BerandaCerita RakyatCerita Rakyat: Sitti Naharira (5)

Cerita Rakyat: Sitti Naharira (5)

Ilustrated by: mfaridwm/palontaraq
Ilustrated by: mfaridwm/palontaraq

Oleh: H. Djamaluddin Hatibu

Tulisan sebelumnya: Cerita Rakyat: Sitti Naharira (4)

PALONTARAQ.ID – Dalam pelayaran bertemulah beberapa perahu. Fitnah itu pun disebarkan kepada mereka. Hingga pada suatu hari bertemulah awak perahu “Bondeng Manai” dengan Nakhoda Hasan.

“Sudah berapa lama Nakhoda meninggalkan kampung?” tanya salah seorang sawi “Bondeng Manai.

“Setengah bulan lalu” jawab Nakhoda Hasan.

“Apa sudah dengar berita? tanya sawi tersebut dengan maksud memancing rasa penasaran Nakhoda Hasan.

“Berita apa?” tanya Nakhoda Hasan cepat.

“Kalau saya tidak keliru, tiga hari  setelah Nakhoda berlayar, rumah Nakhoda dimasuki orang tak dikenal” ujar sawi.

Mendengar berita itu Nakhoda Hasan menjadi heran namun tetap berpikir jernih. Sepeninggal si penyebar fitnah, bertanyalah Nakhoda Hasan pada juru mudi yang dituakan selama ini.

“Bagaimana pendapat Anda tentang berita itu?” tanya Nakhoda Hasan.

“Kalau seperti biasanya berita itu tidak benar” jawab juru mudi.

Mendengar jawaban dari juru mudi, hati Nakhoda Hasan pun sedikit lega.

Menjelang senja sebuah perahu berlabuh, sama seperti kejadian terdahulu, salah seorang awak perahu datang menyampaikan kabar fitnah tersebut pada Nakhoda Hasan.

Kembali Nakhoda Hasan bertanya pada juru mudi, jawaban yang diperoleh pun tetap sama dengan jawaban terdahulu. Meskipun jawaban juru mudi  bahwa itu tidak benar namun  sempat juga berita itu membuat tidur Nakhoda Hasan tidak nyenyak.

Esok pagi saat matahari mulai merekah, datang lagi awak perahu menyampaikan berita yang persis sama. Kembali Nakhoda Hasan bertanya pada juru mudi akan kebenaran berita itu.

“Dengarkan kataku, simak ucapanku, kata guruku kalau ada berita yang sama persis kalimatnya” – kata juru mudi tertahan karena kalimatnya disambung juru batu.

“Sekali tak apa, dua kali tidak apa-apa, ketiga kali ada apa-apanya” sambung juru batu.

Mendengar pendapat dua anak buahnya, Nakhoda Hasan hanya terdiam.

“Sekalipun ada pendapatku, terserah kepada Nakhoda, kutak punya kehendak, kutak punya kemampuan” ujar juru mudi dengan sopan.

“Jika demikian pendapatmu, kita segera pulang ke kampung” ujar Nakhoda Hasan kepada juru mudi.

Para penyebar fitnah begitu girang mendengar reaksi Nakhoda Hasan yang sudah mulai termakan fitnah.

Empat hari empat malam Nakhoda Hasan bersama awak perahu lainnya mengarungi samudera. Layar digulung, sauh pun diturunkan, orang-orang di kampung itu merasa heran dengan kepulangan Nakhoda Hasan yang begitu cepat.

Setelah perahu merapat di bibir pantai, orang yang ditunggu-tunggu yaitu Nakhoda Hasan belum juga nampak. Rupanya sang Nakhoda duduk termangu dengan duka hati yang teramat sangat.

 

Bersambung …….

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HIGHLIGHT