiga orang menunggu kedatangan Nakhoda” bujuk Sitti Naharira kepada suminya.

“Saya tidak sudi menginjak tangga rumahku untuk kedua kalinya. Tidak sepadan kecantikan dan kepintaranmu berbicara dengan perbuatanmu. Saat ini pupus sudah tali pengikat dan mahligai perkawinan kita” bentak Nakhoda kapal pada Sitti Naharira.

Sitti Naharira bagai tersambar petir mendengar bentakan suaminya. Meskipun dengan hati remuk Sitti Naharira tetap berusaha membujuk suaminya.

“Wahai Kakanda, masih ingatkah pesan ayah bundaku bahwa kalau ada sesuatu yang engkau ingin kerjakan pikirkan matang-matang, bawalah ia berjalan, bawalah ia duduk, bawalah ia berbaring sebab bila keliru mengambil keputusan engkau akan menyesal berkepanjangan” suara Sitti Naharira lirih.

“Menyesal..? saya tidak akan menyesal. Justru kau yang akan menyesali perbuatanmu kelak. Kembalilah ke rumahmu dan saya akan pergi kemana saja menurut keinginanku” kata Nakhoda Hasan dengan anda marah.

Mengalir deraslah air mata Sitti Naharira mendengar keputusan suaminya. Sepertinya sudah bulat keinginan Nakhoda Hasan meninggalkan dirinya. Meskipun dengan seribu tanya, apa sesungguhnya yang telah terjadi? Tak ada yang bisa dilakukan kecuali meratap.

“Baiklah kalau demikian keputusan Kakanda, saya akan kembali ke rumah tapi besok atau lusa kita akan bertemu dan akan ketahuan siapa yang benar dan siapa yang salah” ujar Sitti Naharira berusaha tabah menerima keputusan suaminya.

Sitti Naharira bergegas pulang diliputi duka cita yang dalam. Dia yakin bahwa Allah tidak pernah menganiaya hamba-Nya. Matahari takkan terbenam di tengah lazuardi.

Sementara itu Nakhoda Hasan memerintahkan awak segera membongkar sauh lalu berlayar tanpa tujuan yang jelas. Para sawi dan juru mudi saling berpandangan melihat Nakhoda Hasan demikian gusarnya.

 

Bersambung ……

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT